013. Rumah di Gang Sempit

Harris keluar dari rumah sakit dengan dahi mengernyit. Pertolongan yang diminta asisten rumah tangga merangkap babysitter putrinya itu sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Baginya bukan hal yang sulit. Ia hanya tinggal menandatangani surat keterangan bahwa Mar si penjamin benar pegawainya. Tapi banyak hal yang mengganggu pikirannya.

Markisah, asisten rumah tangga yang bekerja pertama kali di rumahnya sejak empat tahun yang lalu tidak pernah bertingkah seaneh itu.

Sejak kapan Mar punya perbendaharaan kata impulsif? Kata-kata Mar terlalu 'berisi' untuk seorang sederhana yang sudah cukup lama aku kenal.

Harris mengendarai mobilnya keluar dari rumah sakit dan menyusuri jalan sampai tiba di jembatan. Dari dalam mobil ia menatap jembatan itu sejenak. Tatapannya penuh arti dan selidik. Ia kemudian turun mendekati pagar jembatan seperti yang diceritakan perawat padanya.

Wanita itu katanya lompat dari sini?

Alisnya tertaut. Pertanda otaknya sedang bekerja. Mengingat semua keterangan perawat yang ia tanyakan tadi. Jemarinya menyentuh pagar jembatan kemudian cepat-cepat melepaskan seakan besi pagar itu panas.

*****

"Kita mau makan, kan? Aku memang udah laper. Tante pasti pinter masak." Jaya terdengar bersemangat. Mengayunkan tangannya yang berada dalam genggaman Mar saat menyusuri lorong ruangan menuju lobi rumah sakit.

"Makan, tapi nggak masak. Aku khawatir kamu nggak suka masakanku karena aku yakin masakan ibumu pasti enak. Selesai makan kita langsung balik ke rumah kamu." Mar berniat mengajak Jaya ke warung makan di sekitar rumah sakit. Perutnya memang sudah lapar karena sejak berada di tubuh Mar ia belum ada menyentuh makanan sama sekali.

Mar dan Jaya masuk ke rumah makan Padang yang letaknya persis berseberangan dengan rumah sakit. Dengan tangan yang masih menggandeng Jaya, Mar mendatangi seorang pria dan mengatakan, "Tolong meja untuk dua orang, Mas," kata Mar dengan suara mencicitnya yang sekarang terdengar berwibawa.

Jaya kembali terkesima. "Tan, kalau makan di warung begini biasanya langsung pesan dan bawa sendiri ke meja." Jaya menarik-narik tepi kaus Mar. Harus menyadarkan 'ibunya' karena pelayan laki-laki yang diajak bicara kurang merespon.

"Pesan di sini ya? Kamu makan lauknya apa?" Mar mengikuti saran Jaya untuk langsung ke steling kaca dan menunjuk apa yang ingin mereka santap saat itu.

Tak perlu waktu lama, Mar dan Jaya sudah duduk bersebelahan menghadapi sepiring nasi dan lauk pilihan mereka masing-masing. Mar makan dalam diam. Pikirannya sedang carut marut. Tujuannya untuk kembali masuk dalam raga Gita pun masih membingungkan.

Harus ke mana? Apa harus langsung kerja di rumahnya si Harris? Atau pulang ke rumah Mar dulu buat nganterin Jaya? Ketimbang ni anak ngikut terus mending dikembalikan aja kali ya ....

Dan seperti biasa setiap batinnya selesai berkata-kata Jaya seakan tahu dirinya sedang dipikirkan. Bocah laki-laki itu memandang Mar.

"Barusan nyebut namaku ya?" Jaya menyipitkan matanya memandang Mar.

Mar cepat-cepat menggeleng. "Ngaco ... buruan abisin nasinya. Itu masih dibayar pakai uang ibu kamu." Mar menunjuk piring Jaya yang masih setengah berisi.

"Mmmm ... kalau bisa Tante nggak usah ke rumah Pak Harris dulu tapi beresin soal Hasan. Boleh, kan? Soalnya kasian Hasan kalau ditinggalin gitu aja tanpa uang tambahan ke Nek Imah."

Mar meletakkan sendok dan sedikit menggeser tubuhnya agar bisa melihat mata Jaya saat bicara. "Jay, sejujurnya aku juga nggak punya rencana atau nggak punya tujuan. Aku bingung mau ke mana dan apa yang bisa aku lakuin selama aku ada di badan ibumu. Aku juga nggak tau ini mimpi atau nyata, atau aku juga nggak tau apa masih bisa hidup kalau bisa balik ke badan asliku." Gita menggeleng. "Aku nggak tau, Jay."

