Hanan mengurangi kecepatan kendaraannya sembari menatap kiri dan kanan, ia melihat ada beberapa pemuda duduk di warung kopi yang masih buka.
Hanan menepikan kendaraannya di depan warung, ia menghampiri anak muda yang sedang konkow.
"Permisi, Mas, saya ingin bertanya. Apakah disini ada yang kenal dengan Alia?" tanya Hanan sembari membungkuk ramah.
Mereka saling pandang, dan menatap Hanan dengan penuh rasa curiga.
"Mas ini siapa? Ada keperluan apa dengan Alia?" tanya salah seorang Pria yang cukup dekat dengan wanita hamil itu.
"Saya adalah saudaranya, apakah Mas bisa tunjukkan dimana alamat rumah Alia?" tanya Hanan sekali lagi.
"Apakah benar anda saudara Alia? Kenapa anda membiarkan dia hidup seorang diri dalam keadaan hamil?" tanya pemuda itu kembali.
"Ah, ini hanya persoalan keluarga. Saya datang kesini ingin meluruskan segalanya. Dan saya ingin membawanya pulang," ucap Hanan beralasan.
"Kalau begitu mari ikut saya." Romi membawa Hanan untuk menuju kediaman Alia. Pria itu juga tidak ingin Alia dalam kesusahan. Jika benar lelaki ini adalah saudaranya, maka ia akan lebih senang melihat wanita itu kembali dengan keluarganya.
Hanan mengikuti langkah Pria itu. Jantungnya berdegup kencang. Rasanya ia tak mampu menahan gejolak hati yang sedang dirundung gelisah. Banyak yang ia cemaskan. Bagaimana jika wanita itu tak bisa memaafkannya?
Romi membawa Hanan menuju rumah petak yang tak jauh dari warung tempat ia nongkrong. Sebagai orang asing, maka para pemuda tadi ikut menemani mereka menuju kediaman Alia. Memang para pemuda disana sangat peduli dengan wanita hamil itu. Mereka hanya takut bila Hanan akan berbuat jahat pada Alia.
Hanan melihat kediaman gadis itu yang begitu memprihatinkan. Dadanya kembali terasa sesak. Andai saja dulu dirinya bertanggung jawab, mungkin nasib Alia tidak akan seperti ini.
Rasa sesal kembali menyelimuti hati lelaki itu. Ia benar-benar menyesal atas segala yang telah ia lakukan.
Tok!Tok!
"Alia! Alia!" panggil Romi.
"Ya, sebentar."
Alia membuka pintu rumahnya. Seketika tubuh wanita itu bergetar hebat saat melihat sosok lelaki yang sengaja ia hindari. Namun, kini lelaki itu berdiri dihadapannya.
Kembali peristiwa kelam saat Hanan merenggut paksa kesuciannya, dan kejadian dimana Hanan ingin menggugurkan kandungannya. Kenangan buruk itu bagaikan gumpalan asap tebal yang membuat matanya menjadi perih sehingga cairan bening menetes seketika.
"Tidak! Tidak!"
Alia menjerit histeris. Ia segera ingin menutup pintu rumahnya kembali. Namun, Hanan mencoba untuk menahannya.
"Alia, dengarkan aku dulu!"
"Tidak! Pergi kamu dari sini, pergi!" usir wanita itu sembari menutup pintu rumahnya kembali.
"Alia, dengarkan penjelasan aku dulu!" seru Hanan masih berusaha untuk mengetuk pintu rumah itu.
"Tidak...! Aku tidak mau melihat dirimu kembali. Sekarang pergi dari sini, pergi!" usir wanita itu dari balik pintu. Ia masih menangis histeris dengan segala rasa takut dan traumanya.
"Kamu siapa sebenarnya? Apa maksud dan tujuan kamu datang kesini? kenapa kedatanganmu membuat Alia takut?!" bentak Romi yang tak tega melihat dan mendengar Alia masih menangis dalam ketakutan.
"Tenang dulu Mas! Saya hanya ingin meluruskan masalah yang ada," ucap Hanan mencoba untuk menenangkan para pemuda yang telah menatapnya dengan tatapan tak bersahabat.
"Pergi kamu dari tempat ini! Jangan sampai kami bertindak sesuatu yang akan kamu sesali!" bentak Romi mengusir Hanan.
"Tapi, saya harus bicara dengan Alia. Tolong izinkan saya untuk bicara dengannya," mohon Hanan pada pemuda itu.
"Apakah kamu tidak melihat bahwa Alia sangat ketakutan denganmu! Apakah kamu keluarga mendiang suaminya? Apakah kalian ingin mengambil bayi yang ada di dalam kandungannya?! Ayo sekarang pergilah!" teriak lelaki itu kembali.
Ya, begitulah berita yang mereka terima dari pihak ibu kontrakan, mereka memang tidak tahu siapa Hanan yang sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa suami Alia telah meninggal dunia.
"Tapi, Mas...."
"Sekarang pergilah!!" bentak lelaki itu semakin keras.
Hanan tak bisa bicara apapun lagi. Dia melihat para penghuni rumah itu sudah keluar menatap curiga padanya. Dokter Obgyn itu harus mengalah untuk sesaat. Ia tidak bisa saat ini juga menemui Alia, karena suasana sedang tidak aman. Hanan akan datang kembali bila suasana sudah kondusif.
Hanan beranjak meninggalkan kampung kumuh itu. Ia akan mencari cara bagaimana untuk bertemu kembali dengan Alia.
Sementara itu Alia masih menangis sesenggukan dalam keseorangan. Ia kembali mendengar ketukan pintu.
"Alia, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Romi dari balik pintu.
Gadis itu menghapus air matanya, lalu berjalan mendekati pintu. "I-iya, Rom, aku baik-baik saja. Apakah lelaki itu sudah pergi?" tanyanya memastikan.
"Sudah, Alia, dia sudah pergi. Kamu tidak perlu khawatir ya. Dia tidak akan berani datang lagi," seru Romi menenangkannya.
"Terimakasih ya, Rom."
"Baiklah, jika kamu perlu bantuan, kamu jangan sungkan mengatakan padaku ya. Sekarang istirahatlah. Kamu tidak perlu takut. Aku akan menjagamu," ucap pemuda itu begitu baik.
"Sekali lagi terimakasih, Romi!" ucap Alia.
Kini wanita itu kembali naik keatas ranjangnya. Ia tak habis pikir kenapa Hanan bisa tahu kediamannya? Darimana lelaki itu mengetahuinya? Kembali rasa takut memenuhi rongga hatinya.
"Apa yang harus aku lakukan? bagaimana jika dia akan menyakiti bayiku? Apa yang harus aku lakukan ya Allah?" gadis itu bergumam sendiri.
Alia mencoba merebahkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa gelisah dalam jiwa. Namun, rasa takut membuat netranya enggan terpejam.
Alia kembali duduk sembari menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua malam. Seketika bisikan hati menyuruhnya untuk pergi meninggalkan tempat itu agar Hanan tak bisa menemuinya.
Alia yang tak bisa berpikir panjang, ia segera mengemas pakaiannya beberapa helai. Ia harus meninggalkan kediamannya, karena ia merasa sudah tak aman lagi.
Alia membawa uang simpanannya, dan beberapa helai pakaian. Ia segera keluar dari rumah itu dengan perlahan. Terlihat diluar begitu sepi. Namun, ia tetap waspada mengamati sekelilingnya. Takut bila Dokter itu masih ada disana.
Sementara itu Hanan yang sedang duduk di sebuah pos ronda, ia sedang memikirkan bagaimana cara untuk bertemu dan bicara dengan Alia hanya empat mata. Ia ingin meyakinkan wanita itu agar dia percaya bahwa dirinya ingin bertanggung jawab.
Saat Hanan sedang larut dalam lamunannya, ia merasakan ponselnya bergetar. Ternyata panggilan dari RS. Hanan segera menerima panggilan itu.
"Ya, Kak. Ada apa?" tanya Hanan pada salah seorang bidan yang sedang jaga malam.
"Dok, ada pasien yang baru saja melahirkan. Tapi, plasentanya lengket, Dok. Apakah Dokter bisa membantu?" tanya Bidan itu di ujung sambungan.
"Oh, baiklah, saya akan segera kesana." Hanan mengurungkan niatnya, karena ada nyawa yang harus ia selamatkan. Mungkin besok ia akan kembali ketempat itu.
Hanan segera menuju klinik untuk membantu pasien yang telah melahirkan. Setibanya di klinik Hanan segera memasuki ruang bersalin.
"Apakah bayinya sudah lahir?" tanya Hanan pada bidan.
"Sudah, Dok. Bayinya Alhamdulillah lahir, tapi sempat terlilit tali pusar," jelas Bidan.
"Tapi sehat 'kan?" tanya Hanan memastikan.
"Alhamdulillah sehat, Dok."
"Sudah berapa lama plasentanya didalam?" tanya Hanan, sembari mengenakan sarung tangan medis.
"Sudah hampir satu jam, Dok."
"Apakah ibu pernah kuret?" tanya Hanan pada ibu sibayi.
"Pernah, Dok, saya pernah keguguran anak kedua," jelas wanita itu.
"Ya, itulah penyebabnya plasenta akreta ya, Bu. Kalau begitu saya ambil secara manual saja ya."
"Kak, tolong dipasang tali restraint dulu," pinta Hanan pada Bidan dan suster.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Tjutjun Bambang
kenapa Alua melarikan diri lagi malah tambah susah nntinya
2023-11-28
1
Alika putri Nuraini Alika
lanjutan mana lg seru
2023-11-25
0
Lira firna S
kukut
2023-11-19
0