Gadis Yang Meluluhkan Hati Tuan Muda
Bad boy tampan, itu adalah kata yang sering terucap di bibir setiap wanita ketika melihat sosok Rendra. Meski hanya sesekali Rendra keluar di siang hari, namun tetap saja ia selalu berhasil menarik perhatian setiap wanita.
Rendra adalah laki-laki berusia 25 tahun yang tinggal di sebuah komplek yang di huni oleh orang orang kaya. Sampai di usianya yang 25 tahun ini, ia bahkan tak berpikir untuk mencari kerja meskipun sudah lulus S1 di universitas terbaik di kota ini.
Malam ini sama saja seperti malam sebelumnya, Rendra keluar dari jendela kamarnya untuk pergi mencari kesibukan bersama teman temannya. Biasanya mereka akan ke kafe untuk buang suntuk. Dan sesekali ikut balap motor meski papa kandung Rendra telah melarangnya.
"Tuan Rendra..ini makan malamnya sudah saya siapin," ucap bi Maryam sembari mengetuk pintu kamar Rendra. Berkali kali bi Maryam mengetuk pintu namun tak ada jawaban.
"HM..aku terlambat lagi, pasti tuan Rendra udah kabur lagi lewat jendela, tuan besar bisa marah lagi ini," batin bi Maryam sedikit cemas.
Sementara itu, Rendra malah nongkrong bersama gengnya yang tak lain adalah Keny dan Adit. Kali ini mereka nongkrong di kafe yang lumayan mahal. Namun seperti biasa pasti Rendra yang akan mentraktir temannya.
"Tenang aja, kalian pesan sepuasnya," ucap Rendra sembari menikmati musik yang mengiringi.
Tak di sangka, ternyata Pak Arif Pratama (Papa Rendra) ada di meja sebelah dan sedang memantau Rendra.
Rendra dan kedua temannya masih belum menyadari itu. "Ren..hidup kamu enak bangat ya, nggak usah kerja tapi uang tetap jalan, kamu nggak ada niat buat kerja gitu?" tanya Keny pada Rendra yang masih bersantai.
"Nggak..jangan bahas gituan, aku lagi malas mikir," cetus Rendra yang seperti biasanya selalu bersikap dingin meski pada kedua temannya.
"Iya nggak usah di bahas ken, mendingan kita ikut balapan yuk," ajak Adit seraya mengalihkan perhatian Rendra. Namun sepertinya mood Rendra sedang tidak baik. Ia malas untuk pergi malam ini.
Rendra tak menjawab perkataan Adit itu. Ia tampak diam seolah menandakan bahwa ia tidak setuju. Tentu kedua temannya telah mengerti maksud dari ekspresi wajah Rendra itu.
"Ya udah kalau kamu nggak mau, oh ya Wenny kayaknya suka deh sama kamu, kamu nggak tertarik sama dia, dia itu cantik..body nya oke..kaya.. pokoknya paket lengkap deh, kamu nggak tertarik?" tanya Adit dengan berharap supaya mood Rendra berubah jika ia membahas wanita.
"Bisa nggak sih jangan bahas perempuan, perempuan itu semuanya sama, mata duitan!" cetus Rendra yang mengingat wajah ibu tirinya. Rasanya ia tak pernah bisa menghilangkan dendam pada ibu tirinya itu.
"Kenapa sih Ren, kamu masih dendam sama ibu tiri kamu?" tanya Keny.
"Kamu pikir aja sendiri, ibu tiri itu tidak lebih seperti lintah di mataku," ucap Rendra dengan tatapan tajam.
"Cukup Rendra!" bentak pak Arif yang ternyata ada di belakang Rendra. Ia sudah mendengar semua perkataan Rendra itu terutama saat Rendra jujur bahwa ia sangat membenci ibu
tirinya.
Melihat itu, kedua teman Rendra buru buru kabur sebelum mereka melihat pak Arif murka.
"Kenapa pa? salah kalau aku nggak suka sama perempuan itu? percuma dia berjilbab, tapi hatinya busuk, dia menikah dengan papa cuma karena harta pa! papa harusnya sadar, mana ada perempuan yang mau menikah dengan duda anak tiga kayak papa kecuali karena harta!" tegas Rendra yang amat kesal pada papanya.
"Astaghfirullah Rendra..papa dosa apa sih sampai sampai punya anak durhaka seperti kamu," pak Arif tak tau harus berkata apa lagi untuk merubah sikap anaknya yang buruk itu. Sikap Rendra berubah drastis sejak ibu kandungnya meninggal satu tahun lalu.
Satu tahun lalu mama kandung Rendra meninggal dunia karena penyakit jantung, ia mewasiatkan kepada sahabat terbaiknya yaitu Sinta untuk menikah dengan suaminya sendiri. Sinta pun dengan ikhlas menjalankan permintaan sahabatnya itu untuk menikahi Arif Pratama yang sudah beranak tiga.
**
Di sisi lain, seorang gadis bercadar nan bermata indah tengah merenung di sebuah kampung. Ia adalah Mardiyah. Panggil saja ia Diyah.
Sebulan yang lalu ibunya telah meninggal dunia. Ibu adalah satu-satunya yang ia punya, namun itu pun telah berpulang ke tempat kembalinya.
Saat ia merenung di jendela kamarnya, tiba-tiba ada telpon masuk ke hpnya. Diyah pun mengangkat telpon itu yang ternyata telpon dari teman dekat ibunya. Ia adalah Maryam, Pembantu yang paling senior di rumah Rendra di kota.
"Assalamualaikum nak Diyah.."
"Waalaikumussalam Bu, ada apa ya Bu, tumben ibu nelpon malam malam," tanya Diyah
"Ibu kepikiran terus sama kamu nak, kamu gimana di kampung? kerja apa nak," tanya bu Maryam. Namun Mardiah hanya diam.
"HM..terus kamu biayanya dari mana nak, pantesan ibu mimpi tentang kamu terus, terus sekarang kamu mau kemana nak?"
"Aku juga nggak tau Bu, mau cari kerja juga susah,"
"Gini aja, gimana kalau kamu ke sini aja, ke tempat ibu kerja, kebetulan salah satu pembantu si sini ada yang berhenti kerja, jadi pembantu di sini kurang satu, kalau kamu mau kamu bisa langsung datang nak, cuma untuk sementara, kalau kamu nanti nggak betah, kamu bisa cari kerja lain," usul Bu Maryam pada Diyah.
"Beneran Bu, Alhamdulillah Diyah mau Bu, dari pada kelamaan cari kerja mendingan Diyah kerja sama ibu aja untuk sementara," tutur Diyah yang amat senang dengan kabar itu. Meski hanya jadi pembantu, ia akan tetap menerima pekerjaan ini karena sangat sulit untuk mencari pekerjaan yang cocok di zaman ini.
"Ya udah..besok kamu berangkat ya, ibu akan kirimkan ongkos kamu,"
"Nggak usah Bu.."
"Udah jangan tolak lagi, ibu udah menganggap kamu anak ibu sendiri,"
"Makasih ya Bu," ucap Diyah yang amat terharu dengan kata-kata Bu Maryam itu. Ia merasa seolah memiliki kekuatan lagi di saat ia dalam keadaan lemah.
Keesokan harinya,
Mardiyah tampak semangat menjinjing tas nya menaiki bis dengan tujuan ke kota tempat ia akan bekerja.
Hingga sampailah di terminal bus di kota itu. Mardiyah menginjakkan kaki di kota yang ramai ini, ia bingung harus kemana dulu. Untungnya Bu Maryam telah berdiri di sana sedang menjemputnya. "Mardiyah.." panggil Bu Maryam dengan keras.
Mardiyah menoleh ke arah suara itu, ia pun berlari memeluk bu Maryam dengan tangisan haru.
"Kamu harus kuat ya nak, anggap saja aku ini ibumu, kita berjuang sama sama, perempuan itu harus kuat, seperti ibumu," ucap Bu Maryam ke telinga Mardiyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Memyr 67
dah pindah sini aq. pangerannya aq hapus ya?
2023-06-23
2