Alia menjalani kehidupannya dengan tegar dan berusaha untuk tetap kuat dalam menghadapi segala cobaan yang Tuhan berikan.
Wanita yang berumur dua puluh empat tahun itu ikut bergabung dengan buruh rongsokan yang lain. Dengan keadaannya yang sedang berbadan dua, maka pekerjaan seperti inilah lebih aman untuknya.
Tak apa, yang penting ia masih bisa menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan janin yang ada dalam rahimnya. Cukup nyaman dan tenang berada di tengah-tengah mereka yang sangat baik dan pengertian.
"Sudah banyak Alia?" tanya Bu Ambar, yaitu tetangganya sebelah.
"Iya, Bu, rencananya mau jual hari ini, karena toke nanti siang datang 'kan?" tanya Alia memastikan.
"Iya, yang lain juga pada mau jual," jawab Bu Ambar.
Alia hanya mengangguk sembari fokus dengan pekerjaannya untuk menyisihkan barang-barang rongsokan yang akan di jual nanti saat toke datang menjemput.
Hatinya cukup senang karena lumayan hasil mulung selama satu minggu. Hari ini ia akan menerima gaji. Cukup nyaman hidup sendiri tanpa ada tekanan dari ibu tirinya.
Alia istirahat sejenak, perutnya juga terasa lapar. "Anak Ibu sudah lapar ya? Baiklah, kita rehat sejenak ya. Ibu ambil makan dulu ya," ucapnya pada janin yang ada di rahimnya.
Alia mengambil makanan di dapur, dan melahapnya dengan tenang. Selesai makan ia kembali meneruskan pekerjaan. Masih banyak barang-barang belum ia sisihkan.
***
Siang ini di sebuah rumah mewah yang ada di kota bertuah. Seorang Dokter sedang berseteru hebat dengan kedua orangtuanya.
"Mama dan Papa tidak mau tahu, kamu harus segera menikah dengan Nova!" tegas Pria baya pada anaknya.
"Pa, aku sudah putuskan. Aku menolak perjodohan itu!" sanggah Hanan.
"Jangan macam-macam kamu Hanan! Jangan membuat keluarga malu!" bentak lelaki itu tak terima.
"Maaf Pa, aku tetap menolak. Dan aku tidak akan pernah mau menikah dengan Nova. Karena aku tidak mencintainya," jawab Hanan mendapat sorotan tajam dari ayahnya.
"Baiklah, kalau itu maumu. Papa akan menghapus kamu dari harta warisan. Dan perusahaan yang sedang kamu pegang sekarang, akan Papa tarik kembali!"
Hanan menatap dengan senyum tipis. Ia sudah tak peduli dengan apapun yang akan dilakukan oleh orangtuanya.
"Silahkan Pa. Aku sudah tak peduli, karena aku berhak memilih siapa wanita yang akan menikah denganku!" lelaki itu tetap berpegang teguh dengan pendiriannya.
"Hanan, jangan pergi! Kamu akan menyesal!" pekik lelaki baya itu.
Hanan tetap tak mempedulikan panggilan orangtuanya. Ia harus mengambil keputusan. Sudah beberapa bulan sejak dirinya merusak kehidupan kurir laundry itu. Dan selama itu pula batinnya tak bisa tenang.
Hanan selalu terbayang saat terakhir ia bertemu dengan Alia, masih terngiang di telinganya bagaimana kata-kata wanita itu yang tidak akan pernah bisa memaafkan kesalahannya.
"Hanan dengarkan ucapan Papa untuk terakhir kalinya!" panggil Pria itu menghadang langkah Hanan.
"Apalagi, Pa? Aku tidak peduli apapun yang ingin Papa lakukan. Silahkan ambil semua yang pernah Papa berikan padaku. Karena keputusanku sudah bulat. Aku tetap menolak perjodohan itu!" tegas Hanan pada ayahnya. Ia segera meneruskan langkah untuk keluar dari rumah mewah itu.
"Baiklah, bagaimana jika Papa juga mengambil ijazah dan segala sertifikat kelulusanmu. Juga tinggalkan semua kartu tanda kedokteranmu!"
Kata-kata terakhir lelaki tua itu membuat langkah Hanan berhenti. Ia menoleh kebelakang. Kembali senyum ia ukirkan seakan tak ada beban sedikitpun.
"Baiklah, silahkan ambil semuanya, Pa. Ambil semua apapun yang menurut Papa itu adalah milik Papa," ucap Hanan
"Hanan, kenapa kamu begitu keras kepala, Nak? Apa sulitnya untuk mengikuti kemauan Papa," ucap Mama meminta pengertian anak lelaki satu-satunya.
"Maaf, Ma, untuk hal yang satu ini aku tidak bisa terima, karena ini bukan lagi jaman Siti Nurbaya. Aku berhak bahagia dengan wanita pilihanku." Hanan segera meninggalkan kediaman orangtuanya.
Pria itu segera kembali ke rumah dinas yang disediakan oleh RS swasta tempat ia bekerja. Mulai sore ini Hanan resmi menutup praktek pribadinya yang memang kebetulan berada di tempat itu.
Saat Hanan sedang memajang tulisan tutup. Terdengar suara mobil berhenti di halaman rumah itu. Ternyata Papanya datang dengan beberapa bodyguard untuk mengambil surat-surat penting yang selama ini di gunakan oleh Hanan untuk bekerja di RS itu. Dan membuka praktek.
Ternyata ucapan lelaki baya itu tak main-main. Ia mengambil semua hal berharga yang ada pada Hanan. Dengan senang hati Pria itu memberikan.
"Berikan kunci mobil kamu!" pinta sang ayah.
Hanan menyerahkan segalanya. Ia tak merasa takut walau sedikitpun. "Ambilah. Aku harap Papa puas!" tekannya sembari memberikan kunci mobilnya.
"Kita lihat saja, sampai kapan kamu akan mampu bertahan dalam kemiskinan," tantang lelaki itu pada anaknya.
"Mari kita buktikan. Aku tidak akan pernah datang mengemis kekayaan yang Papa miliki. Aku akan buktikan bahwa aku juga bisa sukses walau tanpa uang, Papa!" tekan lelaki yang berumur dua puluh sembilan tahun itu.
"Dasar anak tak berguna!" gumamnya dengan tatapan menyala. Lelaki baya itu segera beranjak meninggalkan kediaman putranya.
Hanan menghela nafas dalam, dan memasok udara sepenuh dada untuk menetralisir Amarah dalam dadanya. Ia boleh marah pada orangtuanya, namun ia tak boleh membencinya. Bagaimanapun juga merekalah yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Hanan terduduk di atas ranjang. Tangannya mengusap wajah dengan pelan. Kembali wajah wanita itu hadir dalam benaknya. Ia harus menjelaskan pada Alia.
Hanan beranjak dari tempat duduknya, lalu keluar dari rumah itu. Ia melihat kendaraan wanita itu masih terparkir apik disana. Hanan menggunakan sepeda motor Alia yang tertinggal sejak pertikaian dengannya.
Pria itu ingin menjelaskan pada Alia alasan kenapa ia tak bisa menikahi waktu itu. Ia tahu bahwa gadis itu sangat marah dan membencinya. Namun, ia akan meminta maaf dan memberi tanggung jawab atas kehamilannya.
Tempat paling utama ia kunjungi adalah Cafe dimana Alia bekerja. Hanan menanyakan dimana Alia, tetapi mereka bilang Alia sudah berhenti bekerja dua bulan yang lalu.
"Apakah Mbak tahu dimana alamat rumah Alia?" tanya Hanan pada pegawai Cafe itu.
"Saya tidak tahu, Mas. Karena Alia bekerja disini masih sangat baru. Jadi kami masih belum begitu dekat dengannya," jelas pegawai wanita itu.
"Baiklah, terimakasih." Hanan segera beranjak, dan kembali memacu kendaraan gadis yang kini sedang ia cari keberadaannya.
Hanan bingung mau cari kemana. Ia juga sama sekali tak tahu dimana kediaman gadis malang itu. Seketika ia ingat Umi laundry. Ya, Hanan yakin mereka pasti tahu dimana alamat rumah Alia, karena disanalah gadis itu bekerja cukup lama.
Hanan segera mengarahkan motor matic itu ke rumah laundry tempat Alia bekerja dulu. Hanan berharap bisa bertemu dengan wanita itu.
Bersambung...
Nb. Maaf kemaren-kemaren slow update. Tapi sekarang akan rutin setiap hari. Jangan lupa dukungannya ya 🙏🤗🥰
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
hah
telat
2024-01-29
1
Tjutjun Bambang
hanan baru menyadari kekeliruannya dan baru sedikit balasan dari Alia
2023-11-28
0
Lira firna S
ya kiya harus membaca dengan keseruanya tapi kenapa ya
2023-11-19
0