"Rumah kami banyak masalah, Tan."

"Lebih banyak mana dibanding masalahku?" Gita tak mau kalah.

Jaya mencubit lauk daging yang ia pilih tadi dengan tatapan menerawang. Lalu ia memandang Mar dengan tatapan jenaka. "Memangnya masalah Tante apa?"

"Menurut kamu masalah apa yang bikin orang rasanya kepengin mati aja?"

Jaya menggeleng. "Masalah apa ya? Aku nggak tau. Tapi kayaknya nggak ada. Setiap pulang ke rumah Ibu selalu diajak berantem sama Bapak. Ibu sering nangis tapi nggak pernah bilang kepengin mati. Bukan cuma Bapak, nenek juga sering bikin Ibu nangis. Tapi Ibu nggak pernah marah balik ke nenek. Aku juga jarang main karena sering di rumah jaga Hasan. Tapi aku nggak pernah kepengin mati."

"Kamu belum dewasa jadi kamu nggak tau bahwa di dunia ini ada masalah yang bisa bikin orang dewasa kepengin mati."

"Nggak nunggu dijemput aja? Katanya kalau pulang sendiri banyak yang tersesat." Jaya nyengir.

"Makan," pinta Mar pada Jaya dengan tegas.

Pembicaraan singkat tadi membuat Mar kembali melemparkan pandangan ke seberang jalan. Seseorang yang ia kenal baru saja memasuki halaman rumah sakit dengan langkah santai. Tubuh Mar merespon dengan meletakkan sendoknya tiba-tiba.

"Kenapa, Tan? Ngeliat siapa?" Jaya ikut memandang ke seberang. "Bapak?"

Mar diam saja. Terus mengawasi Samsul yang mondar-mandir dengan wajah cemas di halaman rumah sakit. Mau apa pria itu ke rumah sakit? Mencari Gita? Seketika Mar merasa perutnya melilit.

"Apa Tante Jin kenal Bapak juga? Kalau badan Ibu isinya bukan Ibu, harusnya Tante nggak kenal Bapak." Jaya kembali cerewet. Tidak peduli dengan Mar yang sudah memucat.

"Kalau udah selesai makan kita mampir ke rumah kamu sebentar. Entar lagi malem." Mar memandang langit di luar.

“Jemput Hasan?” Mata Jaya membulat dengan binar bahagia.

“Kalau kangen adik kamu, aku bisa minta nenek kalian buat anter. Tapi nggak bisa terlalu lama. Tante harus ke rumah Pak Harris.”

“Terus? Hasan ditinggal di rumah nenek? Tante nggak tau aja kalau nenek itu judes sama Hasan. Ibu pernah nangis karena nenek ngebiarin celana Hasan kering dari pipisnya. Nggak diganti. Padahal Ibu bilang udah ngasih uang beli popok. Jadi … kalau bisa jangan tinggalin Hasan, Tan.” Mata Jaya kini menyorotkan permohonan.

“Ibu kamu nangis?” Nada suara Mar yang kecil dan tinggi terdengar menggantung. Bukan bertanya, hanya ingin mengulang kalimat Jaya.

Jaya mengangguk. “Tapi kalau Tante Cantik nggak bisa ngambil Hasan, aku nggak apa-apa. Nanti aku aja yang main ke rumah nenek.”

Mar diam saja mencerna semua ucapan Jaya. Ia sendiri pun tidak terlalu yakin apa yang akan ia lakukan. Jangankan menjaga Hasan yang belum setahun usianya, menghadapi Jaya yang sedikit bawel saja ia sedikit pusing.

Gang sempit tempat tinggal Mar sedang sepi menjelang malam itu. Kekecewaan Jaya terobati karena kedatangan mereka nyaris bersamaan dengan Nek Imah. Jaya menghambur ke depan neneknya untuk memeluk Hasan.

“Hasan …,” panggil Jaya, memeluk tubuh kurus adiknya yang hanya mengenakan singlet dan celana pendek.

“Dari mana? Malam ini aku nggak bisa jaga anakmu. Ambil, nih!” Nek Imah menjejalkan Hasan dalam dekapan Mar. “Kalau cuma ngasih uang segitu jangan mengharapkan orang mau nyumbang tenaga gratis.”

Mar belum sempat berkata-kata karena kewalahan mendekap Hasan dan bungkusannya bersamaan. Nek Imah mengambil kesempatan itu untuk cepat-cepat pergi meninggalkan cucunya.

“Nenek sialan!” Mar mengumpat. Sayangnya umpatan Mar tidak terdengar oleh Nek Imah. “Kamu bantu jaga adikmu di sini.” Mar membawa Hasan ke kasur tipis berlapis tikar plastik.

Jaya ikut duduk di lantai dan memangku Hasan. “Kamu haus ya? Sabar ya …. Ibu buatin susu untuk kamu.”

Mar yang tadi tidak tahu apa yang akan dilakukannya segera meluncur ke dapur.

“Susu…Susu formula. Mana susu untuk Hasan?” Mar membuka satu-satunya lemari di dapur dan tidak menemukan apa pun.

Tak perlu waktu lama untuk menyerah mencari susu karena dapur Mar memang tidak berisi banyak benda. Hanya sebuah lemari sekaligus rak piring dan meja kecil dengan kompor dua tungku dan tabung gas kecil. Tak ada makanan dalam lemari. Hanya dua pisang, botol minyak goreng yang hampir kosong, tiga butir telur dan mangkuk plastik berisi sedikit beras. “Buset … nggak ada apa-apa. Laki lo kerjanya ngapain aja, Mar?” Mar berdecak menatap isi lemari. “Oke. Kalau gitu aku ke mini market buat belanja susu dan ngisi lemari ini buat makan Jaya.”

Sebegitu tangan Mar menutup lemari, wajahnya langsung menatap Samsul. Mar memekik terkejut. “Berengsek,” makinya.

Samsul menangkap tengkuk Mar. “Apa kau bilang?” Samsul menyeret Mar ke kamar. Melewati Jaya dan Hasan yang terperangah. “Jaya! Kau jaga adikmu! Bapak mau mengajarkan sesuatu buat ibumu.”

“Lepasin! Berengsek!” Mar berbalik dan menendang tulang kering Samsul. Pria itu memekik terkejut dan kembali menangkap tangan Mar.

“Ayolah, Mar …. Layani aku sebentar.” Samsul berhasil mencampakkan tubuh Mar ke kasur tipis hingga bunyi berdeham.

To be continued

Terpopuler

Comments

☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜

☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜

Semoga Mar aksi selamat dr samsul

2024-05-16

1

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

tendang aja burung nya Samsul biar off sekalian

2024-04-06

2

Nacita

Nacita

yaelah nek itungan bgt sm cucu sendiri, mati aja sana

2024-02-07

2

lihat semua
Episodes
1 001. Hari Apes Lainnya
2 002. Kesialan Beruntun
3 003. Bukan Luka Biasa
4 004. Alasan Dikhianati
5 005. Tidak Sekedar Patah Hati
6 006. Rasanya Pupus Semua
7 007. Raga Lain
8 008. Menyelami Kisah Lain
9 Genre Romance Fantasy - Swap Soul (Bertukar Jiwa)
10 009. Kenyataan Mengejutkan
11 010. Sang Penjamin
12 011. Kisah Seorang Wanita
13 012. Review Dari Harris
14 013. Rumah di Gang Sempit
15 014. Pertarungan Sengit
16 015. Status Harris
17 016. Pak Harris Yang R-nya Dua
18 017. Laporan Berkala
19 018. Siapa Pak Harris?
20 019. Menjadi Seorang Mar
21 020. Gebrakan Mar
22 021. Bukan Sengaja
23 022. Mar Bersikap
24 023. Pencarian Harris
25 024. Pencarian Dimulai
26 025. Hasil Pencarian Harris
27 026. Percakapan Harris
28 27. Siang Di Rumah Harris
29 28. Sabotase Dari Mar
30 029. Pertanyaan Jebakan
31 030. Lovebird
32 031. Bertemu Bu Gendis
33 032. Sebuah Tempat Aman
34 033. Bertubi-tubi
35 034. Segala Kepanikan
36 035. Sebelum Kejadian Besar
37 036. Perspektif Banyak Orang (1)
38 037. Perspektif Banyak Orang (2)
39 038. Tepat Seminggu
40 039. Gita Membuka Mata
41 040. New Person
42 041. Sambutan Chika
43 042. Sesuatu Yang Mengganjal
44 043. Mengumpulkan Kesaksian
45 044. Menyesuaikan Diri
46 045. Di Tepi Kolam Renang
47 046. Hati Ke Hati
48 047. Harris Sebenarnya
49 048. Perkenalan Dua Pria
50 049. Bertemunya Dua Sohib
51 050. Motivasi Fisioterapi
52 051. Ucapan Terima Kasih
53 052. Babysitter Baru?
54 053. Antara Cemburu dan Rindu Ibu
55 054. Obrolan Kasih Sayang
56 055. Kuncir Model Baru
57 056. Pertemuan Babak Pertama
58 057. Pertanyaan Chika
59 058. Hari Pertama Kerja
60 059. Kesan Hari Pertama
61 060. Kekesalan Beralasan
62 061. Aku Sebagai Apa?
63 062. Efek Debat Tengah Malam
64 063. Apa Kabar Hubungan Kita
65 Sekilas Berita
66 064. After Drama
67 065. Sebelum Makan Malam
68 066. Izin Ibu
69 067. Pria di Depan Pintu
70 068. Sehangat Hidangan
71 069. Percakapan Yang Benar-benar Serius
72 070. Kita Berdua Sama Saja
73 071. Bukan Sebatas Amarah
74 072. Bye-bye Darling
75 073. Apa Arti Diriku?
76 074. Menyadari Kesalahan Terbesar
77 075. Tidak Semudah Itu
78 076. Gita & Mar (1)
79 077. Gita & Mar (2)
80 078. Sebenarnya Sayang
81 079. Percakapan Sepanjang Hari
82 080. Yang Sebenarnya
83 081. Sisi Lain Cerita
Episodes

Updated 83 Episodes

1
001. Hari Apes Lainnya
2
002. Kesialan Beruntun
3
003. Bukan Luka Biasa
4
004. Alasan Dikhianati
5
005. Tidak Sekedar Patah Hati
6
006. Rasanya Pupus Semua
7
007. Raga Lain
8
008. Menyelami Kisah Lain
9
Genre Romance Fantasy - Swap Soul (Bertukar Jiwa)
10
009. Kenyataan Mengejutkan
11
010. Sang Penjamin
12
011. Kisah Seorang Wanita
13
012. Review Dari Harris
14
013. Rumah di Gang Sempit
15
014. Pertarungan Sengit
16
015. Status Harris
17
016. Pak Harris Yang R-nya Dua
18
017. Laporan Berkala
19
018. Siapa Pak Harris?
20
019. Menjadi Seorang Mar
21
020. Gebrakan Mar
22
021. Bukan Sengaja
23
022. Mar Bersikap
24
023. Pencarian Harris
25
024. Pencarian Dimulai
26
025. Hasil Pencarian Harris
27
026. Percakapan Harris
28
27. Siang Di Rumah Harris
29
28. Sabotase Dari Mar
30
029. Pertanyaan Jebakan
31
030. Lovebird
32
031. Bertemu Bu Gendis
33
032. Sebuah Tempat Aman
34
033. Bertubi-tubi
35
034. Segala Kepanikan
36
035. Sebelum Kejadian Besar
37
036. Perspektif Banyak Orang (1)
38
037. Perspektif Banyak Orang (2)
39
038. Tepat Seminggu
40
039. Gita Membuka Mata
41
040. New Person
42
041. Sambutan Chika
43
042. Sesuatu Yang Mengganjal
44
043. Mengumpulkan Kesaksian
45
044. Menyesuaikan Diri
46
045. Di Tepi Kolam Renang
47
046. Hati Ke Hati
48
047. Harris Sebenarnya
49
048. Perkenalan Dua Pria
50
049. Bertemunya Dua Sohib
51
050. Motivasi Fisioterapi
52
051. Ucapan Terima Kasih
53
052. Babysitter Baru?
54
053. Antara Cemburu dan Rindu Ibu
55
054. Obrolan Kasih Sayang
56
055. Kuncir Model Baru
57
056. Pertemuan Babak Pertama
58
057. Pertanyaan Chika
59
058. Hari Pertama Kerja
60
059. Kesan Hari Pertama
61
060. Kekesalan Beralasan
62
061. Aku Sebagai Apa?
63
062. Efek Debat Tengah Malam
64
063. Apa Kabar Hubungan Kita
65
Sekilas Berita
66
064. After Drama
67
065. Sebelum Makan Malam
68
066. Izin Ibu
69
067. Pria di Depan Pintu
70
068. Sehangat Hidangan
71
069. Percakapan Yang Benar-benar Serius
72
070. Kita Berdua Sama Saja
73
071. Bukan Sebatas Amarah
74
072. Bye-bye Darling
75
073. Apa Arti Diriku?
76
074. Menyadari Kesalahan Terbesar
77
075. Tidak Semudah Itu
78
076. Gita & Mar (1)
79
077. Gita & Mar (2)
80
078. Sebenarnya Sayang
81
079. Percakapan Sepanjang Hari
82
080. Yang Sebenarnya
83
081. Sisi Lain Cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!