“Kai, apa yang terjadi?” tanya Pram. Berharap pertanyaannya kali ini sedikit bisa menenangkan gadis yang perasaannya sedang campur aduk.
“Kenapa Om memblokir semua kartu kreditku? Aku sudah membawa semua belanjaanku ke meja kasir, ternyata semua kartuku diblokir. Om tidak tahu seberapa malunya aku saat ini,” jelas Kailla, matanya mulai berkaca kaca.
“Maafkan, Om! Tunggu, Om akan segera ke sana. Minta Sam mengirim alamat lengkapnya."
Pram segera masuk kembali ke ruang rapat dan berpamitan dengan Pak Riadi, kemudian meminta asistennya untuk melanjutkan rapat.
Setengah berlari, Pram menuju lift dan segera ke basement di mana mobil sport hitamnya terparkir. Perasaan Pram sekarang tidak tenang, takut gadis nakal itu membuat masalah di mal. Ia tahu jelas penyebab semua yang terjadi karena dirinya sendiri. Baru kemarin ia meminta David memblokir kartu kredit Kailla, bahkan ia belum sempat mengabarinya.
Begitu sampai di lokasi, Pram bisa bernapas lega saat melihat Kailla sedang duduk manis di sudut toko. Gadis itu duduk dengan tenang, walaupun raut wajahnya siap mengajak perang saat itu juga.
Segera Pram menuju ke kasir, mengeluarkan dompet kulitnya dan menyelesaikan semua belanjaan Kailla tanpa banyak bertanya.
“Sam!” panggilnya setelah menyelesaikan transaksinya.
“Ya, Pak.” Sam menjawab singkat. Terlihat ia menunduk, bersiap menerima kemarahan majikannya.
“Bawa belanjaan Kailla ke apartemenku. Tunggu kami di sana. Kailla akan ikut denganku," perintah Pram.
Deg—
“Hanya ini saja! Padahal aku sudah menyiapkan diriku untuk menerima kemarahannya," batin Pram.
Ia menghampiri Kailla yang duduk di pojok. Gadis itu menunduk menatap sepatu kets tanpa berkedip. Pram berjongkok di depan Kailla, menyejajarkan tingginya dengan Kailla yang sedang duduk menunduk. Berusaha mengintip wajah seperti apa yang disembunyikan Kailla darinya.
Wajah gadis itu masih kelihatan kesal bercampur takut menciptakan kombinasi yang begitu menggemaskan.
“Hei, kamu belum puas memaki, Om?” ucap Pram lembut.
Kailla mengangkat kepalanya sekilas kemudian menunduk lagi. Setidaknya saat ini, itulah yang bisa dilakukan. Memastikan apa yang akan Pram lakukan selanjutnya.
“Hei, gadis kecil, Om minta maaf,” ucap Pram sambil mengelus pucuk kepala Kailla.
Mendengar ucapan Pram, rasanya Kailla ingin bersorak penuh kemenangan. Bagaimana pun ia harus berusaha supaya Pram tidak memarahinya. Terlalu banyak kesalahannya hari ini. Selain membolos, ia juga sudah mengganggu pekerjaan Pram dengan memaksa laki-laki itu datang ke sini hanya untuk membayar semua belanjaannya.
“Aku harus berakting sesedih mungkin supaya Om lupa untuk memarahiku,” batin Kailla.
“Hua ... hua ....“ Kailla mengeluarkan air mata buayanya sambil menghambur ke pelukan Pram. Ia sedang menciptakan suasana setragis mungkin. Air matanya mengucur tiada henti. Dengan susah payah ia membujuk air mata itu supaya mau bersekongkol dengannya. Kailla sedang membayangkan drama Korea yang paling sedih di abad ini, di mana kedua pemeran utamanya meninggal bersamaan di ending-nya.
Deg --
Begitu tangisan itu berhenti, Kailla bisa mendengarkan dengan jelas detak jantung Pram yang teratur, ditambah aroma maskulin benar-benar menenangkan. Pram, laki-laki matang yang masih tampan di usia kepala empat. Kailla tidak meragukan, ada banyak gadis bahkan ibu-ibu di luar sana yang takluk dengan pesona Pram. Namun, entah kenapa Pram masih setia membujang sampai sekarang. Kriteria Pram yang terlalu tinggi atau memang laki-laki itu menutup pintu hatinya sendiri, hanya Pram dan Tuhan saja yang tahu jawabannya.
“Sudah, aktingmu tidak terlalu baik. Ayo, kita cari makan siang. Ada yang mau Om bicarakan.” Pram menyentil kening Kailla, mengembalikan gadis itu dari lamunan sesaatnya.
Kailla mengusap keningnya yang sedikit memerah dengan cemberut.
***
Mereka sedang mengitari foodcourt di Central Mal ketika ponsel di saku celana Pram bergetar.
“Ya, Dave. Ada masalah apa?” jawab Pram setelah menggeser logo berwarna hijau di layar ponselnya.
“Kantor cabang kita yang di Bandung sedang ada masalah. Salah satu proyeknya terhenti karena beberapa pekerja melakukan mogok kerja. Saya sedang menyelidikinya Pak. Baiknya, Bapak kembali ke kantor dulu supaya kita bisa membahasnya dengan tim,” jelas David.
“Baiklah, satu jam lagi saya sampai ke kantor. Rapat sudah selesai?”
“Sudah, Pak.” David menjawab singkat.
“Apakah Presdir masih di kantor?” tanya Pram lagi.
“Masih, Pak ... sedang menunggu Pak Pram, sepertinya ada yang mau dibahas Pak Presdir. Sekarang menunggu di ruangan Pak Pram," jelas David.
“Baiklah, nanti tolong siapkan makan siang Pak Presdir. Pesan di restoran langganan kantor. Pak Presdir tidak terlalu cerewet dengan menu,” perintah Pram.
Setelah memutuskan panggilan teleponnya, Pram melirik ke arah Kailla. Gadis itu sedang menatap deretan foodcourt tanpa berkedip, mengabsen menu yang dijajakan satu persatu.
“Kai, sepertinya kita tidak jadi makan siang, Om harus kembali ke kantor. Om akan mengantarmu ke apartemen Om. Sam sudah menunggumu di sana.” ucap Pram tiba-tiba.
Kailla hanya mengangguk dan mengikuti langkah Pram. “Baiklah!”
Bayangan akan semangkuk bakso hangat lengkap dengan saus sambal dan lelehan kecap manis menguap seketika dari otaknya. Sedari tadi ia berusaha mencari menu bakso di antara deretan foodcourt tetapi belum sempat menemukannya Pram sudah membatalkan rencana makan siang mereka.
“Ya sudah, nanti pesan gofood saja.”
***
Ceklek.
Begitu mereka sampai di apartemen Pram, Sam sudah menyambut mereka dengan senyum sumringah. Ponsel yang sedari tadi ditatapnya dengan penuh penghayatan langsung diselip ke dalam saku celana.
“Siang, Pak.” Buru-buru ia berdiri menghampiri Kailla yang berjalan di belakang Pram.
“Non, belanjaan tadi saya letakkan di kamar Non,” lapornya pada Kailla. Kailla hanya mengangguk dan tersenyum, menunjukkan jempolnya ke arah Sam. Ia sudah tidak sabar ingin segera membongkar semua barang belanjaan dan mencobanya kembali.
“Kai, Om langsung balik ke kantor. Kalau butuh apa-apa, minta sama Bu Ida. Sekarang kamu bisa istirahat di kamarmu.” pamit Pram mengacak gemas pucuk kepala Kailla.
“Bai, Om.” jawab Kailla singkat, segera berjalan menuju kamarnya.
Pram terlihat mengeluarkan dompet dan menyodorkan beberapa lembar uang seratus ribu kepada Sam.
“Ambil ini! Kamu bisa menggunakannya kalau Kailla membutuhkan sesuatu. Anak itu lumayan bawel soal makanan. Pastikan dia tidak melewatkan makan siangnya,” titah Pram.
“Ya, Pak.” Sam mengangguk.
Baru saja Pram melangkah keluar pintu unit apartemennya, ia sudah berbalik lagi.
“Sam, pastikan Kailla tidak makan yang aneh-aneh!” Pram menatap tajam. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu. Dia masih mengingat dengan jelas, Kailla yang merengek pada Sam minta dipesankan som tam dengan campuran udang mentah seperti yang dilihatnya di instagram. Dan akhirnya harus membuat gadis itu menginap dua hari di rumah sakit. Kailla memang memiliki alergi untuk jenis makanan tertentu yang membuatnya tidak bisa sembarangan makan seperti orang kebanyakan.
***
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
🍁иιℓα❣️💋🆂🆈🅰🅵🅰️👻ᴸᴷ
ini si om kok sweet banget gini sih maulah jadi kailla sehari😄😄
2023-10-21
0
Nur Lizza
lnjut
2022-09-16
0
Henny Kesumawati
next
2022-06-20
0