Miria akan pulang kerumah dulu setelah dari kampus dan berencana mencari pekerjaan yang bisa menambah penghasilan. Mungkin juga ia akan lama jadi ia akan memasak makan malam juga, oh iya beras habis. Maria akan mampir dulu ke mini market membeli beras.
Saat masuk dan melihat antrian kasir panjang ia langsung pergi ke rak meja beras kemasan.
"Kenapa tak berangkat ke restoran kemarin?"
Miria menoleh dan seketika itu malas bicara ataupun bersikap ramah.
Mengambil beras dan mengantri.
"Hey kau mendiamiku?"
Apa yang di lakukannya sih, Miria risih sekali
"Shaka!"
"Hem, Kenapa Ria?"
Menghembuskan nafas kesalnya. Senang mangganggu sekali sih Shaka ini, seperti tiada hari tanpa mengganggunya.
Shaka melihat jika Miria sangat butuh beras itu. Ehm bagaimana jika ia mulai dari sini, Shaka ada ide.
"Miria aku punya penawaran khusus untukmu karena restoranku butuh pegawai dan aku malas mencai-cari keluar sana lagi, bagaimana kalo kau masuk lagi?"
Miria tersenyum tipis paksa.
"Tidak mau!"
Shaka merampas beras itu dari tangan ria dan menaruhnya di asal tempat dan pegawai melihat Shaka meletakkan beras itu.
Ria langsung ingin merebutnya tapi, keburu tangan Shaka menariknya membawanya keluar dari mini market.
"Masuk! Kita bicara di dalam mobil."
"Enggak mau! Apaan jugasih Lo!"
Ria tak suka sikap Shaka yang memaksanya.
Menyentak tangan Shaka dan tak mau masuk kedalam mobil.
"Ok gue mau lo dengerin baik-baik aja disini sekarang sebentar."
Ria melipat tangannya didepan perutnya.
"Yaa cepat, gak ada waktu lagi.."
"Ck.. iyaa, Lo masih inget kan gue pernah bilang di malem itu," ucap Shaka tentang pesan singkat semalam.
"Lo, balik lagi kerja dan Lo bakalan dapet sembako seminggu sekali atau terserah lo sebutuhnya lo mau ngambil berapa hari sekali, dan gaji lo tetep utuh tapi, Lo gak nerima bonus. Gimana?"
Ria terdiam ia berpikir langsung saat itu juga.
"Lo mau nipu gue?"
Selidik Ria menatap Shaka curiga lalu berganti dengan mata mengintimidasi yang ia pikir membuat Shaka ciut.
Tapi, di mata Shaka Ria tampak lucu bukan menyeramkan, makin mengemaskan kalo ia makin mengintimidasi.
"Enggak ada niatanapapun beneran Ria, gue temen kampus lo yang tahu gimana Lo hidup bahkan, gimana keluarga lo selama ini."
Ria menatap lain arah dan sedikit malu, ia mau mengiyakan tapi, ia juga tak mau menyianyiakannya tapi, Shaka pasti punya maksud.
Tapi, ini tawaran yang jarang didapatkan.
Shaka tahu Ria itu sangat ingin tapi, ia sangat anti menjilat omongannya lagi, curang Shaka!
"Giman hem.. Ri? Ria? Hey? Miria?"
"Eh itu anu.. Gue ambil deh.. Dan kapan gue bisa mulai kerja lagi?" Tatapan datar bercampur agak malu mata bergerak kesana kemari dan kadang terlihat tegas itu begitu, terlihat jika Ria sedang dalam mode kuat dan anti bercanda tapi, malu juga.
"Hemm sekarang pun bisa bagaimana bareng aku saja sekarang, ayo?" Membuka pintu dan Ria masuk begitu saja ke dalam mobil Shaka. Shaka merasa misinya berjalan dengan baik kali ini.
Didalam perjalanan sampai akhirnya tiba di restoran Miria langsung masuk dan mulai bekerja.
"Ri... Lo bareng bos?" tanya Hala yang saat itu sedang membersihkan kaca depan.
"E-eh iyaa kita sa-satu kampus dan bareng dia katanya mau numpangin.."
Shaka tiba-tiba bejalan mendekat setelah turun dari mobilnya dan melewati Ria dengan Hala.
"Kerja jangan ngerumpi."
Ria menyikut Hala dan keduanya hanya mengangguk.
Di ruangannya Shaka melihat dari kamera pengawas bagaiman Ria bekerja dan saat Ria mulai menyapa para pelanggan dan mengantarkan makanan juga pesanan lainnya.
**
Seketika itu waktu berlalu semakin gelap dan tak terasa kalo sekarang waktunya pulang dan berberes restoran untuk tutup.
"Juki?" Panggilan untuk chef di dapur dengan telpon yang ada di dinding dekat meja pesanan.
Juki langsung bersiap mendatangi Shaka diruangannya, Ria memperhatikan kenapa Juki di panggil.
Di dalam ruangan Shaka dan Juki masuk lalu di persilakan duduk oleh Shaka.
"Juki? Ehm bisakah kamu memasukkan pengeluaran bahan sembako yang Ria ambil pada pengeluaranku untuk pemasukan restoran jadi aku membelikannya untuk Ria," jelasnya.
"Aku sudah janji dengannya." Shaka menatap Juki terdiam yang tak menjawab terlihat berpikir karena bahan masakan di dapur atau di gudang itu makanan mentah inport dan mahal.
"Tapi Tuan, menurut saya itu akan di curigai Nona Ria." Juki koki atau chef yang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan dan sudah lama bekerja dengan ayahnya Shaka, hanya mendengar perintah ini saja Juki tahu kalo tuannya atau bosnya ini ingin mendekati Ria.
"Lalu? Kau ada saran?"
Shaka menatap Juki seketika itu datang paket didepan dan pelayan lelaki segera membawanya ke lantai tiga ruangan Shaka dan saat pintu terbuka dan paket di bawa pegawainya Juki langsung menerimanya.
"Cepatkan Tuan, begini saja... Masalahnya tak mungkin jika bonus itu untuk mendapatkan atau membeli bahan dari gudang, Saya tahu nona Ria itu orangnya sederhana nanti dia akan menolak dan keberatan lalu ia curiga."
Jika Shaka pikir-pikir itu benar juga lagian lebih baik Shaka menyedikannya di gudang juga dan Juki bisa memberikannya pada Liel saat para pekerja restoran sudah pulang lalu Ria juga tak curiga karena kualitas bahannya sama seperti pasaran dan tidak sama dengan restoran..
"Kamu benar. Terimakasih Juki dan ya nanti aku memesan dari toserba usahakan jangan ada yang tahu kalo ini untuk Ria. " Juki mengangguk paham dah paham kemana arah pembicaraan dan juga kemana arahnya perintah Shaka.
Sekarang semua pegawai satu persatu sudah pulang dan tinggal Ria sendiri masih berdiri didepan meja kasir menemani Hala.
Setika itu Hala selesai dengan perhitungan pemasukan pembeli dari buka sampai tutup untuk hari ini.
"Ini Ria kamu anterin ke pak Shaka aku mau pulang duluan kayaknya kakak aku dah jemput, kasian kalo dia nunggu lama. Kalo ada kesalahan kamu telpon aku aja tapi, kayaknnya gak ada deh."
Ria mengaggukkan kepalanya dan melangkah pergi ke lantai tiga.
"Permisi." Sambil mengetuk pintu lalu terbuka dan terlihat Shaka dengan kaca matanya yang masih bertengger di hidungnya, tak lupa ponsel yang di tangannya.
"Ini laporan hari ini." Ria mendekat ke memberikan semua bon pembelian ini, Shaka menerimanya.
Setelah memberikannya Ria berbalik pergi.
"Oh ya Ri." Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan ini.
"Ini sembakonya aku berikan aku tak bohongkan tapi ini jangan sampai di ketahui pegawai lain karena kamu kan temanku. Dan kamu doang yang mau di potong bonus kalo yang lain belum tentu mau."
"Anggap aku sedang melakukan kewajiban untuk saling membantu." Tambah Shaka lagi
Wajah Liel terlihat sangat tak suka cara bicara Shaka yang aneh menurutnya walaupun sopan.
"Kita bukan teman tapi, makasih." Ria menerima dan terpaksa tersenyum dengan manis.
"Tentu aku hanya mencari kalimat bagus supaya enak di ucapkan bukan kalimat pembuat masalah. Tak dianggap teman juga biasa lagian siapa bilang kita teman ini sandiwara kata teman yang aku ucapkan."
***
Hari ini Ria baru saja masuk kuliah setelah libur semester kemaren karena ibunya harus cuci darah lalu biaya adiknya juga oprasi usus buntu tahun lalu yang baru setengah di bayar dan belum lunas sampai sekarang walaupun menggunakan asuransi itu juga masih kurang.
Ayahnya depresi dan obatnya habis sedangkan uangnya juga sudah tak ada untuk menebus obat sang ayah.
"Lelah." Hela nafas frustasi matanya menatap Danau di belakang kampus yang jarang sekali di datangi kecuali, mereka yang butuh tempat tenang.
Dan kakak laki-lakinya sudah beristri dan memiliki tiga anak tak mungin jika Miria merepotkan Damar karena Miria juga tahu bagaimana istri Damar dan juga kehidupan rumah tangga Damar.
Miria sudah bertekat akan berusaha sendiri membuat semuanya normal lagi.
Gara-gara kejadian kemaren Miria hampir tidak mau lagi bekerja di restoran atau tempat usaha dengan nama Yanuar food atau market Yanuar, pokoknya enggak.
"Jangan sampe liat muka si kaca mata lagi titik!"
Tapi, semuanya tak jadi dan sekarang ia sudah bekerja di restoran Yanuar Food dan beberapa kali mendapat sembako yang di potong uang bonus lemburnya.
Rasanya kayak kalah dari lomba, Ria menatap Danau yang luas juga tenang airnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments