Flashback off.
Pram masih memandangi Kailla yang sedang tertidur. Tangannya mengelus lembut rambut panjang Kailla yang terurai di atas bantal. Wajah Kailla yang sedang lelap terlihat damai sekali, berbeda jauh sekali ketika ia sudah terbangun dan membuat kekacauan. Senyum tersungging di bibir Pram, membayangkan kenakalan demi kenakalan selama 20 tahun yang dilewatinya bersama Kailla.
Berlama-lama menatap wajah cantik Kailla yang sedang tertidur, membawa Pram terbawa perasaan. Tiba-tiba ia menundukkan wajahnya, mencium pipi Kailla yang halus. Tidak puas sampai di sana, ia masih mengelus pipi halus kemerahan bak buah persik. Perbuatan Pram itu akhirnya mengantarkan si gadis nakal kembali ke alam nyata. Perlahan kelopak mata itu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka sempurna.
“Om," panggil Kailla dengan suara serak begitu melihat Pram sudah di depannya.
“Hei, kamu sudah bangun?” Pram bertanya, tangannya masih sibuk merapikan beberapa helai rambut yang menutup wajah Kailla.
“Kapan Om datang?” tanya Kailla berusaha mengumpulkan kesadarannya.
“Sepuluh menit yang lalu,” jawab Pram singkat.
“Kenapa tidak membangunkanku?” Kailla menggerutu, segera bangkit duduk menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.
“Om masih ingin melihatmu tidur, jadi Om tidak membangunkanmu.” Pram menjawab sambil tersenyum melihat wajah cemberut Kailla.
“Ah ... pasti jelek sekali.” Kailla langsung meraih bantal dan menutup wajahnya. Terbayang betapa jeleknya saat ia tertidur, apalagi kalau sampai air liurnya membasahi bantal.
“Pasti memalukan sekali!” batin Kailla.
“Cantik,” jawab Pram singkat. Mampu mengalihkan perhatian gadis yang menyembunyikan wajah di balik bantal.
Blush—
Seketika pipi Kailla merona. Dengan tidak tahu malunya, ia mengintip dari balik bantal. Tatapannya bertemu dengan netra tajam Pram.
Deg—
“Hahaha.” Pram terkekeh melihat tingkah Kailla. Dari dulu Kailla tidak pernah berubah.
“Kamu lapar? Mau Om masakkan sesuatu?” tanya Pram lagi setelah berhasil memaksa Kailla menyingkirkan bantal dari wajah cantiknya.
Kailla menggeleng. “Aku masih kenyang, Om. Tadi aku sudah makan nasi goreng buatan Bu Ida.”
“Apakah kamu sudah membongkar semua belanjaanmu?” Pram bertanya lagi setelah matanya menangkap pemandangan paper bag bertumpuk di pojok kamar.
Kailla hanya mengangguk, ikut menatap ke arah yang sama. Ia tersenyum, membayangkan hampir semua barang kesukaannya sudah mengumpul di pojok kamar dan sebentar lagi akan menghuni lemari di kamar rumahnya.
“Baiklah kalau begitu. Ayo bersiap. Om akan mengantarmu pulang.” Pram segera berdiri dari duduknya.
“Om mau ganti baju dulu di kamar," ucapnya lagi.
“Om," panggil Kailla meraih tangan Pram, berusaha menahan langkah kaki Pram.
Pram menghentikan langkahnya, berbalik menatap Kailla.
“Kenapa Om memblokir semua kartu kreditku?” tanya Kailla. Sedari tadi siang ia sudah ingin bertanya. Ia masih penasaran dan bingung. Kesalahan apalagi yang sudah dilakukannya, sehingga Pram memblokir semua kartu-kartunya.
Pram terdiam sejenak, memikirkan bagaimana mulai menjelaskan pada gadis manja di depannya. Sampai akhirnya Pram mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto-foto yang dikirimkan Bayu padanya.
“Ini foto-foto aku bersama Dion. Kenapa bisa ada di tempat Om?” Kailla bertanya keheranan. Ia masih belum menemukan jawaban bagaimana foto-foto itu bisa ada di tangan Pram.
Pram memilih duduk di samping Kailla, menjelaskan pada gadis ini bukanlah perkara mudah. Ia sudah hafal watak Kailla.
“Om tidak masalah, kamu mau berteman dengan siapa saja, tetapi dari awal kamu kuliah, Om sudah menjelaskan. Kamu harus fokus dengan kuliahmu. Jangan melakukan hal yang aneh-aneh. Ini apa maksudnya? Tolong jelaskan pada Om,” tanya Pram sambil menunjukan foto - foto di ponselnya.
“Itu ... aku sedang membantu Dion. Temannya akan meluncurkan brand baru. Dia minta Dion untuk jadi model. Lumayan Om. Dion bisa membayar uang indekos. Nah, mereka membutuhkan model cewek, makanya aku membantu.” Kailla menjelaskan.
Pram mengembuskan napas kasar.
“Om tidak mempermasalahkannya. Kalau kamu mau membantu temanmu, tetapi tidak seperti ini. Coba kamu pikirkan, kalau foto-foto ini jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab dan mereka memanfaatkannya untuk menjatuhkan Daddy atau perusahaan. Semua bisa saja terjadi, Kai,” jelas Pram.
“Lagi pula Om tidak bisa memercayai temanmu itu. Kita tidak bisa menilai seseorang dari luar, Kai," lanjut Pram lagi.
“Dion itu anak baik, Om. Dia tidak pernah aneh-aneh. Anaknya pintar, buktinya dia bisa kuliah lewat beasiswa.” Kailla berusaha membela Dion.
“Cukup, Kai! Tanpa kamu menjelaskan, Om sudah tahu siapa Dion. Bibit, bebet dan bobotnya. Om tidak mau mendengar, kamu membela dia lagi. Kalau dia membutuhkan pekerjaan, kamu bisa memintanya datang ke kantor, temui Om. Om bisa memberinya pekerjaan, tetapi tidak dengan melibatkanmu seperti ini,” omel Pram. Ada nada cemburu di dalam kalimat Pram. Ya, ia cemburu ketika Kailla membela Dion secara terang-terangan.
Kailla hanya diam dan menunduk. Seketika ia mengingat kembali, pertanyaan yang sedari tadi berputar di otaknya. Bagaimana foto-foto itu bisa sampai ke tangan Pram.
“Kenapa foto-foto itu ada pada Om?” tanya Kailla mulai berani menatap Pram.
“Tidak penting bagaimana Om mendapatkan fotonya, Kai,” ujar Pram.
“Sam?” tanya Kailla lagi. Ia masih penasaran, setahunya Sam selalu di pihaknya. Bahkan saat pemotretan Sam tidak turun dari mobil sama sekali.
Pram menggeleng, “Bagaimana bisa Sam mengirim foto ke Om. Om yang mempekerjakannya, tetapi Sam malah berkhianat dan memilih bersekutu denganmu.” Pram menunjuk kening Kailla dengan jarinya.
“Jadi Om menyuruh orang memata-mataiku. Hah?” tanya Kailla mulai kesal. Hanya itu yang terpikir di kepalanya. Setelah Pram memastikan bukan Sam yang melakukan.
“Maunya Om itu apa?” tanya Kailla lagi.
“Belum cukup mengirim Sam mengikutiku setiap waktu, sekarang malah mengirim orang lagi untuk memata-mataiku,” geramnya.
Karena Pram tidak kunjung menjawab, Kailla akhirnya turun dari ranjang dengan mendengus kesal. Mengentakkan kakinya ke lantai berulang kali kemudian mengambil tasnya dan berjalan keluar kamar dengan emosi.
“Sam ... Sam ... SAM!” teriak Kailla marah. Ia mencari keberadaan Sam di semua ruangan, tetapi sama sekali tidak menemukan sopirnya itu. Berulang kali memanggil, tetap tidak ada jawaban sama sekali.
“Kai, Sam sudah Om suruh pulang tadi. Ayo, Om akan mengantarmu pulang," bujuk Pram meraih tangan Kailla. Berusaha menenangkan gadis yang sedang di puncak emosinya.
“Lepasin aku, Om! Aku naik taksi saja.” Kailla menolak sembari menghempaskan tangan Pram dengan kasar. Ia benar-benar kesal dengan Pram saat ini. Laki-laki itu sudah kelewatan, belum cukup membatasi ruang geraknya selama ini malah menambah mata-mata lagi.
“Ya Tuhan, hidup seperti apa ini! Aku hanya berharap bisa hidup normal seperti orang lain,” batinnya.
“Kai ...."
Dibonusin visual Om Pram waktu ditinggal pergi Kailla.
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Siti Sarfiah
kailla penasaran , jadi om memata mataiku
2022-10-28
0
Nur Lizza
keren banget
2022-09-16
0
Henny Kesumawati
😀
2022-06-20
0