007. Raga Lain

Siapa perempuan yang berteriak tadi? Aku enggak kenal.

Aku belum lompat. Sumpah, aku belum lompat.

Laki-laki berengsek tadi mendorongku. Aku dibegal dan didorong.

Ya, Tuhan …. Jangan hitung ini sebagai dosa bunuh diri. Aku dibunuh.

Aku benar-benar dibunuh, kan? Aku tau wajah pembunuhku.

Semuanya gelap gulita dan sunyi senyap. Tak ada cahaya setitik pun, tak ada bunyi sedenting pun. Gita merasa itulah akhir dari hidupnya. Dan ternyata mati tidak terlalu buruk, pikirnya.

Tapi … kenapa tidak ada lanjutan? Apa mati itu hanya sekedar mengambang dalam ruang hampa gelap gulita? Kapan cahaya terang datang menjemputnya? Bukannya di film-film biasa seperti itu?

Gita tak tahu berapa lama dirinya terombang-ambing dalam kegelapan dan kesunyian. Ia merasa mata dan telinganya terbuka lebar, namun hanya disambut kenihilan. Sampai sebuah suara ledakan membuatnya berusaha membuka mata. Ia mengeluarkan jeritannya yang paling tinggi, melengking. Berusaha memanggil siapa saja yang berada di dekatnya. Sia-sia. Tidak ada yang mendengar. Ia memang sudah mati. Inilah kematian. Jeritannya berganti dengan raung panjang.

Gita merasa dirinya melolong seperti seekor anjing yang tersesat di gurun pasir tengah malam.

Lalu sakit kepala hebat itu datang. Saking hebatnya, ia mual dan hampir muntah.

Ibu … sakit. Ini sakit. Aku belum mau mati. Tolong aku, Bu ….

Gita tersedu-sedu. Awalnya tangis itu hanya terdengar dalam kepala. Lama kelamaan Gita bisa mendengar suara seorang perempuan menangis cukup keras. Suaranya tangisnya mencicit seperti tikus. Bukan suara yang enak didengar. Rasanya ia ingin membentak wanita itu untuk diam.

“Bu … Ibu! Bangun!”

Suara anak laki-laki terdengar sangat jauh dari telinga Gita. Jelas tapi jauh.

“Bu! Bangun! Sadar, Bu!”

Suara itu semakin dekat. Dan bukan hanya suara anak laki-laki itu saja yang terdengar. Perlahan-lahan Gita mendengar banyak suara. Klakson motor, kucing kawin, suara kanak-kanak saling ejek dan tertawa. Lalu ada suara tukang jamu yang meneriakkan dagangannya bersamaan dengan tukang nasi goreng memukul penggorengannya. Itu suara kehidupan. Tapi kehidupan apa?

Ini bukan di rumah Ibu. Rumah Ibu perumahan yang tenang. Enggak berisik kayak gini. Ini juga bukan apartemenku. Enggak mungkin tukang jamu dagangnya dari pintu ke pintu apartemen.

“Ibu …. Jangan meninggal. Jangan meninggal …. Kasian Hasan.”

Gita merasa tepukan di tangannya.

Ibu? Siapa yang dipanggil Ibu? Aku? Siapa yang manggil Ibu? Siapa Hasan?

Dimulai dengan titik kecil yangmenyilaukan. Gita melihat sebuah cahaya seakan hadir di kegelapan yang pekat. Cahaya itu semakin semakin terang seiring suara-suara sekitarnya semakin jelas.

“Bu …!”

Teriakan anak laki-laki yang tidak Gita kenal membuka matanya. Gita membuka mata, mengerjap-ngerjap, lalu membelalak dan memegang kepalanya. “Aduh …. Berisik tau! Ngapain mesti teriak, sih? Ck.”

“Bu?” Anak laki-laki berusia sepuluh tahun mengguncang tangan Gita. “Ini aku, Jaya.”

“Ibu?” Gita cepat-cepat bangkit dan langsung meringis. Kepalanya masih berdenyut. “Siapa ibu?” Gita memandang kakinya. Betisnya gemuk pendek dengan warna kulit kecokelatan. Betis yang sering dipuji karena ramping dan bagus tak ada lagi. Kuku-kuku yang tergunting rapi hasil pedicure juga tidak ada.

“Bu?” Jaya mengguncang lengan wanita yang dikenalinya sebagai Ibu. Wajah wanita itu kebingungan. Sibuk meraba-raba kaki dan memandang tangannya.

“Aku di mana? Kenapa gini? Ini neraka? Apa ini hidup sesudah mati? Ini neraka, kan?” Gita meraba-raba tubuh yang ia rasa bukan miliknya.

“Iya, Bu. Ini neraka,” sahut Jaya.

“Hah?!” Gita melotot

“Ibu sering bilang kalau kita hidup di neraka. Ibu jangan ngeliat aku kayak gitu … aku takut.” Jaya cemberut memandang Gita dalam tubuh ibunya.

Gita terdiam. “Kaca? Mana kaca? Aku mau ngaca.” Gita gelagapan mencari cermin ke seluruh penjuru dinding. Jaya menunjuk pintu tirai pintu yang tertutup. Gita berlari menerobos tirai dan mendapati cermin kecil tersangkut rendah di dinding. Ia mengambil cermin dan melihat wajahnya. “Siapa ini? Siapa dia? Siapa? Gita mana? Mana Gita yang cantik? Ini benar-benar neraka! Aarrghhh ….”

Gita menggaruk-garuk kepalanya. Menyisir rambutnya dengan jemari dan menusuk-nusuk pipinya. “Ke mana rambut lurus panjang yang hitam pekat itu? Ke mana pipi tirus tanpa pori-pori yang selalu kubanggakan? Siapa perempuan jelek ini? Siapa?" Gita membawa cermin ke ruang tamu kecil tanpa kursi dan meneliti wajahnya di dekat pintu.

Tanpa Gita sadari, seorang anak laki-laki baru saja tersinggung karena perkataannya. Jaya menempelkan punggungnya ke dinding dan melorot sampai terduduk di lantai. Ia mengamati Gita yang sejak tadi mengumpat penampilan ibu yang amat ia sayangi.

“Buat aku dan Hasan Ibu selalu cantik. Jangan pukul badan. Ibu, kan, udah capek. Rambut ikal Ibu juga bagus. Persis kayak rambut Hasan. Kenapa Ibu jadi aneh?” Jaya mengamati bagian belakang tubuh ibunya dengan tatapan curiga.

Gita kembali menangis saat melihat penampilannya. Tidak peduli dengan ucapan sedih Jaya di belakang. “Aku di mana? Apa aku memang udah mati? Apa ini neraka?” Gita menurunkan cermin dan menatap sekeliling.

Selama ini ia memang tinggal di apartemen yang hanya memiliki satu kamar. Tidak terlalu luas tapi cukup untuk semua kegiatan pribadinya. Ia mencuci, memasak, menonton televisi, yoga, bahkan pijat. Sedangkan ruang tamu tempatnya berdiri sangat kecil, pengap, panas, berisik, kotor dan compang-camping.

“Ini memang neraka,” bisik Gita.

“Ini rumah kita,” sambung Jaya.

“Siapa kamu?” Akhirnya Gita menyadari keberadaan Jaya. “Sejak kapan kamu di situ?”

Jaya melemparkan tatapan curiga. Ia bangkit dari dan berjalan memutari wanita berwujud ibunya. “Ibu kayak bukan Ibu. Siapa kamu? Mana ibuku?”

“Siapa ibumu?” Gita bertanya balik dengan tatapan curiga pada Jaya.

“Mar,” jawab Jaya.

“Mar?” ulang Gita.

“Mar,” tegas Jaya.

“Di kehidupan ini namaku Mar? Apa mungkin kalau seseorang udah cantik banget di kehidupan sebelumnya makanya aku jadi perempuan buruk rupa?” Gita berbicara sendiri. “Apa aku punya tas? Aku mau lihat tanda pengenal. Mana tasku?” Gita kembali berkeliling mencari benda yang bisa jadi petunjuk soal kebingungannya.

Jaya menuju lemari hias dan mengeluarkan dompet kain. “Coba lihat di sini. Biasanya Ibu naruh benda berharganya di situ.”

Gita meraih dompet dengan wajah curiga, namun tangannya gesit membuka-buka dompet. “Siapa namaku di kehidupan ini? Mar? Marsinah? Marimar? Marie Susu?”

Jaya menggeleng-geleng. Ia semakin curiga dengan sosok ibu yang amat asing.

