Beri aku waktu.

“Pak Julian, untung anda cepat datang,” seru bi Atun yang langsung menghampiri majikannya saat melihat Julian datang, baru saja bi Atun akan menelpon Julian tapi majikannya sudah datang lebih dulu.

“Ada apa, Bi?” Julian menatap asisten rumah tangganya khawatir.

“Itu pak, tadi nyonya Farida kondisinya mengalami penurunan karena tidak mau melakukan kemo.”

“Apa, terus bagaimana kondisinya sekarang?” 

“Dokter sedang menanganinya.”

Julian menghela napas beratnya. Dia menjatuhkan bokongnya ke atas kursi dan memijat keningnya yang pengar, dia tidak mengerti kenapa istrinya tidak mau melakukan kemoterapi hari ini.

Padahal cara satu-satunya untuk menekan agar kanker itu tidak semakin menyebar ke seluruh tubuhnya adalah dengan cara kemoterapi. Julian bingung entah harus mengobati istrinya dengan cara apa lagi, berbagai cara pengobatan sudah dia lakukan dari yang modern sampai tradisional bahkan sudah setengah dunia juga dia datangi untuk mencari dokter terbaik agar menyembuhkan kanker yang diderita istrinya, tapi hingga sekarang Farida tidak kunjung sembuh yang ada kondisinya malah semakin menurun dan membuat sebagian rambutnya mulai rontok akibat kemoterapi yang  menyakitkan. 

Julian sangat berharap sekali ada keajaiban datang yang akan membuat istrinya sembuh total, agar dia dan Farida bisa hidup bahagia seperti dulu lagi saat pertama kali mereka bertemu di universitas. 

“Pak Julian.”

Julian mendongak ketika seseorang memanggilnya.

“Bisa ikut saya sebentar?” ajak dokter Glen.

Julian mengangguk dan beranjak dari duduknya mengikuti dokter Glen yang selama ini telah merawat istrinya.

“Ada apa? Istriku baik-baik sajakan?” tanya Julian pada dokter Glen yang merupakan teman SMA istrinya dulu.

“Jauh dari kata baik.”

“Apa maksud kamu?” Julian menatap dokter Glen dengan sedikit amarah.

“Begini Julian, kanker di tubuh Farida sudah hampir menyebar ke otaknya dan itu akan sangat membahayakan nyawa Farida. Satu-satunya cara untuk memperlambat kanker itu tidak menyebar hanya dengan kemo dan sekarang istrimu menolak untuk melakukan itu, jika Farida terus menolak melakukan kemo aku khawatir Farida tidak—.” Dokter Glen menjeda ucapannya dan menatap khawatir pada Julian.

Julian menegakkan tubuhnya dan menatap dokter Glen dengan mata yang menyipit. “Farida akan apa? Kenapa kau tidak melanjutkan kata-katamu?”

Glen menundukan kepalanya seraya tidak tega untuk mengatakan kebenaran jika Farida akan meninggal dalam waktu yang dekat jika terus menolak untuk melakukan kemoterapi.

“Jangan bilang jika usia Farida tidak akan lama lagi,” sergah Julian yang mengerti jika Glen akan mengatakan hal itu.

“Julian, tidak ada yang tahu usia manusia sampai mana, kita sebagai manusia hanya mencoba berusaha memberikan yang terbaik dan berikhtiar untuk Farida dan kau tahu kan tidak ada yang pernah bisa menebak rencana Tuhan seperti apa.”

“Glen, aku mohon bantu aku menyembuhkannya kau tahukan aku sangat mencintai istriku sejak dulu. Aku tidak mau kehilangan istriku, bantu aku mencari dokter terbaik Glen berapapun biayanya aku akan membayar … aku mohon, sembuhkan dia seperti dulu lagi.” Julian memohon dan memelas pada temannya tersebut agar mau membantunya dalam penyembuhan sang istri.

Glen menghela napas, dia melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja. “Aku akan berusaha, tapi tolong bujuk istri mu agar mau melakukan kemoterapinya hari ini.”

Julian menganggukan kepalanya. Dia pun keluar dari ruangan Glen dengan perasaan sedih, karena kondisi istrinya yang sudah sangat parah.

“Mas,” lirih Farida ketika melihat suaminya datang sambil tersenyum ke arahnya.

Julian menghampiri Farida. Dia duduk di sampingnya sambil merapikan rambut Farida yang sedikit berantakan dan menatap wajah sang istri yang selalu terlihat pucat pasi. “Aku dengar hari ini kamu tidak mau kemo, kenapa hmm?” tanya Julian dengan nada yang begitu lembut.

“Aku lelah Mas, setiap minggu selalu melakukan kemo yang tidak membawakan hasil apapun untukku,” jawab Farida lesu.

Julian kembali tersenyum dan meraih tangan istrinya lalu menciumnya. “Sayang, apa kamu sudah bosan denganku?”

Farida menatap suaminya bingung. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?”

“Kamu tidak mencintai aku lagi?”

“Mas, aku masih sangat mencintai kamu dan cintaku tak akan pernah pudar sampai kapan pun.”

“Kalau kamu masih mencintai aku, kenapa kamu tidak mau melakukan kemo?”

“Mas, aku nggak sanggup lagi menahan rasa sakit yang menghujam tubuhku setiap kali melakukan kemo,” keluh Farida menunjukan ekspresi tidak nyaman.

Julian mengusap pipi Farida lembut. “Sayang, aku tahu tapi cuman ini jalan satu-satunya yang bisa aku lakukan agar kau tetap bertahan. Aku mohon jangan menyerah seperti ini, aku masih ingin hidup bersamamu sampai lima ratus tahun lagi.”

“Kita manusia Mas, mana mungkin bisa hidup selama itu,” celoteh Farida menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

“Aku tidak peduli, aku hanya ingin selalu bersamamu Farida, jadi aku mohon kamu mau  ya melakukan kemo lagi.”

Farida mengelus tangan suaminya lembut. “Aku akan melakukan kemo, asal kamu mau menikah dengan Karina,” ujar Farida lagi-lagi meminta suaminya untuk menikah dengan wanita lain.

“Sayang, aku tidak mengenal Karina dan aku tidak mencintainya bagaimana bisa aku menikahinya.”

“Dia asisten kamu Mas, kalian punya kesempatan untuk saling mengenal selama bekerja ...jika soal cinta seiring berjalannya waktu rasa itu pasti datang dengan sendirinya Mas.”

“Farida aku tidak ingin menikah lagi, aku tidak mau melukai hatimu,” tutur Julian menatap istrinya sendu.

“Kamu tidak akan menyakitiku, karena aku yang memintamu untuk menikah lagi ini keputusanku Mas.”

Julian diam. Sejujurnya ia benar-benar tidak ingin menikah lagi, karena hati dan cintanya hanya untuk Farida tapi istrinya terus mendesak dirinya agar mau menikah dengan asistennya yang belum genap satu hari bekerja dengannya. 

“Beri aku waktu satu minggu untuk berpikir, tapi kau harus berjanji padaku untuk bisa sembuh dan melakukan kemo lagi,” kata Julian.

Farida mengangguk penuh semangat, walaupun hatinya terasa sakit tapi ini sudah menjadi keputusannya dan dia harus mengikhlaskan jika kelak ia akan berbagi suami dengan wanita lain. 

Julian mengusap kepala istrinya dan dia menyuapi Farida bubur, setelah itu dia menemani Farida untuk kemoterapi sebelum dirinya kembali ke kantor.   

“Sayang, maaf aku tidak bisa menemani kamu disini lebih lama aku harus kembali ke kantor. Papa meninggalkan banyak  pekerjaan untukku sebelum dia pensiun,” ucap Julian pada Farida yang baru selesai melakukan kemoterapi.

Farida menganggukan kepalanya. “Tidak apa-apa aku mengerti kok.”

“Aku janji setelah pekerjaanku selesai, aku akan menemuimu lagi.”

Farida kembali mengangguk dan menutup kedua matanya saat Julian mengecup keningnya, ia melambaikan tangannya pada sang suami yang perlahan menghilang dari balik pintu.

.

.

.

.

***

Pukul empat sore, Julian kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang harus selesai hari ini. Dia masuk ke dalam ruangannya dan tiba-tiba kepalanya terasa berputar saat hendak berjalan ke mejanya dan dalam sekejap mata tubuhnya langsung oleng ke samping.

.

..

.

.

Bersambung. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!