“Kenapa? Pram mengerjaimu lagi,” tanya Daddy sambil tertawa. Ia sudah hafal dengan kelakuan putrinya ini.
Kailla hanya cemberut sambil melanjutkan menggoreng telur untuk Pram. Terlintas ide jahil untuk mengerjai pria itu. Wajahnya langsung berubah cerah, rasa kesal mencair seketika.
“Baiklah. Kamu sengaja menyuruhku memasak hari ini. Kita lihat saja, bagaimana telur ini akan membuatmu trauma seumur hidup. Aku pastikan rasa telur ini akan abadi sepanjang masa di dalam ingatanmu.” Kailla menyeringai sambil meraih stoples di atas rak.
“Apa yang kamu masukkan itu, Kai?” tanya Pak Riadi terkejut melihat bahan tambahan yang dicampuri Kailla ke dalam telur yang sudah dikocok di dalam mangkuk.
“Oh, ini bubuk kari, Dad. Aku ingat, kemarin teman kampusku cerita kalau telur dicampur bubuk kari akan menghasilkan taste yang luar biasa enaknya. Daddy mau kubuatkan juga?” tawar Kailla lagi.
“No—no. Thanks, Kai. Makan siang tadi sudah cukup mengenyangkan. Apalagi Daddy dianjurkan dokter untuk diet dan tidak boleh makan terlalu banyak." Pak Riadi menolak tawaran putrinya dengan cepat.
“Kamu pikir aku tidak tahu bagaimana kelakuanmu, Kai,“ batin Pak Riadi, tersenyum membayangkan kekacauan yang akan terjadi sebentar lagi. Ia jelas-jelas belum pikun, masih bisa membedakan mana bubuk kari, mana yang bubuk kopi.
“Gadis nakal!"
Pak Riadi sengaja membiarkan kelakuan Kailla, karena ia yakin Pram pasti bisa menangani Kailla seperti yang sudah-sudah. Pram adalah satu-satunya orang yang bisa menghadapi kenakalan Kailla. Kalau dengan Pram, Kailla akan patuh dan menurut, tetapi tidak jarang juga Pram harus mengelus dada menghadapi kemanjaan Kailla yang terkadang sudah di luar batas.
Tak lama, terdengar langkah kaki memasuki ruang makan kediaman Riadi Dirgantara. Donny, asisten Pak Riadi tampak berdiri di belakang Pram yang masih lengkap dengan setelan kantor dan kacamata hitam.
“Selamat siang, Presdir,” sapa Pram sambil melepas kacamata hitamnya dan menyimpan di saku jasnya.
“Kamu sudah sampai, Pram. Ayo, silakan duduk.“ Pak Riadi mempersilakan.
“Wah! Sepertinya makan siangku sudah siap, Kai,” ujar Pram tersenyum begitu melihat Kailla membawa sepiring nasi dan telur di atasnya lengkap dengan lelehan kecap malika.
"Pesan telur ceplok, datangnya telur dadar. It's ok." Pram tersenyum menatap sajian di hadapannya.
“Silakan, Om,” jawab Kailla, mempersilakan Pram menikmati makan siang. Tidak lupa ia juga menyiapkan segelas teh hangat.
“Ini teh rosella, Om.” Kailla meletakan teh hangat berwarna kemerahan itu di sisi kanan piring Pram.
“Perfect! Yakin bisa dimakan, kan?” Pram bertanya sambil menatap tajam manik mata gadis cantik di hadapannya. Seperti yang sudah-sudah, Pram tidak yakin sebenarnya.
Kailla berusaha tersenyum semanis mungkin. Ia memilih berdiri tidak terlalu jauh untuk menonton pertunjukan spektakuler yang sebentar lagi akan tayang di hadapannya.
Pak Riadi juga terlihat duduk menemani Pram menikmati makan siang.
“Bagaimana keadaan kantor, Pram?” tanya Pak Riadi membuka pembicaraan. Sudah lebih dari seminggu, ia tidak ke kantor. Usia dan kesehatannya akhir-akhir ini memaksanya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
“Baik, besok akan diadakan rapat untuk membahas peluncuran proyek baru kita. Dan sepertinya Presdir harus ikut rapat.” Pram menjelaskan sambil menyendokkan makan siang ke mulut.
“Ok, Pram. Besok aku akan datang. Nanti kabari Don, jam berapa rapat dimulai. Aku mau istirahat dulu. Selamat menikmati makan siangmu,” pamit Pak Riadi sambil menepuk pundak Pram, berjalan meninggalkan meja makan.
Mata Pram langsung melotot begitu makanan yang disuapkan ke mulut menyentuh lidahnya.
