Ketika surya menampakkan cahayanya, menandakan malam pengantin kedua milik Nastya yang kelam telah berganti pagi.
Dia menggeliatkan tubuhnya pelan dan merapatkan selimutnya karena suhu alat pendingin ruangan yang menusuk kulitnya. Hawa dingin menyergap tubuhnya yang masih polos berhiaskan lebam bekas karya tangan dingin sang suami. Nastya merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia terbangun dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa kecil tempatnya tidur semalaman.
Selain mendapat siksaan tamparan dan keningnya yang terbentur lagi di ranjang. Nastya di minta membersihkan kamar mandi karena suaminya itu tidak sudi menggunakan kamar mandi bekasnya. Belum lagi dirinya yang di paksa tidur di sofa kecil yang sempit sehingga badannya tak leluasa ketika beristirahat.
Nastya terbangun dan merenggangkan tubuhnya lagi. “Auuh... capek dan sakit sekali. Seperti belum tidur semalaman” dia menepuk – nepuk pipinya lalu beranjak ke kamar mandi.
Duduk di meja rias, menyisir rambutnya yang basah dan sedikit berdandan. Dy mencoba menutupi lebam di keningnya dengan make up.
“Jeglek” suara gagang pintu di putar. Sontak tubuh Nastya menegang.
“Sudah kamu bersihkan kamar mandinya?” Suara bagai malaikat maut itu menerobos hingga ke hati Nastya.
Nastya menjawabnya dengan mengangguk.
“Jawab!” Bentak Tommy sambil menjambak rambut Nastya.
“I-iya mas. Sudah” Nasty menahan tangan Tommy agar tidak terlalu keras menarik rambutnya.
“Cihh! Jangan sentuh aku!” Di hempaskan kasar rambut Nastya. Hampir saja membentur meja rias. Namun sebisa mungkin Nastya menahannya. Sudah cukup tiga kali keningnya terbentur.
Setelah selesai, Tommy dan Nastya beriringan menuruni tangga. Tampak dari atas, di meja makan sudah ada kedua mertuanya sedang menikmati sarapan.
Tommy langsung duduk tanpa menghiraukan istrinya. Namun Nastya berinisiatif untuk menyapa mertuanya.
“Pagi paa” ucapnya sambil menyalimi tangan sang papa mertua. Walaupun terkesan datar tapi tak ada penolakan dari Tuan Jhony.
“Pagi maa” hal yang sama dilakukan nastya pada sang mama mertua. Ketika mengulurkan tangannya, tak ada sambutan membuat Nastya kikuk. Dia lalu mencoba meraih tangan Nyonya Sandra namun reaspon mertuanya membuatnya terkejut bukan main.
“Byurr” segelas jus jeruk yang berada d samping kanan Nyonya Sandra mendarat mulus di wajahnya. Masih mematung, Nastya memandang mertuanya dengan wajah penuh tanya.
“Mama, kenapa Nastya di siram jus ?"
"Sampai kapanpun aku tidak sudi punya menantu tak tahu diri seperti kamu!” Bentak mertuanya. Sandra berdiri dari duduknya dan mengambil lauk ayam kecap di depannya dan di siramkan di atas kepala Nastya.
Kaget bercampur malu, itu yang di rasakan Nastya saat ini.
Nastya mulai terisak, dia mengusap wajahnya agar air kecap di wajahnya hilang.
“Jangan sok akrab kamu! Kamu pikir saya menerima kamu setelah penghinaan yang kamu lakukan? Jangan mimpi kamu hei anak orang miskin!” Sandra berkacak pinggang, dadanya naik turun menahan emosinya dengan tatapan penuh kebencian, seolah Nastya adalah makhluk paling menjijikkan di dunia ini. “Sana makan di dapur saja kamu. Bikin selera makan hilang saja!”
Nastya masih mematung. Dia masih mencoba mencerna semua ini. Apakah nyata? Aataukah hanya mimpi buruk?
“Jadi...?”
"Ya! Hanya sandirwara” memiringkan senyumnya. “Sana ke dapur!” Imbuh Sandra lagi, tangannya mengibas - ngibas di udara tanda mengusir.
Sedangkan Tommy dan Jhony hanya sebagai penonton kemarahan Sandra pada Nastya. Bagi Jhony, Sandra agak keterlaluan mengingat Nastya sudah menjadi menantunya namun diapun tak bisa banyak melakukan pembelaan bila mengingat betapa malunya keluarga Brotoseno saat pertemuan di rumah Pak Bejo ketika melamar Nastya.
“Semoga kamu bertahan Nastya” ucapnya dalam hati lalu melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda beberapa menit.
Berjalan gontai, Nastya menyeret kakinya menuju dapur. Ada mbok Darmi dan mbok Piyem yang kaget dengan kedatangan Nona Bosnya. Buru – buru berdiri dan menghampiri Nastya.
“Loh Neng Nastya kenapa ?” Mbok Darmi terheran – heran melihat tampilan Nastya yang penuh dengan kecap. Langsung saja Nastya memeluk Mbok Darmi sambil menangis. Sontak kedua asisten rumah tangga itu saling melayangkan tatapan penuh tanya.
***
Setelah menyelesaikan sarapannya, Dia memilih kembali ke kamar. Nastya duduk si tepi ranjang kamarnya, memandangi gaun pernikahannya yang sangat indah. Yang dia ketahui di rancang khusus oleh perancang terkenal dari Prancis untuk dirinya.
“Pasti gaun ini harganya mahal banget. Tuhan, aku tidak pernah menyangka. Bisa merasakan pernikahan bak putri kerajaan. Sangat indah dan mewah. Terima kasih Tuhan” dia berdiri dan menghampiri gaunnya, tangannya terulur membelai lembut gaun berwarna putih tulang itu. Payet - payet swarovski yang begitu detail memancarkan kilau yang indah, bagian atas yang berbentuk sabrina begitu memamerkan pundak Putih mulus Nastya saat acara pernikahannya kemarin. Hiasan di leher berupa kalung berlian dengan liontin berbentuk persegi enam warna biru Zamrud menambah kesan mahal dan mewahnya pernikahan Nastya.
"aku juga tidak menyangka. Akan mendapatkan takdir pernikahan seperti ini” menjeda ucapannya dengan helaan nafas pelan “tapi aku yakin Tuhan tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuan” dilihatnya jari manis kanannya yang tersemat cincin pernikahan bermata berlian sambil tersenyum.
"Aku yakin, suatu saat mas Tommy akan belajar menerima dan mencintaiku" gumamnya lirih menyebut sebait harapan pada sang Pencipta.
Lalu dia berjalan ke balkon kamar demi meraup oksigen sebanyak – banyaknya, sungguh udara di sekitarnya seakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan paru-parunya. Masih terlihat sisa tangis di matanya yang sembab.
“Lalu untuk apa membuat pernikahan yang indah itu, kalau hanya untuk sandiwara saja ?” Ucapnya lirih sambil menatap langit. “Tuhan, bukan pernikahan seperti ini yang aku impikan, bukaan”
Tok... tok.. tok suara ketukan pintu kamarnya membuyarkan semua kegiatannya yang sedang mengadu pada Sang Pencipta. Di hapusnya sisa air mata, Lekas mendekat dan membuka pintu berlahan.
“Iya mbok?” Ternyata Mbok Piyem yang mengetuk.
“Anu Neng, ibu nyuruh neng Nastya siap-siap”
“Siap – siap apa Mbok?”
“Katanya mau di ajak jalan – jalan ke mall”
Ada bias kebahagiaan di wajah Nastya saat mendengar itu, pikiran polosnya menuntunnya berpikir bahwa sang mertua memberinya kesempatan untuk memperbaiki hubungan.
“Baik mbok, secepatnya” dengan riang Nastya bersiap – siap. Memilih dress selutut berwarna navy yang ternyata snagat cantik di tubuhnya. Rambutnya tergerai indah bergelombang, polesan make up natural ditambah pewarna bibir bewarna nude menjadi penutup penampilannya siang ini.
Sekitar 10 menit, Nastya menuruni tangga dengan tergesa – gesa sehingga tidak melihat ada tumpahan air di anak tangga akhir.
“Akkkh!” Suara teriakan Nastya dan di akhiri suara benda terjatuh "buugh!!" mengagetkan Mbok Darmi yang tengah mengepel lantai.
“Astaga Neng!” Setengah berteriak wanita paruh baya itu kaget bukan main. Dia melemparkan begitu saja alat mengepel lantainya dan berlari melihat Nastya.
"Mbok, tolong” dia mengulurkan tangan hendak berdiri namun tidak bisa, kakinya juga bagian pinggul kebawah terasa sangat sakit. “Aakh! Sakit mbok” meringis kesakitan.
“Bentar Neng, saya minta pak satpam bantuin Neng berdiri ya”
“Tidak usah Mbok” Nastya akhirnya merangkak pelan menuju sofa terdekat dan sebisa mungkin dia mengangkat tubuhnya agar bisa rebahan di sofa ruang tamu.
“Mana yang sakit Neng?”
“Dari pinggang sampai kaki Mbok” sambil memejamkan matanya merasakan sakit yang teramat.
“Mungkin patah tulang kali ya Mbok?”
“Astaga Neng, jangan ngomong begitu. Mbok minta maaf, mbok lagi ngepel lantai tapi mbok juga bingung kok ada tumpahan air sebanyak itu di tangga” Mbok Darmi yang berusia 50an tahun memijat kaki Nastya, walaupun Nastya sudah berulang menolaknya. Mbok Darmi merasa bersalah.
"Plook... plokk... plookk..." suara tepuk tangan yang beradu dengan suara ketukan sepatu heels Sandra di lantai membuat suasana makin mencekam.
“Enaak yaaa.. jadi Nyonya di sini? Tidur – tiduran di sofa ruang tamu. Tidak punya kamar kamu?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments