019. Menjadi Seorang Mar

Mar mengikuti ke mana langkah Chika menenteng Teddy Bear-nya. Malam pertama di rumah Harris ia malah tak bisa tidur nyenyak. Berkali-kali terbangun karena bermimpi hal yang sama; jatuh dari jembatan. Ia selalu tersentak saat seorang wanita berteriak saat ia didorong Samsul. Suara wanita itu tidak asing. Merasa tak akan bisa tidur nyenyak lagi, ia mandi saat langit masih gelap. Setidaknya di hari pertama bekerja sebagai Mar ia tidak mau kesiangan dan mendapat amukan bosnya.

“Mbak Mar kenapa, sih? Kemarin katanya sebentar saja. Aku ditinggal lama. Padahal aku demam.” Chika berhenti di ruang makan dan kembali duduk di kursinya.

“Saya ada keperluan di rumah. Anak saya...kamu tau anak saya, kan? Jay....”

“Mas Jaya sama Hasan? Ya, tau .... Kan, Mbak Mar aneh. Ngomongnya kayak Papi kalo telfonan. Pake saya-saya.” Chika tertawa kecil, meletakkan Teddy Bear di kursi kosong sebelahnya. “Mbak Mar udah sarapan?” Chika menunjuk mangkuk kosong di depannya.

Mar menarik kursi dan duduk di sebelah Chika. Membalik piringnya dan langsung mengolesi selembar roti dengan selai kacang kesukaannya.

Mungkin saking deketnya dengan Chika, Mar emang udah biasa makan atau sarapan bareng. Lumayan ... ada selai kacang brand kesukaanku.

“Tumben Mbak Mar mau diajak makan bareng. Makan roti lagi. Biasa katanya kalau nggak sarapan nasi, Mbak Mar nggak konsen kerja.” Chika mengangkat cangkir berisi susu dan meneguk isinya.

Mar sudah menganga dengan setangkup roti siap masuk ke mulutnya saat Chika bicara. Tangannya langsung turun. “Yang bener yang mana? Bisa ikut sarapan, enggak?”

Chika tertawa kecil. “Ya, bisa aja. Aku malah suka. Hari ini Papi berangkat cepet. Jadi nggak bisa sarapan bareng aku. Tumben, sih. Hari ini nggak ngerayu aku juga.”

“Ngerayu apa?” Mar mengunyah dengan mata berkeliling. Khawatir kalau Surti atau pegawai lainnya muncul melihat Mar yang begitu santai.

“Ngerayu yang biasa,” jawab Chika santai sambil menunjuk kotak sereal.

Mar tanggap dengan menuangkan sereal ke mangkuk Chika. “Ngerayu? Ngerayu apa?” Kembali mengangkat setangkup rotinya setelah meletakkan sendok di mangkuk sereal.

“Padahal setiap hari aku ceritain.” Chika cemberut.

“Ya kamu, kan, banyak cerita. Mbak Mar lupa yang mana.” Mar mengunyah rotinya dengan santai dengan kaki terayun. Berharap kalau Chika mau lebih banyak bercerita kalau ia sesantai itu.

“Ck, Mbak nggak pernah nyimak. Itu, lho ... ngerayu pindah rumah. Aku, kan, selalu cerita setiap pagi Papi pasti ngerayu aku pindahan dari sini. Dan aku selalu nggak mau. Aku suka rumah ini. Kan, Mbak Mar sendiri yang bilang kalau kamarku itu Mami yang buatin. Tapi setiap hari Papi ngerayu ngajak pindah. Kenapa harus pindah?” Chika menatap Mar dengan mulut penuh. Mengharapkan jawaban dari Mar yang sedang mencoba memahami isi cerita.

Kenapa harus pindah? Aku juga nggak tau. Memangnya Mar harus tau?

Mar menghabiskan setangkup roti sambil berpikir. Mulutnya mengunyah dengan tangan menumpu dagu.

“Rotinya enak, Mar? Nggak nambah lagi? Sekalian nasinya,” sindir Surti yang masuk dengan nampan kosong hendak mengangkat alat makan yang sudah dipakai.

“Aku nggak biasa makan nasi pagi-pagi. Roti segini aja cukup. Terlalu banyak karbo di pagi hari malah bikin ngantuk.” Mar menjawab Surti dengan santai. Suaranya kecil mencicit, namun nadanya berwibawa. Membuat Surti yang tadi niat menyindir langsung membuat raut serius. “Kamu tau kenapa Pak Harris ngajak anaknya pindah? Selama ini aku cuma pura-pura tau. Karena sebagai senior di rumah ini....” Mar lagi-lagi sengaja menggantung kalimatnya. Ia hanya tinggal menunggu Surti yang doyan bicara itu menyambung ucapan.

“Sebagai senior kamu boleh ngasi info yang salah? Maksudnya gitu?” Surti melirik Chika yang memakan serealnya dengan lahap.

Mar berdiri ikut membantu Surti membereskan meja makan. Sengaja menjauhi Chika yang sedang tidak memperhatikan mereka. “Yang kemarin-kemarin aku asal aja, sih.” Mar menghindari tatapan Surti. Ia berbisik agar Surti tahu bahwa topik obrolan itu tidak boleh terdengar Chika.

“Padahal kamu sendiri yang ngomong kalau Pak Harris itu trauma karena nggak lama tinggal di sini istrinya kecelakaan dan meninggal. Kamu sendiri yang ngomong kalau Pak Harris nganggap rumah ini bawa sial. Istrinya minta tinggal di daerah ini karena mau jauh dari kota yang berisik. Pak Harris manut meski kantornya jauh, tapi tetap pulang pergi setiap hari. Kalau kamu yang senior aja ngomongnya pura-pura tau, lantas aku percaya siapa lagi?” Surti sudah berdiri dengan nampan penuh peralatan makan kotor.

“Ayo ke belakang. Aku bantu cuci piring.” Mar merangkul bahu Surti.

“Jangan ngibulin aku kayak anak kecil, Mar. Kamu memang lupa atau pura-pura lupa kalau di sini ada mesin pencuci piring? Aku tinggal masukin piring-piring kotor ini dan aku bisa ngerjain yang lain.” Surti menuju dapur dengan Mar yang masih mengikutinya.

“Mungkin Pak Harris masih terpukul karena istrinya kecelakaan....” Lagi-lagi Mar menggantung ucapan dengan wajah sok bijak dengan tangan menyentuh bahu Surti. Menunggu lanjutan ucapan dari mulut rekan kerjanya. Tapi Surti hanya diam mengangkat alis.

“Lalu? Kamu nggak ada niat nyambung omonganku?” Mar berdecak kecewa.

“Karena istrinya kecelakaan bersepeda nggak lama setelah mereka tinggal di sini. Jangan bilang kamu asal ngasi informasi ke aku.” Surti sudah tiba di dekat mesin pencuci piring dan mulai menurunkan satu persatu piring kotor dari nampan.

“Aku cuma ngetes kamu aja. Kamu perhatian atau nggak ke keluarga tempat di mana kita mengabdi.” Mar melepaskan tangannya dari bahu Surti.

“Udah, ah. Kita nggak usah terlalu ngusilin keluarga orang. Kita inget aja dompet kita di tanggal segini cuma berisi pasfoto 2x3.” Surti selesai memindahkan semua alat makan kotor ke dalam mesin dan menyalakannya.

“Bukan ngusilin keluarga orang. Tapi peduli pada keluarga di mana kita bekerja. Itu beda, Surti. Kamu harus bedakan.” Mar berpura-pura menyentil debu dari bahu Surti dan pergi berlalu dari dapur.

Kemudian, tak ada pilihan lain bagi Mar selain menjalankan tugasnya sebagai babysitter bagi Chika. Mar masuk ke kamar Chika dan mempelajari semua yang ada di dalamnya dengan cepat. Bukan hal yang sulit juga. Ia tinggal mengikuti dan menanyakan bocah perempuan itu apa yang diinginkannya. Mandi pakai shower atau di bath tub. Karena Chika baru sembuh dari demam, Mar menolak keinginan anak perempuan itu untuk keramas dan bermain air terlalu lama. Mar juga ikut menggambar bersama sambil mendengarkan dan menanggapi Chika bercerita. Tak jarang gantian Chika yang menjadi pendengarnya.

Lalu, setengah hari itu tak ada hal aneh selain Chika yang berkali-kali mengatakan, "Aku suka Mbak Mar begini. Sekarang mau ikut ngobrol dan banyak tau. Aku suka ada temen.”

Saking banyaknya hal yang ingin diceritakan Chika, ia yang biasa tidur siang tak lama sesudah makan siang, kali ini jatuh tertidur saat hari menjelang sore. Mar membetulkan letak selimut Chika dengan setengah melamun.

“Ternyata orang yang kesepian itu lebih banyak bicara karena biasanya orang yang kesepian enggak sadar kalau dirinya kesepian.” Mar menutup pintu kamar Chika pelan-pelan. Berniat langsung ke kamarnya ingin merebahkan diri. “Enggak sulit, sih, jaga anak-anak. Tapi ya ... itu. Bergerak terus.” Mar bergumam sendirian saat menuruni tangga.

Keinginan Mar merebahkan tubuh menjelang sore itu sepertinya harus tertunda karena namanya sudah diteriakkan selama dua menit oleh Agung, si satpam rumah. Teriakan itu baru terdengar setelah langkah Mar masuk ke dapur paling belakang.

“Mar! Kenapa lama? Aku udah dari tadi teriak-teriak. Ini anakmu dateng nyariin.” Agung berdiri di pintu belakang dengan Jaya berada di sebelahnya.

Mar tergopoh-gopoh mendekati. “Jaya! Ada apa? Kamu ....” Mar melihat kaus lusuh Jaya yang kotor seakan baru ketumpahan sesuatu.

“Hasan dipukul Tante Mona karena numpahin air minum. Karena Hasan nangis aku bilang ke Tante Mona bakal ngelaporin ke Ibu. Aku disiram pakai mi kuah.” Jaya menunjuk bagian kausnya yang kotor. “Hasan juga kena siram. Aku dan Hasan mau pulang aja, Bu.” Jaya mengucek-ngucek matanya. Tak ingin menangis di depan Agung atau sosok ibu yang asing buatnya.

Tante Mona itu siapa? Adik Samsul? Berengsek! Kalau harus tonjok-tonjokkan aku minta maaf ke badan kamu, Mar. Kamu bisa menang, tapi juga bisa kalah dan babak belur. Semua buat anak-anak kamu.

“Gung, aku pulang ke rumah sebentar buat nengokin anak-anakku. Enggak akan lama.”

Mar tidak menunggu Agung mengatakan iya atau tidak. Tidak juga memikirkan urusan itu cepat atau lama. Ia memakai sandal pertama yang ia dapat di depan pintu dan pergi menggandeng Jaya keluar melalui pintu pagar depan.

Membayangkan seorang bayi kurus kekurangan gizi dipukul hanya karena menumpahkan air dan membayangkan seorang dewasa menyiramkan makanan ke tubuh anak kecil, itu bukan hal yang dilakukan manusia biasa.

Maafin aku, Mar. Maafin kalau setelah kita kembali ke tubuh masing-masing kamu nggak bersuamikan Samsul lagi. Mungkin aku ada di sini untuk menyelamatkan anak-anak kamu.

To be continued

Terpopuler

Comments

May Keisya

May Keisya

bnr...lewat km mar ga akan ditindas lg sama org2 toxic itu...lbh baik mar pisah ma lakinya, ngapain punya LG ga guna...Krn syg ma anak aja kdg istri hrs berthn walo batin dan fisik sakit😭

2025-02-01

1

Lalisa

Lalisa

kasih pelajaran mar orang kurang ajar gitu

2025-03-08

0

Lalisa

Lalisa

ya Allah jahat ih 😭😭😭

2025-03-08

0

lihat semua
Episodes
1 001. Hari Apes Lainnya
2 002. Kesialan Beruntun
3 003. Bukan Luka Biasa
4 004. Alasan Dikhianati
5 005. Tidak Sekedar Patah Hati
6 006. Rasanya Pupus Semua
7 007. Raga Lain
8 008. Menyelami Kisah Lain
9 Genre Romance Fantasy - Swap Soul (Bertukar Jiwa)
10 009. Kenyataan Mengejutkan
11 010. Sang Penjamin
12 011. Kisah Seorang Wanita
13 012. Review Dari Harris
14 013. Rumah di Gang Sempit
15 014. Pertarungan Sengit
16 015. Status Harris
17 016. Pak Harris Yang R-nya Dua
18 017. Laporan Berkala
19 018. Siapa Pak Harris?
20 019. Menjadi Seorang Mar
21 020. Gebrakan Mar
22 021. Bukan Sengaja
23 022. Mar Bersikap
24 023. Pencarian Harris
25 024. Pencarian Dimulai
26 025. Hasil Pencarian Harris
27 026. Percakapan Harris
28 27. Siang Di Rumah Harris
29 28. Sabotase Dari Mar
30 029. Pertanyaan Jebakan
31 030. Lovebird
32 031. Bertemu Bu Gendis
33 032. Sebuah Tempat Aman
34 033. Bertubi-tubi
35 034. Segala Kepanikan
36 035. Sebelum Kejadian Besar
37 036. Perspektif Banyak Orang (1)
38 037. Perspektif Banyak Orang (2)
39 038. Tepat Seminggu
40 039. Gita Membuka Mata
41 040. New Person
42 041. Sambutan Chika
43 042. Sesuatu Yang Mengganjal
44 043. Mengumpulkan Kesaksian
45 044. Menyesuaikan Diri
46 045. Di Tepi Kolam Renang
47 046. Hati Ke Hati
48 047. Harris Sebenarnya
49 048. Perkenalan Dua Pria
50 049. Bertemunya Dua Sohib
51 050. Motivasi Fisioterapi
52 051. Ucapan Terima Kasih
53 052. Babysitter Baru?
54 053. Antara Cemburu dan Rindu Ibu
55 054. Obrolan Kasih Sayang
56 055. Kuncir Model Baru
57 056. Pertemuan Babak Pertama
58 057. Pertanyaan Chika
59 058. Hari Pertama Kerja
60 059. Kesan Hari Pertama
61 060. Kekesalan Beralasan
62 061. Aku Sebagai Apa?
63 062. Efek Debat Tengah Malam
64 063. Apa Kabar Hubungan Kita
65 Sekilas Berita
66 064. After Drama
67 065. Sebelum Makan Malam
68 066. Izin Ibu
69 067. Pria di Depan Pintu
70 068. Sehangat Hidangan
71 069. Percakapan Yang Benar-benar Serius
72 070. Kita Berdua Sama Saja
73 071. Bukan Sebatas Amarah
74 072. Bye-bye Darling
75 073. Apa Arti Diriku?
76 074. Menyadari Kesalahan Terbesar
77 075. Tidak Semudah Itu
78 076. Gita & Mar (1)
79 077. Gita & Mar (2)
80 078. Sebenarnya Sayang
81 079. Percakapan Sepanjang Hari
82 080. Yang Sebenarnya
83 081. Sisi Lain Cerita
84 082. Belum Bisa Kembali
85 083. Kunjungan Mendebarkan
86 084. Argumentasi Kenyataan
87 085. Beberapa Kenyataan
88 086. Sebelum Interogasi
89 087. Bukan Lawan Sepadan
90 088. Arti Sebuah Keputusan
91 089. Mungkin Negosiasi
92 090. Percakapan Alot
93 091. Penuh Rindu
94 092. Tangisan Penuh Kerinduan
95 093. Bersama Lebih Lama
96 094. Obrolan Absurd
97 095. Mengurai Lelah
98 096. Mungkin Terselamatkan
99 097. Perdebatan dan Pengakuan
100 098. Mengalah Bukan Kalah
101 099. Rumah Bekas Mertua
102 100. Percakapan Melempem
103 101. Quality Time
104 102. Obrolan Tengah Malam
105 103. Me Time Tak Sengaja
106 104. Obrolan Hangat Menjelang Tidur
107 105. Renungan Malam
108 106. Banyak Pikiran
109 107. Penyerta yang Penting
110 108. Mencari Kecocokan
111 109. Menelan Kenyataan
112 110. Mencari Jawaban Hati
113 111. Hari Hilir Mudik
114 112. Melepaskan Ingatan
Episodes