Setengah menggerutu akhirnya Gita menemukan kartu pengenal yang ia cari. Tangannya menerawang sebuah kartu dengan jarak amat dekat. “Mar …? Markisah?” Gita memandang Jaya.

Jaya mengangguk. “Markisah,” tegas Jaya. “Aku semakin yakin kalau ibu bukan ibuku. Aku tau gimana ibuku.”

“Kayak enggak ada nama lain aja. Markisah apa? Markisah sarang ular? Bahkan sampai nama juga dikasih yang begini. Kehidupan apa ini?” Gita memandangi tanda pengenal yang tidak ia kenali beberapa saat. Lalu mencampakkan kartu pengenal dan kembali meraih cermin. Meraba wajah bundar di pantulan cermin. Pipi tembam dan beruntusan itu sekarang miliknya. “Ternyata emang benar kata orang. Wanita cantik di bawah usia 30 tahun itu karena keturunan, tapi wanita cantik di atas 30 tahun itu karena pernikahan yang bahagia. Mar ini belum tua, tapi keliatan lebih tua. Pasti karena nggak happy,” gumam Gita.

“Tapi Ibu selalu bilang bahagia karena ada aku dan Hasan,” sambung Jaya.

“Siapa lagi Hasan?” Gita menggaruk kepalanya yang memang gatal sejak tadi. Rambut ikal mengembang di kepalanya terasa semak. “Ibumu enggak pernah keramas? Kapan terakhir gunting rambut?”

Jaya cemberut dan Gita menjadi tidak enak. Ia berdeham dan mengulangi pertanyaannya dengan lebih lembut. “Siapa Hasan?” ulang Gita.

“Hasan anak Ibu. Adikku. Hasan yang masih bayi dirawat Nenek.” Jaya menjelaskan dengan sangat lancar. Setengah menerima kalau wanita di depannya bukan sang ibu sungguhan.

“Nenek? Hasan?”

Pertanyaan tadi belum selesai. Jaya baru saja akan menjawab ketika kemunculan seseorang di ambang pintu mengejutkan mereka berdua.

“Mar! Ini anakmu Ibu kembalikan. Dibantu ngerawat anak selagi kerja tapi pelitnya minta ampun. Ambil anakmu ini! Minta bantu nambahin cicilan handphone buat adik sendiri aja kelewatan pelitnya.”

Gita menilik seorang perempuan tua yang meletakkan bayi berusia belum setahun ke lantai. Bayi itu merengek dan berusaha berdiri meraih tangan neneknya.

“Ini siapa?” tanya Gita dalam bisikan. Pertanyaan itu ia tujukan buat Jaya.

“Nenek. Ibunya Bapak. Biasa jagain Hasan.” Jaya juga menjawab dalam bisikan.

Bayi bernama Hasan itu rupanya tidak berkenan diletakkan sang nenek begitu saja. Ia terus merengek dan berusaha berdiri dengan berpegangan bingkai pintu. Hasan berpakaian kumal. Celana pendek dan singlet lusuh yang sudah longgar.

“Sana! Sana! Pergi sama ibumu!” pekik sang nenek, menepis tangan Hasan.

“Hei! Jangan kasar! Nenek apa yang dikasih duit baru baik ke cucu sendiri?” Gita dalam tubuh Mar berdiri mendatangi wanita tua berwajah masam.

To be continued

Terpopuler

Comments

R.@RDioN@

R.@RDioN@

markisah🤣🤣jadi inget buah markisah,🤣 baru tahu kalau ada karya baru dari kak juss,,,

