"Mas Ardi!" panggil Ira yang merasakan laki-laki yang biasanya angkuh dan kasar padanya, saat ini seperti anak kecil yang mencari mamanya.
Ira terus memeluk Ardi dengan eratnya hingga keduanya kini kembali terlelap dalam tidurnya, dan keduanya masuk ke alam mimpi masing-masing.
Jam dinding menunjukkan pukul lima pagi, suara kicauan burung tampak begitu riangnya menyambut pergantian hari.
Ira membuka kedua matanya dan dia terkejut karena Ardi tak ada disampingnya.
"Mas Ardi, dimana dia?" tanya Ira yang tak akan ada yang menjawabnya, karena dia saat ini berada di kamar sendirian.
"Ah, sudahlah! Aku mau sholat Subuh dulu!" lanjut gumam dia yang kemudian bangkit dari tempat tidur dan melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah itu Ira mengambil mukenanya dan segera menunaikan sholat Subuh.
Beberapa menit kemudian Ira telah selesai sholat subuh dan berdoa, sejenak dia ingat tentang kakinya yang kemarin terkilir.
"Wah, kakiku sudah sembuh!" gumam Ira yang mengulas senyumnya dan berjalan-jalan seraya merasakan kakinya yang tak sakit lagi.
"Ternyata mas Ardi bisa menyembuhkan kakiku yang terkilir!" masih gumam Ira yang kemudian dia teringat kalau suaminya yang tak ada di kamar dimana dia berada.
"Mas Ardi, walaupun dia suamiku yang aneh, tapi aku takut kalau terjadi sesuatu padanya!" gumam Ira yang bergegas melangkahkan kaki keluar dari kamar tidur tersebut dan terus menyusuri tiap lorong dan ruangan dalam vila tersebut.
Ira semakin panik pada saat tak menemukan suaminya di setiap tempat yang dia masuki.
"Mas, mas Ardi! mas Ardi dimana kamu...!" seru Ira yang memanggil-manggil nama suaminya.
Istri Ardi itu terus mencari sampai ke teras dan halaman Villa, namun tak juga dia menemukan ke beradaan suaminya itu.
"Mas, mas Ardi ...! dimana kamu...!" seru Ira yang terus memanggil-manggil suaminya dan dia beralih ke dapur dan keluar dari dapur menuju ke halaman belakang Villa.
Ira begitu takjub melihat hamparan Padang rumput yang begitu luasnya, dan nampak sinar matahari yang hendak muncul namun masih malu-malu menghiasi langit yang biru.
Terkejutlah Ira pada saat melihat sesosok laki-laki yang sedari tadi dia cari. Dia duduk di atas rumput yang hijau dan membelakangi Ira dengan bersandar pada kedua tangannya itu.
"Rupanya mas Ardi ada disini!" seru Ira yang kemudian duduk disamping suaminya itu.
"Oh, aku kira kamu senang jika aku tak ada!" seru Ardi yang tak menoleh sama sekali ke arah istrinya yang sudah duduk disampingnya.
"Lho saya kan ingin menjadi istri Solehah, lagi pula aku kan sudah sepakat kalau aku akan mematuhi dan melayani kamu sebagaimana semestinya." jelas Ira yang ikut menatap ke arah matahari terbit.
"Baguslah! Jadi tak akan ada lagi pemberontakan-pemberontakan darimu!" seru Ardi yang menatap ke arah Ira dan Ira menatap ke arah Ardi, tampak kedua wajah mereka yang berkilau karena tertera sinar mentari yang perlahan-lahan muncul di langit yang biru.
"Oh, begitu ya? kalau tak ada ancaman dari mas Ardi, mungkin aku akan kabur lagi!" seru Ira seraya mengulas senyumnya.
"Oh, begitu ya! rasakan ini...!" seru Ardi yang hendak mengoles sesuatu pada pipi mulus Ira.
"Eh, apa ini!" seru Ira yang menghindari jari-jari suaminya.
"Oh, hanya mau buat blush on di pipimu saja kok! he...he...!" seru Ardi Jaya seraya terkekeh.
"Mas Ardi! nggak lucu...!" seru Ira yang penasaran dengan apa yang akan Ardi oleskan ke pipinya itu.
"Ketawa pagi hari itu sehat lho! he...he...!" seru Ardi Jaya yang terkekeh dan akhirnya Ira tahu apa yang dipakai Ardi untuk mencoreng pipinya.
"Oh rupanya pakai itu ya!" seru Ira yang kemudian berhasil merebut sesuatu yang disembunyikan di samping Ardi Jaya yang sengaja dia tutupi dengan daun pisang.
"He..he..he..! coba bau, pasti harum baunya!" seru Ardi Jaya dan Ira menuruti dengan apa yang Ardi perintahkan. Tiba-tiba saja tangan Ardi Jaya bergerak di bawah benda hitam yang habis dia bakar, yang tak lain adalah singkong yang tadi sempat dia cabut dan kemudian dia bakar.
"Plukk....!"
Kulit singkong yang gosong itu mengenai hitung dan mulut Ira, dan itu menatap Ardi dengan tajam.
"Ah, mas Ardi!" seru Ira yang kemudian mengusap hidungnya yang hitam.
"Ha....ha....ha...! makanlah, itu sarapan kamu...!" seru Ardi Jaya yang tertawa penuh kemenangan.
Ira diam tak menjawabnya, kemudian dia membuka dan mencium aroma singkong bakar yang wangi itu.
"Hmm....benar-benar wangi mas!" seru Ira yang mengulas senyumnya dan kemudian sedikit demi sedikit memakan singkong bakar itu.
"Enak ya, sampai lupa berdoa!" seru Ardi Jaya yang melirik ke arah Ira seraya melanjutkan makan singkong bakar ya yang tinggal separo itu.
"Eh, iya! Bismillahirohmanirohiim...!" ucap Ira yang kemudian melanjutkan makan singkong bakarnya.
Tak berapa lama mereka telah selesai makan singkong bakar, dan keduanya bergegas masuk ke dalam villa karena keduanya sedang kehausan setelah memakan singkong bakar tersebut.
Ira segera membuat teh manis yang hangat buat mereka berdua, kemudian mereka menikmati minuman teh itu.
"Mas, bolehkah Ira tahu?" tanya Ira yang menatap wajah suaminya.
"Mau tanya apa?" ucap Ardi yang balik bertanya.
"Apakah mas Ardi phobia sama petir? karena semalam mas Ardi begitu takutnya sama petir?" tanya Ira yang penasaran.
Ardi Jaya menarik napasnya panjang dan mengeluarkannya secara pelan-pelan.
"Pada waktu itu kondisi perekonomian papa dan mama belum sesukses sekarang ini, saat itu aku masih Sekolah Dasar kelas tiga. Kami tak punya pembantu maupun sopir, jangankan sopir mobil saja tak punya." ucap Ardi Jaya yang berhenti sejenak dan kemudian dia menyeruput teh hangatnya.
"Begitulah? terus kelanjutannya bagaimana?" tanya Ira yang penasaran.
"Jarak sekolahku dengan rumah tidak seberapa jauh, dan aku hanya jalan kaki pada saat berangkat dan pulang sekolah. Tiba-tiba pada waktu pulang sekolah hujan begitu derasnya sejak dari pagi, petir dan angin datang bersamaan. Karena khawatir dengan aku, mama menjemputku pada saat pulang sekolah.
Dengan memakai payung, mama berjalan menuju ke sekolah. Dan pada saat sampai dihalaman sekolah, tiba-tiba petir menyambar payung mama dan seketika itu juga tubuh mama bergetar. Mama jatuh pingsan dan pada saat dibawa ke rumah sakit, nyawa mama sudah tak tertolong lagi." cerita Ardi Jaya yang nampak wajahnya yang sendu dan kedua matanya berkaca-kaca.
"Oh, pantas saja." ucap Ira seraya menganggukkan kepalanya.
"Pantas kenapa?" tanya Ardi Jaya yang penasaran.
"Mas Ardi setiap ada petir, selalu menyebut mama dan menutup telinga serta memejamkan kedua mata mas Ardi." jawab Ira yang menjelaskan.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Sangkar Emas Suami Buruk Rupa ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
semangat thor
2023-07-18
1
Naba rumi
🤣🤣🤣🤣🤣
2023-06-30
2