Mereka telah sampai di depan batu besar yang kemarin. Dan kali ini rasanya seperti berbeda, dimana hawanya lebih menyakitkan karena Altair harus meninggalkan mereka berdua dan kembali secepatnya. Dua minggu, dan telah berlalu selama satu hari, tidak, itu bukanlah sebuah masalah.
Dia sekarang mungkin bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan mudah. Serta kesampingkan niatnya kembali menuju keluarga Shan atau kembali ke negara api terlebih dahulu karena dia harus mencari seorang tabib untuk menyembuhkan Yasmine secepatnya.
Atau mungkin dia harus kembali ke negara Api dan mencari tabib di sana? sepertinya itu adalah sebuah ide yang cukup baik.
“Setelah kau keluar, pergilah menuju barat dan kau akan sampai ke negara petir. Karena seingatku itulah wilayah paling dekat dari tempat ini.” Ucap Hanzel.
Baru, baru menyinggung bahwa Altair memiliki niatan untuk menuju negara Api dan mencari tabib ke sana. Namun siapa sangka bahwa wilayah yang paling dekat adalah negara Petir. Dan yang membuatnya penasaran, mengapa bisa begitu? Seingatnya dia jatuh ke tempat ini tidak jauh dari negara Api.
Atau mungkin, gua dibalik batu itu benar-benar terhubung sangat jauh hingga masuk ke permukaan. Siapa sangka jika memang begitu? Dia tidak akan tahu apabila tidak mencobanya.
Tangan Hanzel menyala berwarna kuning. Lebih tepatnya itu adalah sebuah elemen petir dengan suara-suara yang mengalir dengan khas. Cahaya berkilauan tidak jauh dari radius telapak tangannya seolah hendak memamerkannya di depan Altair.
Pak tua itu lantas menyentuh batu di depannya. Elemen petir mengalir seolah menyambar ke seluruh permukaan batu. Membentuk sedikit ledakan yang tidak terlalu keras dengan aura memantul yang tidak terlalu kuat.
Jika dipikir-pikir serangan itu terlalu lemah, Altair bisa menganalisisnya dengan baik bahwa Hanzel sama sekali kurang mampu untuk menghancurkan batu yang menjadi penutup gua tersebut. Jikalau dia lebih muda sedikit, kekuatannya akan kembali pulih sehingga besar kemungkinan bisa menghancurkan batu tersebut.
Dan sebenarnya batu itu hanya sekedar mengalami keretakan. Pun Hanzel sedikit menggertakkan giginya karena merasa gagal. Akibat dirinya yang lemah pula lah dirinya gagal untuk melindungi Yasmine kemarin. Tapi, mau bagaimana lagi, apa yang harus dia sesali karena hanya beginilah kemampuannya.
Andai dia bisa melatihnya semenjak beberapa tahun yang lalu mungkin berbeda cerita.
“Api: Pukulan Inferno!”
Altair turun tangan, dalam sekejap pukulannya mampu menghancurkan batu-batu itu menjadi puing-puing berserakan. Tidak heran, kekuatan ini sungguh kuat, kekuatan yang diturunkan dari pak tua Harold memang tidak bisa dipungkiri dan tidak perlu dipertanyakan.
Dia mengibas-ngibaskan tangannya bagaikan menghentikan api yang membakar tangannya sendiri. Sambil menatap di depannya adalah sebuah gua dengan titik pencahayaan yang minim apabila semakin masuk ke dalam sepertinya.
“Apa kau benar-benar serius. Ini adalah sebuah pertanyaan terakhir dariku Altair.”
“Aku serius.” Jawabnya tanpa ragu.
Karena Hanzel sendiri tahu bahwa di hadapannya adalah sebuah gua gelap. Dan yang dia ketahui ada juga ular penjaganya yang memiliki ukuran memenuhi gua.
Hanzel hampir menangis. Ya, dia tersentuh akan kebaikan Altair yang telah keluar hanya untuk Yasmine. Padahal dia sama sekali tidak mengharapkan apapun. Dia berharap bersama dengan Altair lebih lama yang dia anggap lebih sekedar dari cucunya.
Meski mereka hanya bertemu beberapa hari saja.
Dia teringat bagaimana dia menemukan Altair yang terbaring tidak berdaya. Punggungnya patah namun dia masih bisa bernapas. Hingga Hanzel harus mengangkutnya dengan gerobak secara hati-hati dan tidak memberikan kesan kasar kepada Altair.
Dan semuanya telah berlalu begitu saja.
Hingga pada akhirnya Hanzel memeluk Altair sambil melelehkan air mata. Altair adalah anak yang cukup baik dan benar-benar terkutuk bagi siapapun yang membiarkan seseorang anak kecil berada di hutan ini hingga terjatuh.
“Jika memang begitu kau tidak perlu tergesa-gesa. Sebisa mungkin jangan membuat masalah. Jika kau bertemu ular itu jangan fokus untuk bertarung dan kau harus keluar dengan selamat.” Hanzel merintih. Dia mengelus punggung Altair dengan lembut.
Itu membuat Altair merasa cukup tersentuh. Dia mengalami sebuah dilema yang cukup besar dimana jika dia pergi, dia juga merasa kasihan. Namun apabila dia tidak pergi, maka nyawa Yasmine akan terancam.
Maka keputusannya adalah iya dan tetap.
“Jangan khawatirkan aku kakek. Aku akan kembali dengan selamat.” Alta mencoba menenangkan Hanzel.
Hanzel melepaskan pelukannya, wajahnya kini dipenuhi air mata seolah dia tidak begitu rela untuk Altair pergi. Tapi mau bagaimana lagi.
Tanpa menjawab, Altair masuk ke dalam gua tersebut tanpa ada rasa takut sama sekali. Namun sebelum fokus ke depan, dia menatap ke belakang dengan prihatin, menatap Hanzel yang bersedih dan air matanya membajiri wajah keriputnya
Barulah dia benar-benar masuk ke dalam dengan hati yang tenangi seolah dia akan menerima apapun resiko di depannya. Tidak peduli bagaimana rintangan di depannya. Dia akan tetap melangkah.
Langkah-langkahnya beresonansi di dalam gua yang gelap, menciptakan gema lemah yang memantul di antara dinding batu yang kasar. Di depannya, dia menyaksikan kehampaan gulita yang tak berujung.
Tetesan air menyusup ke dinding gua, menciptakan suara gemericik yang menenangkan dan mengisi ruangan dengan aroma lembab yang khas. Tapi ketika Altair memandang ke belakang, tidak ada jejak cahaya yang menandai jalan pulang. Dia mengerti bahwa dia telah berada di gua paling dalam, dan mungkin ini adalah saat di mana ular penjaga mengawasi dengan ketat.
Dia mulai menyalakan sebuah obor yang dia bawa semenjak awal. Dan pada akhirnya dia bisa melihat gua dengan tetesan air yang merembes ke dinding gua. Rasanya benar-benar lembab.
Obor tersebut menciptakan bayangan dirinya. Seolah menjadikannya sebagai teman perjalanan Altair yang panjang. Di iringi oleh stalatit dan stalagmit yang memesona apa adanya. Lebih tepatnya, apakah ini memang kandang ular?
Tidak heran karena ini adalah sebuah gua bawah tanah yang berumur mungkin lebih tua darinya. Apalagi dia sempat mendengar cerita bahwa Hanzel dan Yasmine juga melewati tempat ini dan tidak bisa kembali karena takut dengan ular tersebut.
Dan cerita itu sebenarnya benar-benar ironis.
Altair terus maju, suara gemericik air di dengar yang menandakan di depannya terdapat sebuah air terjun atau sesuatu yang mengalir. Pikirannya menjadi jauh lebih tenang karena mendengar suara alam yang natural.
Gua ini bagaikan menjadi temannya yang menenangkan dan mencoba menghilangkan sebuah beban berat. Keindahan yang memukau dengan beberapa bebatuan berkilauan menunjukkan bahwa gua ini bagaikan harta karun yang siap untuk ditambang kapan saja.
Gemericik terdengar, suara itu semakin dekat. Altair butuh istirahat sejenak setidaknya berada di tempat ini. Lagipula dia sudah beberapa jam berjalan jauh dengan sedikit rasa penat. Lagipula dia ingin minum air dari sumber mata air dan mengisi wadah minumnya.
“Huh, air terjun di dalam gua. Sebuah pemandangan yang memesona.” Batinnya.
Dia senang saat sampai di air terjun itu. Di sampingnya terdapat sebuah jalan yang memang terhubung. Tapi semenjak tadi dirinya memang berniat untuk singgah di tempat ini.
Altair meneguknya. Ini menyegarkan, pikirnya begitu. Selain itu dia duduk di samping sebuah aliran yang masuk ke dalam dinding gua dan tidak tahu dimana ujungnya. Tapi lebih baik untuk tidak mencari tahu karena itu bukan tujuannya.
Selain itu, dia mengambil beberapa makanan di tas yang dia pikul. Itu hanya membuat agar mengganjal perutnya agar tidak berisik.
Lucu saja, padahal sebelum dia masuk ke gua ini, dia sudah sarapan. Tapi siapa sangka berjauh beberapa kilometer sudah membuat dia sedikit lapar. Tapi dia juga mencoba berhemat karena dia sama sekali tidak tahu seberapa panjang gua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Ikram Dicky
penigkatan kekuatan nya seperti ap?
2024-10-20
0
Saepullah Saep
lanjut
2024-07-12
1
Jimmy Avolution
kaaaaabbbbuuurrrr....😀
2024-06-20
0