Aku rasa dia orang yang tepat.

Kenapa? itulah pertanyaan yang ada di benak ku saat ini. Kenapa harus istriku yang mengalami ini? aku seorang Dokter Kandungan yang setiap hari memeriksa puluhan orang hamil dan membantu belasan orang melahirkan tapi kenapa aku tidak bisa menyelamatkan istriku sendiri?

Aku merasa menjadi Dokter yang tidak berguna, percuma aku menjadi Dokter kandungan kalau tidak bisa menyelamatkan istriku sendiri.

Nasi sudah menjadi bubur, istriku sudah pergi untuk selama-lamanya meskipun aku seorang Dokter tetap saja aku tidak bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah mengikhlaskannya agar dia tenang di alam sana.

'Maafkan aku sayang' gumam ku dalam hati sambil menatap wajah istriku yang semakin pucat.

Pergantian shift pun berlalu. Aku masih termenung meratapi kepergian istriku, rasanya aku masih belum percaya dia pergi secepat ini biasanya dia akan tersenyum hangat padaku ketika aku pulang dari rumah sakit kini dia sudah pergi untuk selamanya.

Aku pun merasa haus karena sedari tadi belum minum atau makan apapun, ku lihat semua orang tengah sibuk mengurus jenazah istriku hingga akhirnya tatapan ku tertuju pada seorang Bidan muda sedang menulis laporan. Aku pun menghampirinya dan menepuk bahunya.

"A... ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanyanya padaku. Tampak sekali kalau dia sangat terkejut.

"Tolong belikan saya teh hangat di kantin" pinta ku dengan lirih seraya menyerahkan uang dua puluh ribu padanya. Gadis itu pun setuju dan pergi ke kantin.

Tidak berapa lama kemudian gadis itu kembali dari kantin.

"Ini pesanannya, Dok" katanya seraya menaruh nampan berisi satu gelas teh dan beberapa roti di atas meja yang ada di depan ku.

"Aku tidak memesan roti" ujar ku ketika melihat roti di samping teh itu, karena sudah merasa sangat haus akupun meraih gelas berisi teh hangat itu dan meminumnya.

"Iya saya tahu, Dok. Tapi Dokter juga harus makan anak Dokter membutuhkan Papa nya jadi Dokter juga harus punya tenaga untuk merawat dan menjaganya" tuturnya padaku.

Aku pun menatapnya, aku bisa melihat ketulusannya.

"Terima kasih" ucap ku padanya kemudian.

"Sama-sama, Dok. Kalau begitu saya permisi" pamitnya.

"Tunggu!" ujar ku tiba-tiba menghentikan langkah kakinya.

Gadis itu pun berbalik dan menatap ku.

"Iya, Dok?" sahutnya.

"Ikut saya ke ruang Perinatologi" ajak ku tiba-tiba aku ingin melihat anakku dan mengajak gadis itu.

Sesampainya di ruang Perinatologi, aku mencuci tangan di wastafel sebelum menyentuh anak ku.

Setelah mencuci tangan, aku mendekati ranjang dimana anak ku berada. Aku menatapnya lalu mengangkat tubuh nya dan mendekapnya di dadaku. Dia sangat tampan. Andai saja istri ku masih hidup, mungkin dia akan sangat bahagia saat ini. Lagi-lagi dada ku terasa sesak saat mengingat Almarhumah istri ku yang baru saja meninggal dunia beberapa jam yang lalu. Air mata ku pun tidak bisa terbendung lagi.

Setelah menidurkan bayi ku dan mengusap air mata ku, aku pun menatap gadis itu. Tiba-tiba terbesit di pikiran ku meminta gadis itu untuk menjadi pengasuh anak ku.

Untungnya dia langsung setuju setelah aku menawarkan gaji yang lebih besar dari gajinya di rumah sakit. Bagaimana pun aku harus tetap bekerja untuk menghidupi dan membahagiakan anak ku. Karena istri ku sudah tiada, mau tidak mau aku harus mempekerjakan seorang pengasuh. Aku rasa dia orang yang tepat karena terlihat belum menikah. Jadi dia bisa fokus mengurus anak ku tanpa harus mengurus suami dan anaknya di rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!