Updated 114 Episodes

1
001. Hari Apes Lainnya
2
002. Kesialan Beruntun
3
003. Bukan Luka Biasa
4
004. Alasan Dikhianati
5
005. Tidak Sekedar Patah Hati
6
006. Rasanya Pupus Semua
7
007. Raga Lain
8
008. Menyelami Kisah Lain
9
Genre Romance Fantasy - Swap Soul (Bertukar Jiwa)
10
009. Kenyataan Mengejutkan
11
010. Sang Penjamin
12
011. Kisah Seorang Wanita
13
012. Review Dari Harris
14
013. Rumah di Gang Sempit
15
014. Pertarungan Sengit
16
015. Status Harris
17
016. Pak Harris Yang R-nya Dua
18
017. Laporan Berkala
19
018. Siapa Pak Harris?
20
019. Menjadi Seorang Mar
21
020. Gebrakan Mar
22
021. Bukan Sengaja
23
022. Mar Bersikap
24
023. Pencarian Harris
25
024. Pencarian Dimulai
26
025. Hasil Pencarian Harris
27
026. Percakapan Harris
28
27. Siang Di Rumah Harris
29
28. Sabotase Dari Mar
30
029. Pertanyaan Jebakan
31
030. Lovebird
32
031. Bertemu Bu Gendis
33
032. Sebuah Tempat Aman
34
033. Bertubi-tubi
35
034. Segala Kepanikan
36
035. Sebelum Kejadian Besar
37
036. Perspektif Banyak Orang (1)
38
037. Perspektif Banyak Orang (2)
39
038. Tepat Seminggu
40
039. Gita Membuka Mata
41
040. New Person
42
041. Sambutan Chika
43
042. Sesuatu Yang Mengganjal
44
043. Mengumpulkan Kesaksian
45
044. Menyesuaikan Diri
46
045. Di Tepi Kolam Renang
47
046. Hati Ke Hati
48
047. Harris Sebenarnya
49
048. Perkenalan Dua Pria
50
049. Bertemunya Dua Sohib
51
050. Motivasi Fisioterapi
52
051. Ucapan Terima Kasih
53
052. Babysitter Baru?
54
053. Antara Cemburu dan Rindu Ibu
55
054. Obrolan Kasih Sayang
56
055. Kuncir Model Baru
57
056. Pertemuan Babak Pertama
58
057. Pertanyaan Chika
59
058. Hari Pertama Kerja
60
059. Kesan Hari Pertama
61
060. Kekesalan Beralasan
62
061. Aku Sebagai Apa?
63
062. Efek Debat Tengah Malam
64
063. Apa Kabar Hubungan Kita
65
Sekilas Berita
66
064. After Drama
67
065. Sebelum Makan Malam
68
066. Izin Ibu
69
067. Pria di Depan Pintu
70
068. Sehangat Hidangan
71
069. Percakapan Yang Benar-benar Serius
72
070. Kita Berdua Sama Saja
73
071. Bukan Sebatas Amarah
74
072. Bye-bye Darling
75
073. Apa Arti Diriku?
76
074. Menyadari Kesalahan Terbesar
77
075. Tidak Semudah Itu
78
076. Gita & Mar (1)
79
077. Gita & Mar (2)
80
078. Sebenarnya Sayang
81
079. Percakapan Sepanjang Hari
82
080. Yang Sebenarnya
83
081. Sisi Lain Cerita
84
082. Belum Bisa Kembali
85
083. Kunjungan Mendebarkan
86
084. Argumentasi Kenyataan
87
085. Beberapa Kenyataan
88
086. Sebelum Interogasi
89
087. Bukan Lawan Sepadan
90
088. Arti Sebuah Keputusan
91
089. Mungkin Negosiasi
92
090. Percakapan Alot
93
091. Penuh Rindu
94
092. Tangisan Penuh Kerinduan
95
093. Bersama Lebih Lama
96
094. Obrolan Absurd
97
095. Mengurai Lelah
98
096. Mungkin Terselamatkan
99
097. Perdebatan dan Pengakuan
100
098. Mengalah Bukan Kalah
101
099. Rumah Bekas Mertua
102
100. Percakapan Melempem
103
101. Quality Time
104
102. Obrolan Tengah Malam
105
103. Me Time Tak Sengaja
106
104. Obrolan Hangat Menjelang Tidur
107
105. Renungan Malam
108
106. Banyak Pikiran
109
107. Penyerta yang Penting
110
108. Mencari Kecocokan
111
109. Menelan Kenyataan
112
110. Mencari Jawaban Hati
113
111. Hari Hilir Mudik
114
112. Melepaskan Ingatan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!