Arabella tersenyum saat melihat suasana sore yang memanjakan mata, wanita itu tersenyum setelah keluar dari pabrik yang seharian menampungnya untuk bekerja.
"Huh, akhirnya kembali pulang." Ucap seorang wanita yang berdiri di samping Arabella.
Arabella hanya tersenyum, tanganya mengusap perutnya yang kini sudah besar.
Ya, kandungannya sudah memasuki bulan ke delapan, itu berarti Arabella sudah pergi meninggalkan kota kelahiran hampir enam bulan lamanya.
"Ayo pulang Cha, aku pengen makan bakso buk Mar." Ucap Arabella yang kepengen makan bakso langganannya.
"Duh Ara, kenapa kamu suka sekali makan bakso semenjak datang kesini, ponakan aku nanti bentuknya bulet kek bakso." Ucap Cahya, yang akrab dipanggil Cha.
"Gak papa Cha, penting dua tubuh sehat di dalam sini, katanya ngidam saat di trimester pertama tapi sepertinya aku sampai melahirkan nanti akan tetap merasa ngidam." Ucap Arabella sambil terkekeh.
Keduanya berjalan bersama pekerja yang lain, dimana mereka berada di jalur pejalan kaki. Rata-rata mereka orang-orang yang tinggalnya dekat dengan pabrik begitu juga dengan Arabella.
"Iya deh, sesekali tidak apa-apa. Yang penting ponakan aku gak kekurangan gizi."
Arabella tersenyum, meskipun sedang hamil besar dirinya merasa tidak kesulitan menjalaninya, entahlah mungkin dirinya yang menikamati masa kehamilannya.
Arabella hampir tidak mengalami kesulitan saat hamil, wanita itu terlihat biasa saja tanpa ada keluhan.
Sampainya di tenda bakso memiliki banner Bu Mar, Arabella langsung memesan.
"Neng Ara gak capek?" Tanya penjual bakso yang memang sudah akrab dengan Arabella.
"Lumayan Bu, dan sekarang waktunya untuk mengisi tenaga." Jawab Arabella dengan senyum.
"Udah Bu, cepat di bikin saja. Ponakan udah kelaparan." Kelakar Cha sambil menuangkan minum.
Beruntung Arabella berada di tempat orang-orang yang baik, di mana mereka tidak mengusik urusan pribadi Arabella. Jika di tanya suaminya mana, Arabella hanya perlu menjawab, 'Dia pergi dan mungkin tidak akan pernah kembali'.
Disisi lain, Maher hanya bisa terbaring di atas rajang dengan alat terpasang ditubuhnya.
Disya dan Adam menatap sedih putranya, bahkan setiap hari Disya hanya bisa menangis dalam diam. Bagaimana bisa putranya dalam keadaan seperti ini hidup segan matipun enggan.
"Pah, kenapa kita tidak cari Bella." Ucap Disya dengan suara serak.
"Sudah sayang, mereka belum menemukan wanita itu." Jawab Adam dengan helaian napas panjang.
Sejak Adam tahu apa yang sudah putranya lakukan pada sekertarisnya Adam ingin sekali menghajar putranya. Meskipun dirinya juga berawal dari sebuah kesalahan, tapi Adam berusaha untuk bertanggung jawab meksipun caranya salah. Tapi melihat keadaan Maher seperti ini membuat Adam hanya bisa menatapnya sedih, mungkin ini adalah hukuman untuk putranya yang sudah menyakiti seorang wanita apalagi wanita itu sedang hamil.
"Apa orang tua Bella sama sekali tidak tahu, mungkin saja mereka sengaja menyembunyikan Bella." Ucap Disya lagi.
Adam merangkul bahu Istrinya dan membawanya keluar dari kamar Maher, kamar yang sudah beberapa bulan seperti ruang rawat inap di rumah sakit.
"Mereka juga tidak tahu kemana Arabella pergi, anak buahku juga memantau mereka."
Disya hanya bisa berdoa, semoga putranya lekas bangun dari komanya, tidak tega melihat Maher yang seperti hidup tanpa nyawa.
Di sebuah taman yang dipenuhi bunga begitu banyak dari kejauhan Maher melihat seorang wanita yang sangat familiar dimata Maher.
Wanita itu bermain dengan anak kecil yang sedang tertawa. Melihat orang yang dia rindukan Maher tersenyum senang, kakinya ia seret menuju dimana wanita yang dia yakini Arabella sedang bermain dengan anak kecil.
"Ara, tunggu aku." Maher terus menyeret kakinya bahkan dengan sedikit berlari agar segera sampai.
Tapi semakin Maher mendekat wanita itu malah semakin terlihat jauh, Maher yang sudah lelah berlari memilih berhenti untuk mengambil napas. Tatapan matanya begitu nanar menyadari jika sejak tadi dirinya tidak kunjung sampai.
"Ara!! Arabella!!" Teriak Maher saat wanita itu berjalan pergi sambil menggandeng anak kecil.
"Ara! tunggu aku Ara!! jangan pergi!!" Teriak Maher sambil berlari mengejar Arabella, meksipun kakinya sudah lelah dengan napas ngos-ngosan, Maher tetap berlari, dan pada akhirnya dirinya terjatuh di atas bebatuan yang membuat tubuhnya sakit.
"Ara, jangan pergi." Gumam Maher dengan air mata menetes.
Tanpa ada yang tahu, mata Maher yang terpejam menitikkan air mata.
Hukum alam lebih kejam dari pada hukuman manusia yang memberikan.
Tinggalkan jejak kalian sayang 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
rahma hartati
Betul se x itu Thor..
lebih Kejam Hukuman Allah Swt dr pd perbuatan Manusia itu sendiri..
2025-01-24
3
Wayan Sucani
Karna is real
2025-03-15
0
3sna
melangkah thor
2025-02-09
0