Kondisi Darian semakin hari semakin kritis, Dokter mengatakan kepada pengawal Tuan Arshaka kemungkinan tidak ada lagi harapan.
"Dimohon kehadiran keluarga pasien." Kata Dokter.
Darian bangun dari tidurnya. "Tempat apa ini?" Di ruangan serba putih dan berbau obat-obatan itu Darian berdiri mengedarkan pandangannya. Betapa terkejutnya Darian ketika dia menoleh ke belakang, dia melihat dirinya di sana terbaring dengan infus, alat bantu pernafasan, selang dan kabel dimana-mana yang menempel di tubuhnya.
"Apa aku sudah mati?" Darian melihat setiap inci dari tubuhnya, dirinya yang sekarang sangat sehat tidak seperti dirinya yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Darian membalikkan badannya dan di sana berdiri seseorang yang selama ini dirindukannya.
"Cordelia!" Sambil menangis Darian berlutut. "Jika ini adalah kesempatan terakhirku, ijinkan aku meminta maaf padamu, aku telah menyakitimu, aku meragukan kesetiaanmu, aku telah menyia-nyiakan anak kita, banyak dosa yang telah ku perbuat, hidupku penuh dengan penyesalan. Tapi aku mohon lapangkan jalanku untuk kembali kepada-Nya". Tangis Darian tak terbendung lagi.
Cordelia tersenyum, menghampiri dan membantu Darian berdiri. Kemudian menuntunnya masuk ke dalam cahaya putih di depan mereka. Darian pun mengikuti. Setelah berjalan melewati cahaya, mereka berada di kediaman Cordelia yang sekarang di tempati Erina, Ibu dan Anaknya.
"Ibu yakin ingin menumbalkan Okta?" tanya Erina.
"Iya, ini semua juga demi kalian. Jika kekuatan Ibu hilang kalian semua juga menerima dampaknya. Hanya ini satu-satunya cara. Okta mempunyai kekuatan yang besar, begitu juga dengan saudaranya. Apa lagi jika Ibu bisa mendapatkan kekuatan mereka." Kata Nenek Dimas.
"Dimas masih belum tau rencana ibu. Dimas sangat tergila-gila dengan gadis itu. Entah apa yang membuatnya jatuh cinta dengan anak Cordelia. Untung Dimas bukan anak Darian." Ujar Erina.
"Dimas biar nanti ibu yang tangani. Ibu akan menghapus pengaruh peletnya. Dimas pasti akan merasakan kebencian kepada gadis itu. Ibu juga akan mengenalkan Dimas dengan Anak seorang pengusaha yang kaya raya." Nenek Dimas seperti menyadari kehadiran sosok lain di ruangan itu. "Siapa di sana?"
Cordelia, Darian pun menghilang. Di akhir hidupnya Adrian diberikan kesempatan untuk bertemu dengan keluarganya. Dan Adrian diakhir hidupnya mengetahui betapa jahatnya keluarga Erina yang selama ini hidup bersamanya.
Sekarang kedua orang tua itu menuju Villa Dimas dimana Okta sendirian berdiri di balkon kamar yang ada di sana. Tatapan matanya kosong.
Cordelia melihat Okta masih memakai gelangnya. Dengan kekuatan yang masih ada, Cordelia memegang tangan Okta dan juga Darian. Kemudian mereka menghilang. Sampailah mereka di taman bunga tempat Lian tinggal. Di tempat ini segala pengaruh negatif akan segera musnah.
Tidak berapa lama Okta tersadar kembali, Okta serasa tidak percaya bertemu dengan Ayahnya disini, "Ayah sudah sehat?" tanya Okta.
"Iya sayang, Ayah kemari untuk bertemu denganmu." Adrian dengan tertunduk meneteskan air mata.
Okta mengalihkan pandangannya dan siapa di sampingnya. "Apakah ini Bunda?" tanya Okta.
Cordelia menganggukkan kepala, memeluk hangat Okta dan mencium lembut keningnya. Cordelia meraih tangan Darian dan menyatukannya dengan tangan Okta. "Sayang, Bunda ingin kamu memaafkan Ayah, tidak ada manusia yang sempurna hidup di dunia. Semua ini karena kesalahpahaman. Belajarlah saling memaafkan."
Okta menangis begitupun Darian. "Ayah tak pantas menerima maafmu, biarlah Ayah menerima apa yang telah Ayah perbuat, biar Ayah menanggung semua deritamu, berbahagialah Nak, kamu berhak hidup bahagia." Darian tak sanggup menatap Okta.
"Sayang, waktu Bunda dan Ayah tidaklah banyak. Kami memohon maaf jika gagal menjadi orang tua yang baik untukmu, jadilah anak yang baik, restu kami bersamamu." Kembali Cordelia memeluk hangat Okta.
"Ayah, maafkan juga aku, Ayah tidak salah. Maafkan Okta, aku sayang Ayah." Isak Okta.
Darian pun memeluk dan mencium kening Okta. "Makasih sayang sudah memaafkan dan sudah melapangkan jalan Ayah. Ayah juga sayang kamu Nak."
Cordelia memanggil Lian. Dan Lian pun menghampiri. Cordelia memberikan kekuatannya kepada Lian. "Lindungilah Okta," perintah Cordelia.
"Baik Nyonya." Lian menunduk hormat.
"Sampaikan salam kami kepada Kakakmu, ingat kami akan selalu ada untukmu," Cordelia dan Darian pamit. Mereka melangkah menuju cahaya putih di depan mereka. Okta berlari mengejar dan ingin ikut mereka, tapi Lian dari belakang memeluk menghentikan langkahnya. Okta menangis sejadi-jadinya.
"Ayah, Bunda, aku janji akan jadi anak yang baik." Okta meratapi mereka.
Darian dan Cordelia tersenyum dan melambaikan tangannya. Cahaya tersebut menutup dan menghilang.
"Hiks hiks, Ayah, Bunda." Okta masih menangis. "Maafkan aku Ayah, aku ingin menikmati waktuku bersamamu walau hanya sebentar. Terima kasih, hari ini Ayah memelukku, menciumku dan menyayangiku. Hanya itu yang aku mau. Terima kasih. Selamat jalan Ayah." Okta tak mampu lagi membendung air matanya.
Lian membalik tubuh Okta kemudian memeluknya kembali. "Ikhlaskan mereka." Kata Lian.
Di rumah sakit, Tuan Arshaka, Farrel, Keenan, Papa Arya, Mama Yasmine, Dilfa, Jimmy menunggu di ruangan Darian. Dokter meminta mereka agar bersiap untuk menghadapi kemungkinan yang akan terjadi.
Tiba-tiba tangan Darian bergerak lemah, matanya mencoba membuka.
"Ayah," panggil Farrel sambil memegang tangan Darian.
Semua yang ada di ruangan mendekat mengelilingi hospital bed.
Satu persatu ditatap Darian dengan senyuman, seolah berpamitan, terakhir dia menatap lembut Farrel anak yang lama tidak ditemuinya.
Digerakkannya jarinya perlahan, Farrel seakan mengerti diciumnya punggung tangan Darian. Darian dengan lemah berusaha mengucap, 'La La ilaaha illallah,"
Kemudian semua membimbingnya dengan ucapan"' Muhammadur Rasulullah."
TIIIITTTTT! Monitor ICU menunjukkan garis datar memanjang.
"Inna innalillahi wainnailaihi rojiun." Ucap mereka bersamaan.
"Ayah." Farrel tak kuasa menangis, diciuminya punggung tangan Ayahnya, dan juga diciuminya pipi kiri, kanan, serta kening Ayahnya.
"Selamat jalan Ayah, maafkan kesalahan Farrel. Farrel ikhlaskan kepergian Ayah." Isak Farrel.
"Nak, Ikhlaskan Ayahmu. Ini yang terbaik. Doakan dia agar masuk kedalam Jannah-Nya." Mama Yasmine memeluk Farrel yang sudah dianggap anak olehnya.
"Ikhlaskan dan doakan Ayahmu Nak. Kami selalu ada untukmu. Kami juga keluargamu." Papa Arya juga memeluk Farrel.
"Terima kasih, Ma, Pa." Farrel menumpahkan segala-galanya kepada mereka.
Okta tiba-tiba muncul di dalam ruangan.
"Ayahhhhhhhhh!" Okta menangis dan mencium tangan, pipi kiri dan kanan serta kening Darian.
"Okta, Ayah telah pergi. Maafkan Ayah Dek, ikhlaskan Ayah." Farrel memeluk Okta.
"Iya Kak, aku sudah bertemu dengan Ayah dan Bunda. Mereka titip salam untuk Kak Farrel." Okta tersedu.
"Terima kasih semuanya. Di sini Farrel dan Okta mendapatkan kasih sayang dan keluarga. Sekali lagi terima kasih." Tuan Arshaka membungkukkan badannya, dan tidak terasa butiran bening menetes dari matanya.
"Jangan sungkan, kita semua keluarga." Papa Arya memeluk Tuan Arshaka.
Darian menutup mata dengan wajah yang bercahaya dan bibirnya mengukir senyuman kebahagiaan, mungkin karena beban berat yang selama ini ditanggungnya hilang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments