Senyuman manis, semanis gula aren membuat Fadel seolah melayang terbang ke angkasa ketika gadis pujaan hatinya menyapanya dengan senyum yang begitu indah di pagi hari ini . Sudah satu minggu tidak bertemu dengan Karina, karena dirinya harus terbang ke belanda untuk urusan bisnis dan kini mereka dipertemukan kembali membuat rasa rindu yang selama satu minggu ini terpendam terbayarkan lunas hanya dengan satu senyuman dari orang yang Fadel rindukan.
“Manajer Fadel, apa anda baik-baik saja?” tanya Karina yang melihat pria di depannya sedang menatapnya sambil tersenyum bengong.
Karina melirik Julian sesaat kemudian, dia melambaikan tangannya di depan wajah Fadel sambil berpikir apa mungkin Fadel kerasukan hantu penjajah pas perjalanan pulang dari belanda?.
Julian bangkit dari duduknya dan menepuk bahu Fadel sehingga pria itu kembali meraih kesadarannya.
Fadel tertawa kecil karena ulah bodohnya dan kembali menyapa Karina dengan gugup.
“Hai Karin, lama tidak bertemu.”
“Benar aku sampai merindukan anda manajer Fadel.”
Fadel mengerjapkan matanya saat Karina mengatakan merindukan dirinya. “Benarkah kamu merindukanku?”
“Iya, saya merindukan anda sudah satu minggu saya dan Icha tidak ada yang mentraktir makan mewah,” celoteh Karina membuat Julian menahan senyumnya karena Karina merindukan traktiran Fadel bukan orangnya.
Fadel melemaskan kedua bahunya, padahal dia sudah senang Karina bisa merasakan rindu padanya ternyata itu hanya jebakan.
Karina terkekeh saat melihat manajernya tiba-tiba lesu .” Maaf manajer Fadel saya hanya bercanda, saya merindukan anda kok kantor terasa sepi selama anda pergi.”
mendengar pernyataan Karina, Fadel kembali bersemangat sambil mengulum senyum di bibirnya.
“Ekhem, Maaf manajer Fadel bukannya aku ingin menganggu moment kalian berdua tapi sepertinya kalian harus reuni di ruangan kalian karena aku banyak pekerjaan hari ini,” sela Julian.
Karina tersipu malu atas teguran bosnya, ia menyampaikan permohonan maafnya dan pergi meninggalkan ruangan Julian.
“Selamat bersibuk Pak Ceo,” ujar Fadel menepuk bahu Julian dan pergi menyusul Karina yang sudah lebih dulu keluar dari ruangan tersebut.
“Karin,” panggil Fadel.
“Ya saya.”
“Bisa ikut ke ruangan saya sebentar?”
Karina mengangguk dan berjalan disamping Fadel menuju ruangannya.
“Ini buat kamu.” Fadel menyerahkan sebuah tas kertas pada Karina.
“Apa ini, Pak?”
“Hanya oleh-oleh kecil, semoga kamu suka.”
“Wah, ini sih kesukaan saya Pak,” ujar Karina saat tahu jika isi di dalam paper bag itu adalah berbagai macam kue kering khas belanda.
“Iyakah?” mata Fadel berbinar senang saat Karina menerima hadiahnya dengan begitu bahagia.
“Iya, dulu saat saya pergi ke belanda bersama Pak Wicaksono saya sempat makan ini dan rasanya begitu enak sampai saya ketagihan kalau saja bisa borong, saya pengen banget beli semuanya dan bawa ke indonesia buat stok cemilan,” ungkap Karina yang langsung mencicipi kue kering tersebut.
“Terus kenapa kamu nggak ngeborong?”
“Biaya bagasinya mahal, terus kalau saya ngeborong bisa-bisa pas sampai indonesia saya diusir dari apartemen karena uang sewanya dibelikan kue,” kekeh Karina yang lagi-lagi memasukan kue kering ke dalam mulutnya.
Fadel hanya tersenyum sembari memperhatikan Karina yang tampak lucu dengan kedua pipi yang menggembung akibat banyaknya kue yang dia masukan ke dalam mulutnya.
“Pelan-pelan Karin, tidak akan ada yang merebut kue itu darimu,” tegur Fadel khawatir Karina akan tersedak.
Karina tertawa dan kembali memasukan toples kuenya ke dalam tas, lalu mengambil ponselnya yang berdering di dalam saku rok kerjanya.
“Maaf pak, saya angkat telepon dari Pak Julian dulu.” Karina sedikit menjauh dari Fadel untuk mengangkat panggilan teleponnya dan kembali menghampiri Fadel untuk berpamitan karena bosnya menyuruh untuk datang ke ruangannya.
“Oh iya, makasih buat kuenya ya pak.” Karina melambaikan tangannya pada Fadel sampai dia tidak bisa melihat manajernya lagi karena terhalang pintu.
Fadel menggelengkan kepalanya, kebiasaan Karina yang selalu melambaikan tangan hingga keluar ruangan masih saja belum berubah hingga saat ini.
.
.
.
.
.
“Permisi Pak, bapak panggil saya?” Karina masuk ke ruangan Julian dan menghampirinya
Julian mengangguk dan menyuruh Karina untuk mengcopy beberapa file penting. Tanpa perintah kedua, Karina langsung pergi untuk menjalankan tugasnya dan kembali dengan file-file yang sudah digandakan.
“Ini Pak.”
“Taruh saja disitu dan tolong kamu terjemahkan ini, saya tidak paham dengan bahasa mandarin,” titah Julian tanpa menoleh sedikit pun pada Karina.
“Baik Pak.” diambilnya file berwarna ungu oleh Karina dan dia duduk di sofa untuk mengubah isi file yang berisi tulisan pinyin ke bahasa indonesia.
Suasana ruangan Julian terasa sepi, yang terdengar saat ini hanya suara ketikan dari keyboard serta helaan napas dari kedua orang yang tengah fokus pada pekerjaannya masing-masing. Berjam-jam telah berlalu. Karina akhirnya bisa menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu yang cukup cepat, ia melakukan peregangan pada kedua tangannya yang terasa pegal karena terlalu banyak mengetik dan tiba-tiba alarm ponselnya berdering dengan suara keras yang mengejutkan keduanya.
Karina yang kaget dengan dering ponselnya buru-buru mematikan ponselnya dan tersenyum bodoh saat Julian menatapnya dengan tatapan sinis.
“Hehe maaf Pak.”
“Lain kali kalau kerja, hp itu dimatikan biar nggak ganggu orang lain,”tegur Julian mengusap dada
nya yang berdebar karena rasa terkejut.
“Baik Pak.” Karina melihat jam yang melingkar di tangannya jarum jam itu sudah menunjukan untuk waktunya makan siang.
“Sudah waktunya makan siang, Bapak mau makan apa biar saya pesankan,” tawar Karin.
“Tidak usah, saya mau ke rumah sakit menemani istri saya makan siang disana,” jawab Julian datar.
“Istri bapak masuk rumah sakit, ya ampun kenapa pak?” tanya Karina yang langsung mengatup bibirnya begitu Julian menatapnya sinis, padahal Karina bertanya karena peduli tapi Julian seolah merasa risih dengan pertanyaan yang dilontarkan asistennya tersebut.
Julian beranjak dari duduknya dan bergegas pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan istrinya dan Karina baru pergi dari ruangan Julian setelah melihat bosnya benar-benar pergi.
“Aneh, aku kan cuman tanya kenapa dia marah seperti itu? Aku jadi penasaran sebenarnya Nyonya Farida sakit apa sampai-sampai tidak bisa memiliki anak,” gumam Karina dalam hatinya.
“Woy!” Icha mengejutkan Karina yang sedang berjalan sambil melamun.
“Aish gila! Jantung gue hampir aja copot,” desis Karina yang kaget karena Icha datang secara tiba-tiba.
“Ya lagian lo jalan sambil ngelamun, entar kesambet tau rasa lo,” cibir Icha melingkarkan tangannya di lengan Karina.
Karina mencebikan bibirnya sebagai respon.
“Lagi mikirin apa sih? Mikirin bos baru ya, inget dia udah punya istri … eh iya gue lupa lo juga kan calon istri keduanya,” celoteh Icha sambil terkekeh.
“Icha, gue heran sama lo sebenarnya lo itu temen apa musuh gue sih,” kesal Karina pada temannya yang terus meledeknya.
“Istri kedua? Siapa yang bakal jadi istri kedua?” sambar Fadel membuat kedua wanita itu langsung berbalik terkejut saat Fadel tiba-tiba menyahut.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments