"Ada apa?" Heran Regan karena saudaranya itu datang dengan terburu-buru.
"Kau tahu? Aku melihat bibi yang dengan Bella!!" Ucap Gerald dengan heboh.
"Terus? Aku juga melihat nya, apa yang perlu di aneh kan?" Heran Regan.
"Haish, dengarkan dulu penjelasan ku bodoh! Maksudku, bibi terlihat lebih banyak bicara saat bersama Bella. Kau tahu bukan apa maksudku?" Tanya Gerald.
"Kau yakin?" Tanya Regan.
"Aku serius, mereka terlihat seperti sudah dekat saja. Tapi meskipun begitu, aku salut pada Bella. Dia bisa memenangkan hati bibi yang keras itu...." Kagum Gerald.
"Kau benar, aku rasa bibi merasa nyaman dengan Bella." Setuju Regan.
Untuk sosok nyonya Samantha memang sudah di kenal sebagai wanita yang keras dan hebat, di usianya yang sudah tidak muda lagi dia sudah menjadi tulang punggung keluarga. Saat usia Sergio 3 tahun, nyonya Samantha langsung terjun ke perusahaan karena saat itu suaminya mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat.
Begitu pun dengan adik satu-satunya juga yang mati karena keracunan, hingga akhirnya Regan dan Gerald tinggal dengan dirinya saat usianya masih bayi.
Karena itulah sikap nyonya Samantha sangat keras pada Sergio, nyonya Samantha tidak menyetujui hubungan Sergio dan Hanan karena dia merasa bahwa Hanan bukan wanita yang baik untuk putranya.
Dirinya sendiri mati-matian untuk membuat Sergio bahagia, tapi wanita itu? Dia justru malah tidak seperti itu. Bukankah wajar jika seorang ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya?
•••
"Aku sendiri tidak masalah jika kau meniduri Sergio." Ucap nyonya Samantha dengan santai.
"Ah apa? Hahah nyonya, anda jangan bercanda." Kaget Rubella.
"Aku serius." Balasnya dengan yakin.
"Kalau begitu saya yang menolak, saya hanya bisa membantu untuk memisahkan mereka saja tapi tidak dengan memberikan tubuh saya dengan cuma-cuma." Senyum Rubella yang justru malah membuat nyonya Samantha terkekeh.
"Aku tahu, karena itu aku harap kau bisa cepat cepat tidur dengannya. Ah bagaimana jika kau memberikan obat tidur pada Sergio? Agar kau cepat mengandung dan dengan begitu, wanita miskin itu tidak bisa lagi berkutik. Aku akan membantumu menjebak Sergio jika kau mau....." Ucap nyonya Samantha yang terdengar semakin aneh.
"Nyonya, sepertinya anda harus makan siang. Apa mau saya pesan kan makan?" Tanya Rubella yang tidak ingin memperpanjang ucapan tadi.
"Tidak, aku jarang sekali makan." Tolak nyonya Samantha.
"Benarkah? Kalau begitu mulai sekarang anda harus rajin makan. Saya akan pesankan beberapa jenis makanan...." Ucap Rubella dengan mengambil ponselnya namun langsung di ambil oleh nyonya Samantha.
"Saya tidak bisa makan makanan luar." Jujur nyonya Samantha yang membuat Rubella terkejut.
"Ahh maafkan saya nyonya, kalau begitu bagaimana anda makan?" Tanya Rubella penasaran.
"Saya memasaknya sendiri, sudahlah.... Kau cepat pergi, jam istirahat akan segera habis." Ucap nyonya Samantha yang bangkit dari duduknya.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi nyonya." Pamit Rubella dengan bergegas pergi.
Setelah melihat kepergian Rubella, nyonya Samantha menghela nafas berat. Dia kembali duduk di kursi kerjanya, di tatapnya foto mendiang suaminya yang terlihat tersenyum bahagia.
Di lihat dari manapun, nyonya Samantha sangat kesepian. Adik laki-laki beserta istrinya juga sudah tiada karena keracunan, hal itu terjadi secara bersamaan saat dirinya masih muda.
•••
"Bella? Aku pikir kau sudah makan dengan bibi." Ucap Regan dengan tersenyum kecil.
"Tidak, nyonya tidak mau saya pesankan makan. Dia bilang, dia tidak bisa memakan makanan luar. Memangnya kenapa?" Tanya Rubella penasaran.
"Ahh itu, sebenarnya bibi sangat waspada terhadap makanan luar. Mau percaya atau tidak, semua bahan di dapur selalu di periksa setiap saat. Bahkan, alat untuk memeriksa kadar racun pun sangat banyak di mansion." Jelas Regan.
"Aku paham." Angguk Rubella, dia awalnya tidak paham mengenai berita yang mengatakan bahwa nyonya Samantha tidak mau makan makanan luar, ternyata itu ada alasannya.
Apakah nyonya Samantha trauma?
"Menurutmu, bagaimana bibi?" Tanya Regan penasaran.
"Nyonya Samantha, dia sangat baik dan pekerja keras! Aku sangat suka pada kegigihan nya itu, meskipun dia seorang wanita namun dia harus berusaha untuk bisa dalam segala hal. Terlebih, dia juga seorang ibu." Senyum Rubella dengan tersenyum lirih.
"Aku tahu pasti kau akan mengatakan hal tersebut, kau tahu? Orang-orang yang melihat bibi pasti akan mengatakan bahwa bibi itu orang yang sangat kejam, angkuh, sombong, tidak berperasaan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Tapi bagi ku, dia seperti sosok malaikat tanpa sayap." Ucap Regan dengan memejamkan matanya.
"Bersyukurlah karena kau masih memiliki bibi yang baik." Ucap Rubella dengan menepuk pundak Regan.
"Kau, apa kau tidak punya orang tua?' Tanya Regan untuk memastikan.
"....." Rubella hanya tersenyum, dia tidak menjawab dan memilih untuk fokus pada pekerjaannya.
Melihat reaksi Rubella yang seperti itu, membuat Regan tak enak hati. Sepertinya Rubella juga terluka dalam urusan keluarga.
"Maaf...." Ucap Regan.
"Tidak apa-apa." Balas Rubella.
Mereka kembali melanjutkan pekerjaan mereka, sesekali Regan melirik Rubella yang terlihat fokus pada pekerjaannya.
"Hai cantik." Sapa seseorang yang membuat Rubella mendongakkan kepalanya.
"Ahh Gerald?" Kaget Rubella.
"Kau sedang fokus pun tetap terlihat cantik." Goda Gerald yang hanya di balas senyuman oleh Rubella.
"Kau mau kemana?" Tanya Regan pada Gerald.
"Ini, dokumen ini harus segera di serahkan pada kak Sergio." Ucap Gerald dengan memperlihatkan sebuah dokumen pada Regan.
Mendengar nama Sergio, membuat Rubella langsung bangkit dari tempat duduknya dan segera berdiri di samping Gerald yang nampak terkejut dengan tingkah Rubella yang aneh.
"Ada apa?" Heran Sergio.
"Itu, bisakah aku saja yang mengantarkan nya?" Tanya Rubella dengan penuh permohonan, wajah cantiknya yang sedang memelas membuat Gerald gemas sekali saat melihatnya.
"Haish kau ini, seperti anak kucing saja." Jujur Gerald yang merasa ingin mencubit pipi Rubella yang nampak berbinar senang saat Gerald memberikan dokumen tersebut.
"Terimakasih, aku akan membalas kebaikan mu ini Gerald." Senang Rubella yang langsung masuk kedalam ruangan Sergio, tentunya setelah dia mengetuk pintu.
Didalam ruangan, hanya ada Sergio seorang. Rubella tersenyum puas karena wanita gila itu sudah pulang, mungkin sedang mempersiapkan dirinya untuk nanti malam.
"Selamat siang tuan, ini adalah berkas yang harus anda tanda tangani lagi." Ucap Rubella dengan tersenyum.
"Simpan saja disana." Ucap Sergio dengan memijat pelipisnya yang terasa pusing.
"Apakah anda membutuhkan obat?" Tanya Rubella dengan penasaran.
"Tidak perlu, hanya pusing biasa saja." Tolak Sergio dengan kembali mengerjakan tugasnya.
"Tidak usah di paksakan, tuan. Kesehatan anda jauh lebih penting, bagaimana jika anda sakit? Apakah anda tega melihat ibu anda selalu berada dalam ruang kerjanya?" Tanya Rubella yang membuat Sergio terdiam di tempat.
Yang di katakan Rubella memang benar adanya, jika Sergio sakit maka semua pekerjaan akan di serahkan pada nyonya Samantha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments