“Rey ...."
“Reynaldi Pratama. Kamu masih mengingatku?”
“Anita ... kamu Anita?” ucap Pram begitu sudah bisa menguasai diri. Ia masih mengingat jelas wajah perempuan yang ditinggalkannya tujuh belas tahun lalu.
“Bagaimana kabarmu sekarang, Rey?” tanya perempuan yang bernama Anita. Wajahnya cantik dengan rambut pirang dan bibir merah layaknya buah cherry.
“A ... aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” Pram terbata-bata. Sekarang ia sedang mengontrol perasaannya sendiri. Di sisa hidupnya, perempuan di hadapannya ini yang paling tidak ingin ditemui. Terserah kalau dunia mengatakan ia pengecut atau pecundang, tetapi memang ia dulu pantas mendapatkan predikat itu.
“Seperti yang kamu lihat. Sekarang aku bukan lagi gadis kecil yang lemah, seperti tujuh belas tahun yang lalu. Yang bisa dicampakkan dan dihina semua orang.” Anita tersenyum sinis menatap Pram.
“Bagaimana kalau kita pergi makan siang? Pasti ada banyak cerita yang bisa kita bagi, Rey,” tawar Anita. Ia tersenyum manis, memamerkan deretan gigi putih di balik bibir merahnya.
Setelah berpikir sejenak, Pram pun menerima ajakan makan siang Anita. Terlihat ia berpamitan dengan manajer dan kepala pengawas lapangan. Pram masuk ke dalam mobil dan memerintahkan sopirnya untuk mengikuti laju mobil Anita yang berada di depannya. Jangan ditanya bagaimana perasaan Pram saat ini. Kacau dan berantakan. Entah bagaimana harus menghadapi wanita itu nanti.
“Mau pesan apa, Rey?” tanya Anita setelah mereka duduk di dalam restoran.
“Pram ... panggil Pram saja seperti yang lainnya,” potong Pram.
“Hahaha. Kamu benar-benar sudah berubah Rey ... em ... maksudku Pram," sahut Anita. Ia tersenyum mendengar permintaan Pram yang baru saja dilontarkan.
Tak lama, pelayan pun datang mencatat pesanan mereka. Pram hanya memesan seporsi steak lengkap, sedangkan Anita lebih memilih salad untuk makan siangnya kali ini.
Tiga puluh menit kemudian, pelayan pun datang mengantarkan pesanan mereka.
“Silakan, selamat menikmati.” ucap pelayan.
“Terima kasih,” jawab Anita singkat.
“Ada lagi, Bu, Pak?” tanya pelayan memastikan yang kemudian dijawab dengan gelengan oleh keduanya.
Mereka menyantap makan siang sambil berbincang-bincang. Anita lebih banyak bicara, berbanding terbalik dengan Pram yang lebih memilih diam dan menjawab ala kadarnya.
“Tidak percuma kamu membuangku, Pram. Setidaknya sekarang kamu sudah berhasil menduduki kursi Wakil Direktur RD Group.” Tiba-tiba Anita berkata sambil tersenyum sinis.
“Maafkan aku.” Hanya itu yang bisa diucapkan Pram saat ini. Ya, ia bersalah kepada Anita. Tujuh belas tahun silam, ia meninggalkan Anita beberapa hari sebelum hari pernikahannya atas permintaan Pak Riadi. Apapun alasannya, hanya laki laki pengecut saja yang sanggup melakukan hal itu terhadap wanita yang disayanginya. Tidak terbayang bagaimana hancur dan malunya Anita saat itu.
“Aku sempat mendatangi rumah Pak Riadi setelah kamu menghilang, Pram. Dan kamu tahu, si tua bangka itu menghinaku dan keluargaku. Belum lagi, hinaan dari para tetangga dan kerabat di kampung. Ayah jatuh sakit setelah itu Ibu pun tiap hari hanya bisa menangis. Keluargaku menanggung malu karena ulahmu. Dan setelahnya, aku mendapat kabar dari David, teman baikmu itu, kalau kamu melanjutkan S2-mu di Inggris. Indah sekali hidupmu setelah mencampakkanku, Pram!” Anita mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini mengisi hatinya.
“Ma ... maafkan aku.” Pram terbata-bata. Ia hanya bisa mengucapkan kata maaf saja. Ia tau, kesalahannya dulu sungguh sangat besar pada Anita dan keluarganya.
“Sudahlah, waktu tidak bisa diulang lagi. Maafmu sekarang juga tidak bisa mengubah keadaan dan kenyataan.” Anita berusaha untuk membuat keadaan menjadi lebih nyaman.
“Kamu sudah menikah?” Pram mencoba memberanikan diri bertanya. Ia tidak melihat ada cincin yang melingkar di jari manis Anita. Namun, melihat penampilan Anita saat ini, kemungkinan besar sudah menikah dan pasti kehidupannya jauh lebih baik.
“Aku istri Almarhum Elang Persada,” jawab Anita singkat. Ia tersenyum menanti reaksi Pram.
“Jadi ....” Pram terlihat ragu.
“Ya, kekacauan di proyek saat ini ada hubungannya dengan perusahaanku.” Anita berkata jujur sambil menyodorkan kartu namanya kepada Pram.
“Apa maumu?” Pram bertanya sembari membaca kartu nama yang disodorkan Anita. Tertera nama Anita sebagai CEO PT. Elang Persada.
“Ayolah Pram, tidak perlu tegang seperti ini. Semua sudah berlalu, aku sudah memaafkanmu. Aku hanya ingin menawarkan kerja sama dengan perusahaanmu,” jelas Anita sambil menyeruput minumannya.
Anita menyodorkan proposal kepada Pram yang masih terdiam sambil membolak-balik kartu nama di tangannya.
“Aku permisi dulu. Kamu bisa mempelajarinya, tidak perlu menjawabnya sekarang, Pram.” Anita berkata sambil berdiri dan meninggalkan Pram yang masih terdiam.
“Kamu lihat saja Pram, bagaimana kamu akan jatuh dan memohon kepadaku. Seperti dulu aku memohon padamu. Aku akan mulai menghancurkan kalian satu per satu. Dan sebentar lagi, giliranmu Riadi Dirgantara.” Anita berkata dalam hati.
( Bonus foto makan siang Om Pram bersama mantannya, Anita)
***
Di indekos Dion.
Tampak Ibu Dion dan Kailla sedang sibuk di dapur indekos Dion. Kailla sedang belajar membuat combro. Dion sendiri sedang menemani adiknya pergi ke minimarket untuk membeli minuman.
“Nak Kailla, sudah lama kenal Dion?” tanya Ibu Dion sambil mengulen adonan.
“Sejak masuk kuliah, Tante," jawab Kailla singkat.
“Kamu bisa memanggilku Ibu. Sama seperti biasanya Dion dan adiknya memanggilku. Tidak terbiasa dipanggil tante ... hehehe,” ucap Ibu Dion sambil terkekeh.
“Ya, Bu.” Kailla tersenyum menjawab dengan singkat.
“Kamu suka memasak?” Ibu Dion bertanya sambil menatap Kailla yang sedang sibuk mempersiapkan isian combro.
“Aku hanya bisa membuat telur dadar, telur mata sapi dan mi instan saja, Bu.” Kailla menjawab jujur sambil tersenyum malu-malu. Harus diakui, ia jarang sekali ke dapur, semua kebutuhannya di rumah sudah disiapkan asisten rumah tangga.
“Gadis ini cantik sekali, tutur bahasanya juga sopan. Sepertinya dia gadis baik baik. Ah, dipikir-pikir tidak mungkin juga putraku bergaul dengan orang sembarangan.”
“Tidak apa-apa. Ibu juga waktu seumurmu hanya bisa merebus air.”
“Hehehe.” Mereka tergelak bersama.
Tampak seseorang diam-diam sedang melihat kebersamaan mereka dengan tersenyum. Dion yang sudah kembali dari minimarket memilih mengintip Kailla dan ibunya dari balik pintu dapur. Perasaannya menghangat melihat Kailla bisa akrab dengan ibunya.
Setelah meyelesaikan kursus membuat combro, Kailla pun berpamitan pulang.
“Bu, Aku pamit, ya. Besok kalau sempat, aku main ke sini lagi. Ibu lusa baru kembali ke Bandung, kan?”
“Ya. Oh ya, ini sekalian dibawa pulang, Nak.” Ibu Dion menyerahkan kantung berisi combro kepada Kailla.
“Terima kasih, Bu. Daddy pasti suka. Dion, aku pamit, ya.” Kailla pun bergegas menghampiri Sam yang sedang menunggunya di dalam mobil.
“Ayo, Sam!” perintah Kailla ketika sudah duduk di dalam mobil. Perasaannya sedang bahagia saat ini. Ia bisa berbincang dan memasak bersama Ibu Dion. Sudah lama ia memimpikan bisa bersama-sama dengan mamanya melakukan hal seperti ini, tetapi bagaimana bisa terjadi, mamanya meninggal saat melahirkannya. Senyum terkembang di bibir mungil, entah harus sedih atau bahagia. Sejak kecil, ia sudah diajarkan untuk menerima takdirnya.
***
Di kamar hotel, Pram mencoba membaca prosposal yang ditawarkan oleh Anita. Kembalinya Anita di dalam kehidupannya, sedikit banyak mengganggu pikiran. Bagaimanapun Anita pernah menjadi bagian dari hidupnya.
“Anita,” ucap Pram setengah berbisik. Ingatannya pun kembali ke masa-masa ia berpacaran dengan Anita dulu.
***
T b c
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Siti Sarfiah
pram mengenang masa lalu bersama anita
2022-10-28
0
Nur Lizza
ternyata pram jmpa mantanny si anita
2022-09-16
0
Anie Jung
Waahh sang mantan mau bls dendam ke om Pram.😐
2022-03-11
0