“Astaga! Anak ini benar- benar mengerjaiku. Aku melewatkan makan siangku demi makanan tidak layak seperti ini. Ya Tuhan,” ucap Pram dalam hati dan tetap berusaha menghabiskan makan siangnya dengan tetap tersenyum.
Kailla menatap Pram dengan tatapan tidak percaya. Pria itu hampir menghabiskan separuh isi piring tanpa protes.
“Apa aku salah menambah bahan. Jelas-jelas tadi aku mencampur kopi dan garam yang banyak,” ucap Kailla dalam hati. Tampak ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tatapannya seperti orang kebingungan.
Tepat di sendok terakhir, Pram memanggil Kailla mendekat.
“Kai, kemarilah! Pasti kamu penasaran bagaimana enaknya makan siang yang kamu buat kali ini. Om ingin kamu membuat telur dengan rasa yang persis seperti ini nantinya. Ayo buka mulutmu, kamu harus mencobanya.“ Pram bersiap menyuapi Kailla sambil tersenyum.
“Ti ... tidak, Om. Aku masih kenyang,” tolak Kailla gelagapan sambil menutup mulut dengan kedua tangannya.
“Habis aku kali ini."
“Ayolah, Kai.” Pram menghampiri Kailla sambil membawa sendok di tangannya. Terpaksa, Kailla membuka mulutnya setelah dirasa ia tidak punya alasan untuk menolak lagi. Sebenarnya, ia juga penasaran dengan rasa masakannya. Bagaimana Pram bisa menghabiskannya dengan tenang tanpa mengamuk.
Uhuk ... uhuk.
Kailla terbatuk begitu makanan itu berhasil masuk ke dalam mulut dan dikunyah. Ia menyemburkan makanannya keluar.
“Gila, ini rasanya parah sekali,” ucapnya dalam hati. Segera menyambar gelas teh di atas meja yang tadinya disiapkan untuk Pram. Seķali lagi Kailla tersedak, mulutnya kepanasan dengan bibir memerah. Efek tersedak menyebabkan nyeri di telinga.
“Sshh ... sshh ... pedas, Om.” Hanya kata itu yang bisa terucap dari bibir Kailla sambil mengibaskan tangan ke mulutnya.
Melihat Kailla yang kepedasan sampai mengeluarkan air mata membuat Pram panik. Segera ia berlari ke dapur mencari sesuatu untuk mengurangi rasa pedas di mulut Kailla.
Setengah berlari Pram membawa segelas air putih hangat dan menyodorkannya di mulut Kailla. Setelah meneguk air putih itu sampai tandas, rasa pedas di mulut pun sedikit berkurang. Air matanya keluar lengkap dengan kening berkeringat dan bibir memerah. Melihat pemandangan itu, segera Pram mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya, membantu Kailla menyeka keringat di keningnya.
“Maafkan, Om. Kamu baik-baik saja?” tanya Pram menyesal sudah mengerjai Kailla.
Kailla hanya mengangguk. Ia sebenarnya merasa menyesal sudah mengerjai Pram yang akhirnya terkena dirinya sendiri.
“Ini kualat namanya, mengerjai orang tua,” ujar Pram menyentil kening Kailla.
“Maaf ....” Kailla berbisik pelan sambil mengusap keningnya yang baru disentil Pram.
“Ya sudah, Om balik ke kantor. Sampaikan ke Daddy, Om pamit, ya,” lanjut Pram menepuk pucuk kepala Kailla lembut dan mengacaknya gemas.
“Huh," dengus Kailla kesal seraya mengepalkan kedua tangan menatap punggung kokoh milik Pram yang sudah berjalan meninggalkan ruang makan.
“Kamu mengatakan sesuatu?” tanya Pram tiba-tiba berbalik menatap Kailla.
“Ti ... tidak.” Kailla tergagap, buru-buru mempersembahkan seulas senyuman palsu dan manis. Ia segera menyembunyikan kepalan tangannya ke belakang punggung.
Pram berjalan meninggalkan kediaman Riadi dengan senyum terkembang di bibirnya. Di teras, ia masih sempat berpapasan dengan Donny yang hendak masuk ke dalam rumah.
***
Terima kasih.
Love you all
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Murniyati
penasaran kok pram bisa kuat 1/2 piring hhh
2024-09-02
1
Sea LVander
ini namanya senjata makan nona /Facepalm//Facepalm/
2024-07-06
0
🍁иιℓα❣️💋🆂🆈🅰🅵🅰️👻ᴸᴷ
hahahah niat ngerjain ehh ikut kena ya kai🤣🤣🤣
2023-10-21
1