Siang hari adalah waktu tidur bagi rendra, sedangkan malamnya untuk beraktivitas. Bak kelelawar, ia hanya akan tidur seharian di kamarnya.
Suara ketukan pintu kamar terdengar jelas di telinga Rendra hingga ia merasa terganggu dalam tidurnya.
"Bangun nak..udah pagi, ini mama buatin sarapan, tadi kamu udah melewatkan sholat subuh, minimal kamu sarapan dulu ya nak," ujar mama Sinta (Ibu tiri Rendra) sembari mengetuk pintu kamar.
"Bisa diam nggak!" bentak Rendra dari dalam kamar.
Pak Arif mendengar kata-kata tidak sopan itu. Ia dengan cepat mendobrak pintu kamar Rendra. Ingin rasanya memarahi meluapkan emosinya. namun itu percuma saja.
"Rendra! kamu bisa nggak sih hargain perhatian mama kamu!" tegas pak Arif melototi Rendra.
"Kenapa? papa mau pukul aku? pukul aja pa, nggak pa pa, papa kan cuma sayang istri kan?"
"Kamu tuh ya," dengan geram pak Arif hampir memukul Rendra. Untungnya mama Sinta menahan tangan suaminya agar tidak melukai Rendra.
"Udah mas, biarin, mungkin dia butuh waktu untuk menerima aku," ucap mama Sinta pelan.
"Waktu? sudah setahun tapi anak ini belum juga berubah!"
"Iya aku tau mas, ayo kita bicara di luar dulu," mama Sinta membawa suaminya keluar kamar Rendra agar Rendra bisa istirahat dengan tenang.
"Dasar akting, sok alim!" cetus Rendra setelah kedua orangtuanya keluar dari kamarnya.
*
"Mas..api kalau di lawan pakai api, nggak bisa mas, kita harus pelan pelan mengubah sikap Rendra, suatu saat pasti dia akan berubah," ucap Sinta dengan lembut menasehati suaminya.
"Tapi kan.."
"Udah..jangan di buat pusing, ini udah jam berapa, entar telat loh,"
"Oh iya..ada meeting hari ini, aku berangkat ke kantor dulu ya, assalamualaikum," ucap Rendra seraya pamit untuk berangkat ke kantor.
Setelah suaminya pergi, Sinta menatap foto yang terpampang di dinding. Tampak foto keluarga pak Arif yang masih lengkap dengan istri pertamanya yang dulu. Di foto itu ada Rendra, kakak laki-laki dan perempuannya lengkap dengan ibu dan ayah kandungnya.
Foto itu tak pernah di pindahkannya karena memang perintah dari Rendra. Ia akan berontak jika foto itu di pindahkan.
"Aku akan tetap sabar hingga keluarga ini menerima ku, aku sudah terlanjur menerima amanah ini," batin Mama Sinta sembari mengingat almarhumah sahabatnya.
Tak lama kemudian,
Bi Maryam datang bersama seorang gadis bercadar. "Assalamualaikum nyonya.." ucap Bi Maryam menghadap mama Sinta.
"Waalaikumussalam.. Bi Maryam..ini yang mau kerja di sini ya," tanya mama Sinta.
"Iya nyonya,"
"Saya Mardiyah Bu, eh nyonya maksud saya," ucap Mardiyah yang gugup pertama kali bertemu majikannya.
Mama Sinta tampak menganggukkan kepalanya seraya tersenyum menatap Mardiyah. Sepertinya ia suka dengan gadis seperti Mardiyah.
"Nggak pa pa, kamu bebas mau panggil ibu atau mau panggil nyonya, terserah kamu, oh ya, selamat datang di rumah ini ya, semoga kamu betah bekerja di sini, Bu Maryam yang akan membantu kamu untuk mengetahui lebih banyak tentang pekerjaan," ucap mama Sinta menatap Mardiyah.
"Baik nyonya, terimakasih banyak,"
"Iya sama sama," balas mama Sinta.
Mardiyah tak sengaja menatap ke foto yang terpampang jelas di dinding. Ia terdiam melihatnya. Namun Bu Maryam buru-buru menarik tangan Mardiyah ke belakang.
"Ada apa Bu?" tanya Diyah pada bu Maryam.
"Nggak pa pa .."
"Oh ya ..nyonya yang tadi itu..bukan istrinya tuan pemilik rumah ini ya?" tanya Mardiyah, tentu ia penasaran karena tidak ada wajah mama Sinta di foto tadi.
"Hush..jangan keras keras..nyonya Sinta itu menikah dengan tuan Arif satu tahun lalu, jadi istri pertamanya pak Arif udah meninggal,"
"O..pantesan tadi.."
"Udah..udah..ayo ibu bantu kamu beresin barang barang kamu," ucap Bi Maryam menghentikan perkataan Mardiyah, karena tak enak jika membicarakan majikan di rumahnya sendiri.
Hari ini hari pertama mardiyah memasuki rumah semewah ini. Ia berkeliling rumah, melihat pemandangan rumah yang tampak elegan.
"Maasyaa Allah..ini rumah serasa istana ya, indah.." batin Diyah sembari menikmati suasana rumah itu.
Diyah menatap ke sebuah kolam renang di belakang, matanya terpana melihat kolam dengan air yang jernih di pandangan nya.
"Maasyaa Allah..ini kolam bersih sekali, sebersih air dari pegunungan," ucap Diyah yang terkagum kagum. Ia tak bisa menahan diri hingga meminum air kolam itu.
"Huh..segarnya.."
"Woi..ngapain minum di situ? kamu siapa sih,sana sana..jauh jauh dari kolam," tegur seorang perempuan yang tampaknya adalah pembantu juga di rumah ini.
"Kenalin, saya mardiyah mba, pembantu baru di sini," ucap Mardiyah sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Nggak salah pembantu di rumah ini modelnya kayak begini, muka nya pake di tutup tutup segala, kenapa? jerawatan ya?" gerutu pembantu bernama Sari itu.
"Astaghfirullah mba..saya nggak jerawatan kok,"
"Kalau emang kamu pembantu baru, harusnya kamu udah mulai kerja dong, bukannya main main kayak gini," bentak Sari pada pembantu baru di hadapannya. Tentu ia merasa paling senior di hadapan Diyah.
"Iya mba..saya permisi, assalamualaikum," ucap Mardiyah sambil buru-buru berjalan meninggalkan Sari di kolam itu.
Mardiyah menemui Bu Maryam yang sedang sibuk membereskan dapur.
"Bu..tugas ku apa aja ya?" tanya Mardiyah yang tampak kebingungan.
"Nggak usah capek capek dulu, ini kan hari pertama kamu sampai di rumah ini, gini aja, mendingan kamu antar jus jeruk ini buat tuan muda, biasanya jam segini dia pasti pengen minum jus ini,"
"Tuan muda yang mana Bu?" tanya Diyah yang belum tau banyak tentang rumah ini.
"Tuan Rendra, putra bungsu di rumah ini, kamarnya ada di lantai paling atas, dia satu satunya putra pak Arif yang ada di rumah ini, putranya yang paling besar sedang ke luar kota, dan anak keduanya seorang perempuan, itu juga lagi ngambil S2 di luar negeri,"
"Oh gitu..ya udah deh, aku antar jus ke kamar tuan Rendra dulu ya Bu," ucap Mardiyah sembari membawakan jus yang sudah di siapkan Bu Maryam.
Diyah dengan santainya mengantarkan jus itu, ia tak tau saja bahwa tuan muda yang akan ia temui sangat dingin orangnya.
sampailah di depan sebuah kamar di lantai paling atas. Mardiyah sampai lelah harus berjalan jauh melewati tiga tangga.
Tok..tok..tok..
Mardiyah mengetuk pintu kamar itu.
"Masuk aja bi..taro jusnya di meja," ucap Rendra yang mengira suara ketukan pintu itu adalah Bu Maryam.
Mardiyah tak tau apa apa. Ia pun membuka pintu yang tidak di kunci itu. Lalu diletakkannya jus jeruk itu di meja.
Ia menutup matanya ketika melihat tuan muda ternyata sedang berbaring tanpa mengenakan baju.
Ia berlari keluar tanpa menatap laki-laki itu lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments