Didalam mobil ambulans, Hanan selalu menggenggam tangan Alia. Ia selalu membawa wanita itu bicara agar tak terlelap.
"Alia, kamu harus kuat, kamu pasti bisa. Kamu tidak boleh menyerah ya," ucap lelaki itu dengan suara parau.
Satu orang perawat yang ikut mendampingi selalu memperhatikan dengan seksama. Tentu saja dalam benaknya bertanya-tanya, ada hubungan apa Dokter tampan itu dengan wanita yang sedang kritis ini?
Alia tak menyahut. Namun, tatapannya terlihat kosong. Cairan bening masih menetes di sudut matanya. Hanan yang melihat sungguh hatinya kembali merasa perih.
"Pak, bisa lebih cepat lagi!" titah Hanan merasa lari kendaraan roda empat itu begitu lamban, sehingga lama sampai di RS yang mereka tuju.
"Baik, Dok!" driver ambulans menambah kecepatan kendaraannya. Jalanan yang sunyi membuat sang supir lebih bebas menggunakan akses jalan. Hanya lima belas menit kendaraan itu telah berhenti di teras IGD RS swasta yang ada di kota kecil itu.
Hanan dan pihak RS membawa Alia masuk kedalam ruang IGD. Hanan meminta Dokter umum yang sedang jaga malam untuk menghubungi Dokter Obgyn untuk melakukan tindakan pada pasiennya.
"Dok, segera hubungi Dokter Obgyn. Pasien harus segera di operasi!" seru Hanan dengan nada panik.
"Baik, sebentar kami hubungi ya, Pak," jawab Dokter umum itu.
Berulang kali Dokter umum menghubungi Dokter Obgyn, namun, sepertinya tidak tersambung.
"Maaf, Pak, seperti nomor Dokter kami tidak aktif," jelasnya yang membuat Hanan sangat kesal.
"Apa! Tidak aktif? Bagaimana bisa seorang dokter tidak mengaktifkan ponselnya, karena ini adalah tanggung jawab besar! Kalau begitu hubungi Dokter Obgyn yang diluar jadwalnya!" titah Hanan dengan nada tinggi.
"Sebentar ya, Pak." Dokter umum itu kembali menghubungi Dokter Obgyn yang lainnya untuk menggantikan. Namun, hasilnya tetap sama. Tentu saja mereka menonaktifkan ponsel mereka, karena bukan jadwal mereka.
"Tetap sama, Pak," ucap Pria itu dengan raut wajah cemas.
Hanan mengusak rambutnya dengan kasar, ia kembali membuka tirai tempat Alia dibaringkan. Ia kembali meminta petugas IGD memeriksa detak jantung bayi.
"Bagaimana, Sus?" tanya Hanan begitu cemas.
"Detak jantung bayi semakin melemah, Pak," jawab Suster yang memeriksa.
Hanan tak mampu lagi berpikir dan tak bisa menunggu. Ia meminta petugas untuk membawa Alia masuk kedalam ruang operasi.
"Bawa pasien ke ruang operasi sekarang! Biar saya yang mengambil tindakan!" titahnya dengan tegas.
"Apa maksud anda?" tanya dokter umum itu tak mengerti.
"Saya seorang Dokter Obgyn. Karena RS kalian tidak memiliki dokter siaga, maka saya yang akan mengambil tindakan!" jawab Hanan.
"Tapi, Dok, kami tidak mau mengambil resiko, karena anda tidak terdaftar Dokter di RS ini. Itu bisa menyalahi aturan," sanggah dokter itu masih menahan.
Hanan menyorot dengan tajam. "Apakah kamu akan membiarkan wanita itu dan anaknya mati tanpa tindakan apapun?!" bentak Hanan sudah emosi.
"Sekarang sediakan ruang operasi! Jangan pikirkan hal itu, nanti saya yang akan bertanggung jawab!" tegasnya yang tak bisa dibantah oleh petugas yang ada di IGD.
Dengan ragu mereka mengikuti perintah Hanan untuk menyediakan ruang operasi. Mereka juga menghubungi dokter anastesi.
"Kini Alia sudah dimasukkan ke ruang bedah. Wanita itu antara sadar tak sadar. Matanya terasa sangat berat. Namun, ia masih mengingat bayi yang ada dalam kandungannya sehingga memaksa dirinya untuk tetap bertahan.
