**Bugh**
Lelaki itu tersungkur di atas kramik berdebu. Sudut bibirnya sudah berdarah. Ia memegangi perutnya, merasakan ngilu disana. Sungguh, ia sudah berusaha untuk melawan. Tapi semuanya sia-sia. Bahkan satu pukulan pun tak bisa ia daratkan meski tadi sempat menarik kerah seragam lawannya yang dipenuhi amarah itu.
"Tcih," sang pemukul –Izam– dia meludah, matanya menatap sengit ke arah lelaki yang sudah terkapar di atas lantai gudang yang kotor itu. "Sekali lagi gue liat lo lirik cewek gue, gue bakal buat lo angkat kaki dari sekolah ini."
Lelaki itu kini mencoba bangkit dengan susah payah. Belum sempat Izam melontarkan ancamannya lagi, ponselnya berbunyi. Setelah melihat nama yang tertera disana, ia pun buru-buru mengangkatnya. Raut wajah penuh emosinya sudah berubah hanya karena nama yang tertera di layar ponselnya itu.
"Izam, kamu dimana? Kenapa gak ada di kelas? Di kantin juga gak ada."
Izam menggaruk tengkuknya. "Aku di toilet, Sayang. Bentar lagi kelar."
"Iihh, kamu jorok. Kamu angkat telfon aku di toilet?"
Izam menyengir lebar, seakan beberapa saat lalu, ia tidak memukuli seseorang. "Hehe, ini udah selesai, kok."
"Aku tunggu di kantin yah?"
"Kamu sama siapa?"
"Aku sama Ivi."
"Oh, oke. Aku otw."
Setelah Mayka mengiyakan dan memutus sambungan telfonnya, Izam meletakan kembali ponselnya ke dalam saku. Tatapan Izam kini jatuh pada sosok di depannya. "Jangan sampe gue berurusan sama lo lagi, Gafan!" tukasnya tajam.
Lalu ia menatap pantulan dirinya di cermin dalam ruangan itu. Ia juga memutar tubuhnya dan menatap seluruh tubuhnya dengan detil dari atas sampai bawah. Ia bukan mencari bekas luka. Yang ia cari adalah bekas darah dari lawannya. Izam hanya tak ingin diintrogasi oleh Mayka.
Setelah dirasa tak ada apapun di seragamnya, lelaki itu pun berbalik. Ia melangkah keluar gudang itu sambil memasukan pakaiannya yang urakan. Ia juga mengambil dasinya dari dalam saku dan memakainya sambil berjalan.
Saat melewati kaca di tengah perjalanan, ia menyempatkan diri untuk bercermin dan merapihkan rambutnya yang berantakan. Kerah bajunya yang agak kusut membuatnya memisuh tanpa suara. Ya, karena perkelahian tadi, kerah bajunya sekarang kusut akibat sempat terkena tarikan dari lelaki yang ia dapati beberapa kali memandangi gadisnya.
Izam berusaha merapihkan pakaiannya yang kusut itu. Tapi tetap saja nampak terlihat. Ia merapalkan doa, semoga Mayka tidak curiga dan tidak bertanya macam-macam padanya.
Izam tidak ingin berbohong terlalu banyak pada gadisnya itu.
Padahal nyatanya, hidupnya penuh dengan kebohongan.
***
"Izam, ih, dari mana aja, sih? Lama banget," Mayka bersungut kesal pada sosok yang kini tersenyum miris dan melangkah ke arahnya.
"Aku dari toilet, manisku. Ada panggilan alam," balas Izam yang kini terduduk di samping Mayka dan menyapa Ivi yang duduk di hadapan mereka. "Ivi?"
"Wet," Ivi mengangkat wajahnya untuk menatap Izam. Sedari tadi ia memang menunduk karena tengah berbalas chat dengan gebetannya.
"Mau makan apa?"
Ivi tersenyum lebar. Meski ia tau kalau Izam tengah mengusirnya. Tapi ia sangat suka dengan usiran Izam yang berupa traktir makan sesukanya.
"Aduh, suka deh gue kalo udah diusir gini. Kaya biasa yah, gue pesen atas nama lo," ujarnya seraya berdiri.
Izam memutar bola matanya. Tapi ia juga bersyukur karena Ivi begitu peka. "Gue doain lo gendut."
Ivi yang baru mengambil satu langkah malah tertawa dan menoleh ke arah Izam, "Gak papa biar pelukable," katanya centil sambil memeluk dirinya sendiri. Mayka berdecih, tak habis pikir dengan sahabat anehnya itu.
"Pacar gue nih, pelukable. Kalo lo usirable!"
"Ish..." Ivi berdesis kesal, tapi kemudian ia berujar. "Tapi bener juga sih, hahaha," dan Ivi pun melangkah lebar dari sana.
Mayka geleng-geleng kepala bersama dengan Izam. "Aneh temen kamu."
"Emang iyah. Untung aku gak ketularan," ujar gadis itu sambil membuka bekal makannya yang dibuatkan oleh Izam.
"Kamu kaya gitu juga aku tetep cinta."
Mayka terkekeh. Matanya tak lepas memandang makanan sehat di atas mejanya. Keningnya berkerut tak suka, "Ini apasih?"
"Ini namanya sayuran, Sayang," Izam menunjuk-nunjuk sayuran di dalam tempat bekal itu.
"Aku tau. Aku kan maunya nasi goreng kaya kemarin."
"Ini hukuman karena kamu gak makan sayurnya kemarin. Sekarang kamu makan sayur."
"Tapi Izam, aku gak suka."
"Besok aku masakin nasi goreng sama ayam goreng, dikasih sosis sama bakso, sama telor mata sapi juga. Gak ada sayur."
Mata bulat itu berbinar senang mendengarnya. Izam memang tau sekali apa kelemahannya. "Okedeh, aku makan dengan senang hati," Mayka pun mulai menyendokan berbagai macam sayuran itu ke dalam mulutnya.
"Ngomong-ngomong, kenapa kerah baju kamu kusut?"
"Oh, ini," Izam sudah menyiapkan jawaban, "Tadi aku pake dasi gagal terus. Aku kesel. Jadi aku acak-acak. Eh, jadi kusut gini."
"His, makannya dasi itu gak usah dilepas-lepas!"
"Kecekik, Yang. Aku gak betah. Ini juga karena kamu aku pake."
Mayka memutar bola matanya. Jengah dengan kekasihnya yang tidak mengikuti aturan sekolah. "Aku mau minum."
"Eh, kamu belum beli air minum? Yaudah, tunggu sini aja! Biar aku ambilin."
Izam berdiri cepat. Ia pun melangkah dengan lebar menuju salah satu penjual di kantin itu. Percayalah, tidak ada satu pun yang berani untuk menatap wajah lelaki itu terang-terangan, semua menundukkan wajah saat Izam melewatinya, mereka yang sadar menghalangi langkah Izam pun buru-buru menyingkir dari hadapannya dan membiarkan lelaki itu lewat.
"Bu, air mineral nya dua," ujarnya dengan suara yang terdengar biasa saja. Iyah, biasa saja namun tetap mampu membuat beberapa lelaki yang ada di dekatnya menunduk karena mendengar suara lelaki tersebut.
Setelah merima dan membayar pesanannya, Izam berbalik membawa dua botol mineral itu di tangan kanan dan kirinya. Yang kanan untuk Mayka, dan yang kiri untuk dirinya.
Brukk
Rasanya, setiap orang yang melihat kejadian itu, ingin memekik keras-keras.
Izam sendiri kini melototkan matanya, menatap air mineral yang tadi berada di tangan kanannya kini sudah menggelinding menjauh karena ia mendapat tabrakan dari seseorang. Tabrakannya cukup kuat karena ia yakin lelaki itu tadi berlari sehingga mampu membuat pegangan pada botol itu terlepas meski tubuhnya masih berdiri dengan kokoh.
"Ma-maaf, Zam. Gu-gue gak sengaja."
Mata lelaki itu menatap setajam elang. "Gak sengaja kata lo?" suaranya rendah, tapi menyiratkan begitu banyak emosi.
Bugh
"Gue gak sengaja." dan ia pun pergi begitu saja usai melayangkan pukulan dan ucapan tanpa dosanya.
Sedari tadi matanya melirik-lirik ke arah Mayka. Beruntung gadis itu tak melihat saat dirinya memukul perut siswa yang menabraknya itu dan menghasilkan beberapa pekikan dari sekitarnya. Namun meski begitu, Mayka nampak tak perduli dan tetap menunduk memakan makanannya.
Izam tersenyum kecil, ia menyentuh pundak Mayka dan kembali duduk di samping gadisnya. Setelah membuka segel minuman itu, Izam meletakannya ke atas meja, membiarkan Mayka meminumnya.
"Maaf yah, lama."
"Gak papa. Ngantri, yah?"
Tadi memang mengantri. Tapi meskipun begitu, Izam tetap diutamakan. "Iyah," Izam terpaksa berbohong lagi.
Izam mengambil botol yang sudah Mayka letakan ke atas meja. Ia pun meminumnya seperti Mayka meminumnya tadi. Dan seperti biasa, semburat merah di wajah Mayka muncul ketika menyadari mereka berciuman tidak langsung dari sebuah botol mineral.
Sudah dekat sejak dari kelas enam SD dan menjalani status pacaran sejak satu SMP, tidak membuat Izam atau pun Mayka berhubungan fisik lebih jauh seperti kiss lips by lips. Mereka tak melakukan itu. Izam tak pernah mencari kesempatan, dan Mayka juga tak memberi kesempatan.
Mereka masih merasa kalau itu tindakan terlalu jauh dari status yang masih berpacaran. Meski Izam sudah pernah melihatnya, atau bahkan, melihat lebih dari itu. Pikiran Izam memang sudah ternodai, tapi dia tidak akan pernah mempraktekannya sebelum menikah. Izam berjanji permisah. Baiklah, terserah Izam saja!
"Kamu kenapa gak beli dua kalo haus?"
"Hemat."
Mayka terkekeh. Mana ada hemat di kamus Izam? Tapi biarlah Izam berkata apa.
"Yang, pulang sekolah anter aku yah?!"
"Kemana?"
"Beli sneakers. Ada keluaran terbaru."
Kan! Benar kata Mayka. Mana ada hemat di kamus Izam.
Mayka mencibikan bibirnya. "Beli air doang bilangnya hemat. Giliran beli sepatu yang harganya jutaan lupa berhemat."
Izam meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Namanya juga hobi, Yang." Ya, Izam memang hobi mengoleksi sneakers.
Lelaki yang duduk di sebelah gadis itu menyengir tanpa beban. Padahal beberapa detik lalu, ia baru saja meninju perut seorang siswa hanya karena menabraknya dan menjatuhkan botol air mineral yang ditujukan untuk Mayka. Sialnya saat mengingat itu, Izam ingin kembali memukul siswa tadi.
Izam memaki dalam hati karena tidak melihat jelas wajah siswa yang menunduk begitu dalam di hadapannya tadi. Padahal, ia merasa belum puas memberikannya pelajaran.
Ia sangat kesal bukan karena tubuhnya ditabrak.
Izam sangat kesal seperti ini, hanya karena air mineral yang ditujukan untuk Mayka-nya terjatuh.
Ya, hanya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments