“Kai," panggil Pram sambil mengetuk pintu kamar tidur Kailla.
Hening.
Kembali Pram mengetuk pintu dan memanggil Kailla sekali lagi. Menunggu beberapa saat, masih tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar.
“Sepertinya Kailla masih tidur?” ucap Pram.
Sedikit ragu, tetapi akhirnya Pram mencoba membuka pintu kamar. Dan benar saja, Kailla sedang terlelap, meringkuk memeluk guling.
Pram berjalan pelan supaya tidak membangunkan gadis yang sedang tertidur lelap itu. Ia memilih duduk di sisi ranjang, memandang wajah Kailla yang sedang terlelap. Pelan-pelan, menyibak beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajah Kailla.
“Cantik,” batin Pram.
Ia tersenyum. Berlama-lama menatap wajah Kailla yang sedang tidur rasanya menenangkan. Segala penat dan lelah yang tadi dirasakannya menguap seketika. Wajah damai Kailla ketika sedang tertidur itu sungguh menjadi daya tarik untuk Pram. Rasanya tidak pernah bosan memandang.
“Kai, aku menyayangimu. Aku ingin kamu bahagia. Aku tahu ini salah. Memaksamu menikah di usiamu yang bahkan baru 20 tahun. Aku ingin kamu bisa menikmati masa-masa mudamu yang tidak akan bisa diulang lagi. Aku ingin menikahimu karena kamu juga menginginkan pernikahan ini, bukan karena terpaksa," batin Pram sambil mengelus lembut rambut Kailla.
Flashback On
Dua tahun yang lalu.
“Pram,” panggil Pak Riadi memecahkan konsentrasi Pram. Pria itu sedang mengecek data yang dikirimkan David.
Saat itu, mereka sedang berada di ruangan Pak Riadi di mana Pram belum menjabat sebagai Wakil Direktur RD Group.
“Tolong nikahi Kailla, Pram.” Pak Riadi berkata sambil menyodorkan amplop berisikan laporan medisnya dari salah satu RS di Singapura.
Pram hanya diam dan menerima amplop yang diberikan kepadanya. Terlihat ia membolak-balikkan amplop itu tanpa membukanya. Kemudian, menatap Pak Riadi dan siap menyimak kata-kata selanjutnya yang akan disampaikan oleh orang yang sudah dianggap seperti ayahnya sendiri.
“Aku tidak tahu sampai kapan tubuhku bisa bertahan, Pram. Fisikku sudah tidak memungkinkan untuk terus bertahan di posisi ini. Dan ... satu-satunya orang yang dapat kupercaya untuk menjaga perusahaan dan putriku adalah kamu, Pram. Kamu sudah aku anggap seperti putraku sendiri,” ujar Pak Riadi.
Pram membuka amplop dan membaca dengan teliti laporan kesehatan tersebut. Hasil laporan kesehatan memang tidak terlalu baik. Terlihat ia mengerutkan dahi, berusaha memahami angka demi angka yang bahkan ia tidak paham artinya.
“Dalam minggu ini, aku akan mengumumkan pengangkatanmu sebagai Wakil Direktur yang baru, Pram. Setelah menikahi Kailla, kamu akan segera menggantikan posisiku sekarang sebagai Presiden Direktur selanjutnya,” lanjut Pak Riadi lagi.
“Bagaimana dengan Kailla?” tanya Pram singkat setelah melipat kembali laporan kesehatan dan memasukkan ke dalam amplopnya.
“Aku dan Kailla tidak punya pilihan, Pram. Di awal mungkin Kailla akan sulit menerimamu sebagai suaminya. Kita tahu sendiri, bagaimana hubungan kalian terbentuk dari awal. Namun aku tahu, Kailla menyayangimu sama seperti kamu menyayanginya. Kamu adalah tempatnya menangis setelah diriku, daddy-nya. Di dunia ini Kailla hanya memilikiku dan kamu, Pram,” ucap Pak Riadi.
“Setelah aku tidak sanggup lagi menjaganya, apakah kamu juga akan ikut membuang Kailla dan membiarkan laki laki brengs'ek di luar sana mengambil kesempatan dan tempatmu, Pram?”
Ini pilihan sulit untuk Pram. Di satu sisi ia sangat menyayangi Kailla, di sisi lain Pram takut mengecewakan Kailla dengan menerima pernikahan ini. Apalagi umur Kailla yang terlampau muda dan berbeda jauh darinya. Umur mereka terpaut 20 tahun, bukan hal mudah untuk Kailla bisa menerimanya. Apalagi di usianya sekarang, Kailla masih labil.
“Aku tahu, bisa saja kamu tidak menikahi Kailla, tetapi suatu saat kamu juga akan menikah, Pram. Apakah istrimu nantinya bisa menerima kehadiran Kailla di dalam hidupmu?
“Selama ini, kamu menjaga Kailla dengan sangat baik, bahkan melebihi apa yang aku lakukan untuknya. Tolong terima permintaanku ini,” mohon Pak Riadi, sorot matanya memancarkan ketidakberdayaan.
“Ini mungkin permintaanku yang terakhir, Pram. Tentunya kalian juga harus memberiku penerus Riadi Dirgantara. Ah, membayangkan menghabiskan masa tuaku bersama kalian dan cucu-cucuku. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain itu.” Pak Riadi terlihat tersenyum, pikirannya menerawang.
“Baiklah.” Pram menghela napas sebelum menjawab.
“Bisakah memberiku dan Kailla sedikit waktu, khususnya Kailla. Dia masih terlalu muda untuk menerima situasi ini.”
“Setidaknya menunggu Kailla menyelesaikan kuliahnya. Sekarang Kailla baru 18 tahun, baru saja menikmati masa-masa kuliahnya. Aku mau Kailla menikmati masa remajanya sama seperti remaja-remaja lain. Bukan menghabiskan waktu melayaniku, suaminya dan melahirkan anak - anakku. Dan ....” Pram sedikit ragu untuk mengatakan apa yang ada di pikirannya.
“Katakanlah, Pram.”
“Bisakah selanjutnya aku memegang tanggung jawab penuh atas Kailla, calon istriku. Aku ingin Kailla belajar bertanggung jawab dan mulai belajar menjadi seorang istri. Setidaknya, tidak kekanak-kanakan dan seenaknya seperti sekarang. Dan aku ingin pelan-pelan meraih hatinya, sehingga dia tidak kecewa dengan pernikahan ini. Aku ingin memberinya kesempatan belajar mencintaiku, dan sebaliknya aku juga mulai belajar mencintainya,” jelas Pram lagi.
“Baiklah. Mana yang menurutmu baik saja, Pram. Kalau kamu kesulitan, jangan sungkan - sungkan mengeluh padaku. Aku daddy-nya. Aku tahu, selama ini dia menutupi kesedihan dan penasaran akan sosok mamanya. Dan dengan posisiku sekarang, aku tidak bisa menghabiskan banyak waktu dengan Kailla. Apalagi, kamu sudah melihat sendiri catatan medisku. Mungkin ke depannya aku akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan dokter dibandingkan dengan Kailla. Aku titip putriku Kailla padamu, Pram.”
To ... tolong cintai dan jaga putriku.” Pak Riadi terbata sambil menahan tangis.
Ada kesedihan di setiap kata-kata Pak Riadi. Mungkin inilah saatnya ia melepaskan putrinya. Ia hanya berharap, bisa melepaskan putrinya kepada orang yang tepat.
Rasanya masih baru saja, bayi merah itu dibawa pulang Pram ke rumahnya. Tangisan kelaparannya setiap malam masih jelas terngiang-ngiang. Belum lagi kemanjaan dan kenakalannya sewaktu kecil. Putri kecilnya dulu selalu melakukan hal-hal yang aneh hanya demi untuk bisa bersamanya setiap waktu. Ia masih mengingat jelas rengekan Kailla setiap ia akan berangkat keluar kota. Hampir setiap hari, gadis kecil itu minta tidur bersamanya.
Walaupun ada banyak asisten di rumah menjaganya, tetapi posisinya tidak pernah tergantikan oleh siapapun. Kalau mengingat seberapa putrinya menyayanginya, ada penyesalan di hati Pak Riadi. Sembilan bulan di kandungan ibunya, Pak Riadi tidak pernah menganggap Kailla ada. Bahkan ia tidak pernah menemaninya sama sekali.
Pram, kamu bisa keluar sebentar,” pinta Pak Riadi berbalik badan. Ia menyeka air mata yang sedari tadi ditahannya.
Pram tahu, sekarang Pak Riadi sedang menangis di ruangannya. Ia menyadari sedari tadi Pak Riadi menahan tangis dan kesedihannya.
***
Terima kasih dukungannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Siti Sarfiah
pesan pak riadi hanya minta tolong pada pram tuk nikahi kailla
2022-10-28
0
Dian Min Young
ceritanya bagus ini, semoga bagus smpe end
dan aku mampir kesini, gegara bara dan Bella 😁
2022-09-26
0
Nur Lizza
semangat pak riadi kamu pasti kuat
2022-09-16
0