Hanan segera menggunakan pakaian tindakan. Ia kembali berbincang pada Dokter pembantunya. Setelah semua merasa siap Hanan segera melakukan tindakan.
Alia sudah tak merasakan apapun, karena sekarang dirinya telah berada dibawah pengaruh obat bius. Sementara itu Hanan sedang berjuang untuk menyelamatkan nyawa wanita itu dan bayinya. Dalam hati ia selalu berdoa agar Allah melindungi mereka berdua.
Setelah berhasil membuka kulitt perutt Alia, ia segera meraih bayi yang belum cukup bulan. Ia merasakan tubuh bayi itu sudah tak bergerak dan tak mengeluarkan bersuara. Hanan meminta Bidan untuk membersihkan dan memberi rangsangan agar sang bayi bisa menangis.
Lagi-lagi bayi tak merespon apapun, dan nafasnya sudah tersengal-sengal. Mereka segera melarikan ke ruang bayi dan memasang peralatan, juga memberikan oksigen.
Hanan berusaha tetap tenang dalam menangani operasi ini. Ia berfokus untuk menyelamatkan Alia. Beruntung wanita itu bisa melewati masa kritisnya.
Hanan mengucapkan syukur setelah selesai menangani Alia di meja operasi. Kini wanita itu telah di ruang observasi sebelum dipindahkan ke ruang rawat inap.
Hanan membuka maskernya dan melepas pakaian tindakan. Hanan menghela nafas pelan. Keringat dingin yang menetes di dahi ia seka dengan perlahan. Hatinya masih belum tenang saat Dokter mengatakan bahwa bayinya masih kritis.
Hanan berjalan menuju ruang bayi untuk melihat keadaan darah dagingnya itu. Ia melihat seorang bayi perempuan yang sedang berjuang melawan maut. Nafas pendeknya masih terputus-putus.
Seketika hati lelaki itu berdenyut nyeri saat melihat keadaan malaikat kecil yang pernah ia tolak kehadirannya delapan bulan yang lalu. Dengan tangan bergetar ia mengusap wajah mulus tak berdosa itu.
"S-Sayang, kamu pasti bisa berjuang, Nak. M-maaf, Papa benar-benar minta maaf," cicitnya dengan suara tercekat dan gugup saat menyapa bayi bersih itu.
Hanan tak bisa mengutarakan bagaimana perasaannya saat ini. Hatinya begitu sakit melihat keadaan bayinya. Pria itu tak kuasa menahan air mata yang lolos begitu saja dari netranya. Hanan menumpukan kepalanya di boks kaca itu dengan lelehan air mata.
Hanan tak kuasa menahan tangis, sehingga tubuhnya terguncang menahan sesak di dadanya. "Maafkan Papa," ucapnya di dalam isakan. Ini kali pertama Pria itu menjadi lelaki yang cengeng, tangisan ini bentuk rasa bersalah dan penyesalan yang begitu dalam.
Sementara itu Alia sudah berada di ruang rawat. Perlahan ia membuka mata. Alia menatap sekeliling ruangan yang mendominasi warna putih. Alia berusaha mengembalikan kesadaran naik kepermukaan. Ia baru menyadari bahwa sedang berada di Rumah sakit.
Seketika ia mengingat bayi yang ada dalam rahimnya. Perlahan ia meraba perutnya. Sudah datar, kemana bayinya? Apakah dia selamat?
Alia kembali menitikkan air mata. Ia kembali menatap ruangan itu mencari seseorang untuk ia tanyakan keberadaan bayinya. Tak berselang lama seorang perawat masuk.
"Bu Alia sudah sadar," ucap perawat yang ingin menyuntikkan obat kedalam tabung infus.
"Sus, B-bayi saya mana?" tanya Alia dengan suara parau, efek obat bius belum habis dengan sempurna.
"Bayi Ibu sedang di tangani oleh Dokter anak. Ibu tenang saja ya," jawab Suster menenangkan Alia.
"A-apakah dia baik-baik saja, Sus?" tanyanya kembali ingin tahu kondisi buah hatinya.
"Kita berdo'a saja ya, Bu, semoga baik-baik saja," jawab Suster yang membuat hati Alia cemas seketika. Namun, ia tak cukup tenaga untuk memberontak.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Richard Lin
mewek aku author/Sob//Sob/
2024-06-02
1
my name
ngak terasa menetes airmata ku 😭😭😭😭
2023-11-30
1
Tjutjun Bambang
semoga bayinya selamat
2023-11-28
0