Brak.
Doni segera menutup pintu kamar. Malisa yang melihat-lihat mencari obat demam di kotak P3K. Ia lalu meminum obat demam yang kadaluarsanya masih lama. Dia kemudian memberikannya kepada Katy meskipun Katy sedang menangis. Setelah obat masuk, Malisa langsung memberikan ASI. Benar saja, Katy tertidur lagi.
Pagi. Malisa yang baru bangun jam lima untuk memeriksa Katy ternyata masih demam. Ini membuat Malisa khawatir. Ia keluar kamar dan melihat suasana masih sepi. Doni masih menikmati tidur dengan istri barunya.
Perut Malisa terasa sangat lapar karena tadi malam dia tidak makan apapun. Biasanya malam hari dia masih minum susu ibu menyusui atau makan roti. Dia kemudian melihat ke dalam kulkas dan ada roti. Pertama, dia memberi energi pada dirinya sendiri karena dia menghadapi semuanya sendiri. Dia tidak ingin kekurangan energi membahayakan dirinya dan Katy. Pasalnya, semalam terlihat Doni tak lagi peduli dengan Katy.
Saat Malisa hendak memakan roti di tangannya, tiba-tiba Mona menyambar roti itu. "Wah, ada yang mau memulai ini. Kita belum makan, apa kamu sudah mau sarapan?" gurau Mona.
"Beri aku rotinya, Mona! Aku lapar," bentak Malisa.
"Itu enak untukmu. Ini roti milik pemilik rumah. Kalau aku bilang tidak ya tidak," kata Mona tak kalah ketus.
Mendengar keributan itu, Doni keluar dari kamar. "Ada apa pagi-pagi begini?"
“Nih, dia mau makan makanan yang ada di kulkas padahal dia belum menyiapkan sarapan untuk kita,” jawab Mona mengeluh kepada Doni.
"Malisa, ayo siapkan makanan! Aku akan berangkat kerja," perintah Doni sambil membelai wajahnya yang mengantuk.
"Katy masih demam. Aku ingin membawanya ke rumah sakit setelah ini," kata Malisa.
"Sudah kasih obat penurun demam sesuai dengan apa yang dikatakan Mona atau tidak? Tidak perlu berlebihan! Di Katy, cukup berikan obat dan itu akan sembuh. Mona jauh lebih berpengalaman dari kamu," jawab Doni. .
Mona hanya tersenyum miring. Ia merasa bangga saat Doni membelanya di depan Malisa.
"Terserah Doni. Aku akan tetap mengantar Katy ke rumah sakit. Aku akan tenang kalau sudah diperiksa dokter," kata Malisa.
"Kamu keras kepala. Terserah kamu. Tapi kamu bawa Katy sendiri setelah kamu menyiapkan sarapan untuk kami," kata Doni. Kemudian dia meninggalkan dapur. Saat itu, Malisa mendengar teriakan Katy secepat mungkin, dia menghabiskan susunya tanpa memakan rotinya karena Mona mengambilnya.
Malisa semakin merasakan demam tinggi Katy. Tanpa pikir panjang, Malisa langsung membawa Katy ke rumah sakit. Padahal Mona membentak Malisa untuk menyuruhnya memasak terlebih dahulu. Tapi Lisa tidak peduli. Ia hanya ingin secepatnya ke rumah sakit untuk mencari tahu kenapa Katy demam sejak tadi malam. Ia juga sudah memberikan obat penurun demam pada Katy, namun demamnya masih semakin tinggi.
Sesampainya di rumah sakit Katy, dia diperiksa oleh dokter. Dokter pun mengambil sampel darah Katy. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya hasil tes darah keluar.
"Maaf bu, anak anda demam berdarah. Sejak kapan ia demam?" tanya dokter.
"Sejak tadi malam Dok. Saya sudah diberi obat penurun demam tapi kok masih demam dan barusan saya merasa demamnya semakin tinggi" jawab Malisa. Pilihannya tepat karena itu bukan demam biasa yang dialami Katy. Namun demam berdarah bisa berakibat fatal jika terlambat mendapatkan pengobatan.
"Syukurlah kau tidak terlambat membawanya ke rumah sakit. Anakmu harus mendapat perawatan. Setelah ini, tolong urus dulu administrasinya, agar bisa dipindahkan ke bangsal anak!" perintah dokter.
Malisa mengangguk. Dia masih memiliki tabungan di rekening yang dibawanya. Dia berharap itu sudah cukup untuk saat ini. Jika tidak cukup, dia akan meminta Doni. Meskipun dia tidak berharap banyak.
Setelah mendapatkan kamar rawat inap anak, Katy kemudian dipindahkan ke sana. Melihat Katy memiliki infus di tangannya membuat Malisa tak kuasa menahannya. Dia merasa jika dia bisa menggantikan posisi Katy, dia akan melakukannya. Sebagai seorang ibu tentunya tidak tega melihat anaknya sakit.
"Sabar ya sayang. Kamu anak yang kuat. Kita akan berjuang bersama, oke?" Malisa berkata dengan lembut pada Katy. Apapun yang terjadi, dia akan selalu berada di samping Katy. Pikiran Malisa jauh dari ibunya yang sedang sakit. Dia bahkan tidak tahu ibunya sakit apa. Karena disibukkan dengan masalah yang dihadapinya hingga tidak sempat menghubungi orang tuanya lagi. Namun posisinya saat ini sedang menunggu Katy sakit di rumah sakit. Akan lebih menyedihkan bagi orang tuanya. Lebih baik jika Malisa tidak menelepon mereka terlebih dahulu.
*
Sementara di rumah Doni, Mona yang kesal dengan sikap Malisa mengadu ke Doni.
"Doni, kenapa Malisa menyebalkan sekali? Dia tidak memasak untuk kita dan pergi begitu saja dari rumah," kata Mona.
"Biarkan saja! Dia pasti depresi juga. Aku juga sudah memberinya pelajaran. Lebih baik kita lakukan saja dengan santai!" Doni yang haus akan **** kemudian meminta Mona untuk berhubungan **** lagi, padahal tadi malam sudah tiga kali.
"Aku capek dan lapar. Aku mau makan dulu. Tenagaku habis hanya untuk memuaskan nafsumu, Doni," tolak Mona.
Doni yang mabuk **** tak peduli dengan keluhan Mona. Ia meraih Mona lalu menggendong Mona ke tempat tidur dan segera menyalurkan hasratnya. Dia tidak tahu apa yang membuat Doni terlalu terobsesi dengan ****. Malisa tidak bisa berhenti berpikir dan merasa tidak mampu.
Mona mendesah nikmat dan melupakan rasa laparnya. Tidak butuh waktu lama bagi Mona untuk tertidur lagi. Sedangkan Doni harus bekerja.
Malisa yang menemani Katy di rumah sakit tak peduli Doni mau ke sana atau tidak. Setidaknya dia hanya melakukan yang terbaik untuk putri kecilnya. Ia merasa nasib Katy sangat disayangkan. Ayahnya adalah seorang maniak **** yang telah mengkhianati ibunya seperti itu. Katy masih sangat muda dan harus merasakan keretakan antara ibu dan ayahnya.
Malisa bertekad Katy harus bahagia meski nanti hanya bersamanya. Malisa harus bisa menjadi sosok ibu sekaligus ayah bagi Katy.
Katy yang memasang selang infus sejak pagi sering menangis. Ini membuat Malisa tidak tega, Katy. Dia terus menggendong Katy dan memperkuat Katy. Katy juga masih minum ASI saja, dan belum waktunya makan. Sehingga kondisi Malisa harus fit untuk menghasilkan ASI yang melimpah.
Seorang perawat wanita datang untuk melihat kondisi Katy.
"Halo, Katy. Apakah kamu baik-baik saja?" salam perawat
"Sejauh ini masih menangis. Apakah itu normal?" tanya Malisa.
“Besok pagi Katy akan dicek darahnya lagi. Menangis itu wajar Bu. Karena dia masih bayi, dia hanya bisa menangis saat badannya terasa tidak nyaman?" jawab perawat.
"Tidak apa-apa. Bolehkah saya ke kamar mandi sebentar atau tidak? Tolong jaga anak saya sebentar," pinta Malisa. Sejak tadi dia memang menahan BAB dan juga menempel di tubuhnya. Dia akan melakukannya dengan cepat. Karena Katy membutuhkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
nyesek banget dgn nasib melisa...
2023-07-24
0