Bab 5

Bel istirahat sudah berbunyi. Sebentar lagi gerombolan siswa keluar dari kelas untuk mengisi perut mereka. Seperti halnya Ariana yang langsung membuka kotak bekalnya begitu guru matematikanya keluar dari kelas.

"Bawa bekal apa, Sin?" tanya pada teman sebangku, Sinta.

"Sayur asem sama ikan tongkol balado," jawab Sinta dengan ekspresi berlebihannya.

Ariana menggeser kursinya ketika teman dekatnya di belakang ingin bergabung.

"Muat gak sih kalau dua meja buat tiga orang?"

Ariana terkekeh lalu menepuk-nepuk mejanya.

"Muat, Don. Gabung aja sini,"

Gadis berambut keriting itu berdecak ketika Ariana memanggilnya dengan Don lagi padahal sudah di peringatkan berulang kali.

"Nama gue bukan Megalodon,"

Mendengar ucapan Dona, Ariana dan Sinta tertawa. Mereka memang memiliki selera humor yang tinggi.

"Ariana bawa apa? bagi dong,"

tangan Dona akan mengambil sosis panggang yang ada di kotak bekal Ariana namun Sinta lebih dulu melakukannya.

"Aduh kalian nih rakus banget. Pada bawa bekal masing-masing tapi masih minta," keluh Ariana. Tapi Ia dengan senang hati berbagi makanan kesukaannya itu pada Sinta dan Dona.

"Dona suka sayur ya? tiap hari bawa sayur mayur," Ujarnya dengan mulut penuhnya, Dona mengangguk. Ia mengacungkan jempolnya ke arah Ariana. Setelah menelan makanannya, Ia menjawab,

"Suka banget. Lo gak suka sayur?"

"Gak semua sayur gue suka,"

"Gue suka semuanya,"

"Angin juga Lo makan. Ya gak?" seloroh Sinta menyebalkan.

Dengan ancang-ancangnya Dona ingin memukul temannya yang selalu berhasil membuat Ia kesal itu.

Sebelum Ia menjadi sasaran empuk Dona, Sinta sudah tertawa dan menangkup kedua tangan Dona dengan mimik wajah sedih yang dibuat-buat.

"Jangan sakiti aku, Mas,"

Ariana dan Dona bergidik geli mendengar kalimat Sinta.

"Jijik aku tuh,"

Ariana menggeleng pelan melihat perdebatan kecil itu.

"Terus... sayuran yang Lo suka apa?" ucap Dona melanjutkan pertanyaannya yang belum sempat di sampaikan pada Ariana.

"Brokoli, wortel, kembang kol. Udah itu aja kayaknya," jawab Ariana lalu memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

"Tapi nyokap Lo suka marah gak sih kalau Lo gak mau makan sayur gitu?"

Ariana langsung mengangguk begitu mengingat Eva yang selalu marah kalau Ia memisahkan sayuran yang tidak disukainya dari piring untuk dibuangnya.

"Marahnya kayak gimana?"

"Ya marah ala ibu-ibu biasa lah. Kamu mau sehat gak sih? susah banget kalau di suruh makan sayur,"

Ariana menirukan kalimat Eva ketika marah padanya membuat Sinta dan Dona tertawa keras.

Namun tak berselang lama, Dona terbatuk karena tersedak. Bukannya membantu untuk cepat-cepat memberi minum pada Dona, Sinta justru semakin tertawa.

"Sinta ketawa mulu nih!" tegur Ariana membuat Sinta membungkam mulutnya masih dengan tawa yang belum reda.

"Lo jahat banget sama gue. Seneng banget ngelihat gue kesakitan kayak tadi," ujarnya dengan geram.

"Udah, lanjutin makannya! Nanti keburu masuk. Abis ini gurunya grumpy lho,"

Sinta dan Dona mengangguk. Mereka kembali melanjutkan kegiatan makan bekal bersama. Saat-saat seperti ini yang sebentar lagi akan mereka rindukan. Setelah Ujian Nasional, mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Tidak se intensif sekarang jika ingin bertemu dengan teman sekelas.

"Lulus dari sini mau lanjut dimana, Ar?" tanya Sinta.

"Belum tau, Sin,"

"Udah lah nikah aja. Orang udah banyak duit juga. Ngapain mikirin kuliah sama cari duit lagi? bokap Lo duitnya kan menggunung,"

Ariana berdecak meras kalau ucapan itu berlebihan. Yang mempunyai segalanya bukan Ia tapi Daddynya, Bagas

"Gak gitu juga kali. Lebay Lo,"

"Gue tau desas-desus tentang orangtua Lo yang mantan Artis sama model. Walaupun Lo gak pernah cerita sama kita,"

Buat apa Ariana cerita? Itu bukanlah sesuatu yang penting untuk diketahui oleh teman-temannya. Lagipula orangtuanya sudah nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Bagas sudah berhenti dari dunia keartisannya begitupun Eva yang dengan senang hati melepaskan profesinya sebagai model demi merawat Ariana setelah lahir.

Bagas sudah menjelma menjadi pengusaha hebat sementara Eva memilih untuk mengisi waktu luangnya dengan membuat desain baju pengantin di butiknya sendiri.

"Udah jaman jebot itu mah. Gak usah dibahas lagi,"

"Tapi salut gue sama orangtua Lo. Lebih mentingin Lo daripada pekerjaan,"

"Ya iyalah. Emang seharusnya begitu, Don," jawab Sinta mewakilkan Ariana yang tengah meneguk air minumnya.

"Kan ada tuh orang tua yang ngebiarin anaknya yang masih kecil berangkat sama pulang sekolah sendiri. Bahkan harus nyebrang jalan raya dan naik angkutan umum juga. Mereka gak takut anaknya kenapa-kenapa kali ya?"

"Kan kita gak tau keadaan yang sebenarnya. Mungkin ada keluarga yang ekonominya kurang, makanya suami istri harus kerja. Ya terpaksa anaknya harus mandiri," ucap Ariana menuturkan cara pandangnya yang lain.

"Iya juga sih," gumam Dona.

"Intinya, tugas anak itu perbaiki masa depan, buat orang tua bangga. Karena mereka udah kerja keras pagi sampai sore untuk anaknya. Ya minimal bisa jamin hidup diri sendiri di masa tua deh. Itu aja udah buat orang tua bahagia,"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!