2025-01-16

0

Gus Surani26

Gus Surani26

novelnya kak jus emang bestt, aku udah baca semua nya/Determined/

2025-01-10

0

May Keisya

May Keisya

🤣🤣🤣..martabak😂...aku sedih,kesel skrg🤣🤣

2025-01-31

0

lihat semua
Episodes
1 001. Hari Apes Lainnya
2 002. Kesialan Beruntun
3 003. Bukan Luka Biasa
4 004. Alasan Dikhianati
5 005. Tidak Sekedar Patah Hati
6 006. Rasanya Pupus Semua
7 007. Raga Lain
8 008. Menyelami Kisah Lain
9 Genre Romance Fantasy - Swap Soul (Bertukar Jiwa)
10 009. Kenyataan Mengejutkan
11 010. Sang Penjamin
12 011. Kisah Seorang Wanita
13 012. Review Dari Harris
14 013. Rumah di Gang Sempit
15 014. Pertarungan Sengit
16 015. Status Harris
17 016. Pak Harris Yang R-nya Dua
18 017. Laporan Berkala
19 018. Siapa Pak Harris?
20 019. Menjadi Seorang Mar
21 020. Gebrakan Mar
22 021. Bukan Sengaja
23 022. Mar Bersikap
24 023. Pencarian Harris
25 024. Pencarian Dimulai
26 025. Hasil Pencarian Harris
27 026. Percakapan Harris
28 27. Siang Di Rumah Harris
29 28. Sabotase Dari Mar
30 029. Pertanyaan Jebakan
31 030. Lovebird
32 031. Bertemu Bu Gendis
33 032. Sebuah Tempat Aman
34 033. Bertubi-tubi
35 034. Segala Kepanikan
36 035. Sebelum Kejadian Besar
37 036. Perspektif Banyak Orang (1)
38 037. Perspektif Banyak Orang (2)
39 038. Tepat Seminggu
40 039. Gita Membuka Mata
41 040. New Person
42 041. Sambutan Chika
43 042. Sesuatu Yang Mengganjal
44 043. Mengumpulkan Kesaksian
45 044. Menyesuaikan Diri
46 045. Di Tepi Kolam Renang
47 046. Hati Ke Hati
48 047. Harris Sebenarnya
49 048. Perkenalan Dua Pria
50 049. Bertemunya Dua Sohib
51 050. Motivasi Fisioterapi
52 051. Ucapan Terima Kasih
53 052. Babysitter Baru?
54 053. Antara Cemburu dan Rindu Ibu
55 054. Obrolan Kasih Sayang
56 055. Kuncir Model Baru
57 056. Pertemuan Babak Pertama
58 057. Pertanyaan Chika
59 058. Hari Pertama Kerja
60 059. Kesan Hari Pertama
61 060. Kekesalan Beralasan
62 061. Aku Sebagai Apa?
63 062. Efek Debat Tengah Malam
64 063. Apa Kabar Hubungan Kita
65 Sekilas Berita
66 064. After Drama
67 065. Sebelum Makan Malam
68 066. Izin Ibu
69 067. Pria di Depan Pintu
70 068. Sehangat Hidangan
71 069. Percakapan Yang Benar-benar Serius
72 070. Kita Berdua Sama Saja
73 071. Bukan Sebatas Amarah
74 072. Bye-bye Darling
75 073. Apa Arti Diriku?
76 074. Menyadari Kesalahan Terbesar
77 075. Tidak Semudah Itu
78 076. Gita & Mar (1)
79 077. Gita & Mar (2)
80 078. Sebenarnya Sayang
81 079. Percakapan Sepanjang Hari
82 080. Yang Sebenarnya
83 081. Sisi Lain Cerita
84 082. Belum Bisa Kembali
85 083. Kunjungan Mendebarkan
86 084. Argumentasi Kenyataan
87 085. Beberapa Kenyataan
88 086. Sebelum Interogasi
89 087. Bukan Lawan Sepadan
90 088. Arti Sebuah Keputusan
91 089. Mungkin Negosiasi
92 090. Percakapan Alot
93 091. Penuh Rindu
94 092. Tangisan Penuh Kerinduan
95 093. Bersama Lebih Lama
96 094. Obrolan Absurd
97 095. Mengurai Lelah
98 096. Mungkin Terselamatkan
99 097. Perdebatan dan Pengakuan
100 098. Mengalah Bukan Kalah
101 099. Rumah Bekas Mertua
102 100. Percakapan Melempem
103 101. Quality Time
104 102. Obrolan Tengah Malam
105 103. Me Time Tak Sengaja
106 104. Obrolan Hangat Menjelang Tidur
107 105. Renungan Malam
108 106. Banyak Pikiran
109 107. Penyerta yang Penting
110 108. Mencari Kecocokan
111 109. Menelan Kenyataan
112 110. Mencari Jawaban Hati
113 111. Hari Hilir Mudik
114 112. Melepaskan Ingatan
Episodes

Updated 114 Episodes

1
001. Hari Apes Lainnya
2
002. Kesialan Beruntun
3
003. Bukan Luka Biasa
4
004. Alasan Dikhianati
5
005. Tidak Sekedar Patah Hati
6
006. Rasanya Pupus Semua
7
007. Raga Lain
8
008. Menyelami Kisah Lain
9
Genre Romance Fantasy - Swap Soul (Bertukar Jiwa)
10
009. Kenyataan Mengejutkan
11
010. Sang Penjamin
12
011. Kisah Seorang Wanita
13
012. Review Dari Harris
14
013. Rumah di Gang Sempit
15
014. Pertarungan Sengit
16
015. Status Harris
17
016. Pak Harris Yang R-nya Dua
18
017. Laporan Berkala
19
018. Siapa Pak Harris?
20
019. Menjadi Seorang Mar
21
020. Gebrakan Mar
22
021. Bukan Sengaja
23
022. Mar Bersikap
24
023. Pencarian Harris
25
024. Pencarian Dimulai
26
025. Hasil Pencarian Harris
27
026. Percakapan Harris
28
27. Siang Di Rumah Harris
29
28. Sabotase Dari Mar
30
029. Pertanyaan Jebakan
31
030. Lovebird
32
031. Bertemu Bu Gendis
33
032. Sebuah Tempat Aman
34
033. Bertubi-tubi
35
034. Segala Kepanikan
36
035. Sebelum Kejadian Besar
37
036. Perspektif Banyak Orang (1)
38
037. Perspektif Banyak Orang (2)
39
038. Tepat Seminggu
40
039. Gita Membuka Mata
41
040. New Person
42
041. Sambutan Chika
43
042. Sesuatu Yang Mengganjal
44
043. Mengumpulkan Kesaksian
45
044. Menyesuaikan Diri
46
045. Di Tepi Kolam Renang
47
046. Hati Ke Hati
48
047. Harris Sebenarnya
49
048. Perkenalan Dua Pria
50
049. Bertemunya Dua Sohib
51
050. Motivasi Fisioterapi
52
051. Ucapan Terima Kasih
53
052. Babysitter Baru?
54
053. Antara Cemburu dan Rindu Ibu
55
054. Obrolan Kasih Sayang
56
055. Kuncir Model Baru
57
056. Pertemuan Babak Pertama
58
057. Pertanyaan Chika
59
058. Hari Pertama Kerja
60
059. Kesan Hari Pertama
61
060. Kekesalan Beralasan
62
061. Aku Sebagai Apa?
63
062. Efek Debat Tengah Malam
64
063. Apa Kabar Hubungan Kita
65
Sekilas Berita
66
064. After Drama
67
065. Sebelum Makan Malam
68
066. Izin Ibu
69
067. Pria di Depan Pintu
70
068. Sehangat Hidangan
71
069. Percakapan Yang Benar-benar Serius
72
070. Kita Berdua Sama Saja
73
071. Bukan Sebatas Amarah
74
072. Bye-bye Darling
75
073. Apa Arti Diriku?
76
074. Menyadari Kesalahan Terbesar
77
075. Tidak Semudah Itu
78
076. Gita & Mar (1)
79
077. Gita & Mar (2)
80
078. Sebenarnya Sayang
81
079. Percakapan Sepanjang Hari
82
080. Yang Sebenarnya
83
081. Sisi Lain Cerita
84
082. Belum Bisa Kembali
85
083. Kunjungan Mendebarkan
86
084. Argumentasi Kenyataan
87
085. Beberapa Kenyataan
88
086. Sebelum Interogasi
89
087. Bukan Lawan Sepadan
90
088. Arti Sebuah Keputusan
91
089. Mungkin Negosiasi
92
090. Percakapan Alot
93
091. Penuh Rindu
94
092. Tangisan Penuh Kerinduan
95
093. Bersama Lebih Lama
96
094. Obrolan Absurd
97
095. Mengurai Lelah
98
096. Mungkin Terselamatkan
99
097. Perdebatan dan Pengakuan
100
098. Mengalah Bukan Kalah
101
099. Rumah Bekas Mertua
102
100. Percakapan Melempem
103
101. Quality Time
104
102. Obrolan Tengah Malam
105
103. Me Time Tak Sengaja
106
104. Obrolan Hangat Menjelang Tidur
107
105. Renungan Malam
108
106. Banyak Pikiran
109
107. Penyerta yang Penting
110
108. Mencari Kecocokan
111
109. Menelan Kenyataan
112
110. Mencari Jawaban Hati
113
111. Hari Hilir Mudik
114
112. Melepaskan Ingatan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!