20. lahir dan batin

Felicia yang mendengar ucapan Kavin ia pun melanjutkan tangisan nya, hingga semakin pecah. "Huaaaa haaaah, hiks hiks,"

'Sakit sekali, rasanya benar-benar seperti matu rasa jantung ku.' batin Felicia dengan mencengkram dadanya.

Kavin yang melihat itu, ia mempererat tangannya untuk merangkul Felicia. Felicia pun berhenti menangis dan tubuhnya lemas hingga roboh, namun Kavin dengan segera menangkapnya.

"Hei!" Kavin semakin panik karena Felicia sudah tak sadarkan diri.

"Hei, bertahanlah..." seru Kavin dengan menurunkan tubuh Felicia dengan hati-hati. 'Gawat suhu tubuhnya semakin panas,' batin Kavin.

Kavin pun berjongkok dan menggendong Felicia di punggungnya, ia segera bangkit lalu berjalan keluar dari gerbang. Kavin terus berjalan dengan cepat menuju klinik terdekat, dengan napasnya yang terengah-engah.

"Bertahanlah sedikit lagi, aku akan membawa kamu ke rumah sakit terdekat," seru Kavin, ia menyadari bahwa Felicia kini sudah mulai sadar ia merasakan gerakan tangan Felicia.

Felicia membuka matanya ia melihat pundak Kavin, "pagi," sapa seseorang pada wanita yang ada di depan Kavin.

"Hei! Tika! Kamu di tunggu sama Ansel di gerbang," seru seseorang dari arah belakang mereka, Felicia yang mendengar teriakan itu pun melebarkan kedua matanya. Lalu gadis tersebut yang di sebut Tika pun berlari melewati Felicia dan Kavin.

"Eh, Ansel! Aku akan segera pergi," Teriak wanita itu.

'Apa katanya? Ansel? Dia benar-benar sudah sejauh itu, aku takut sekali. Aku takut melihat wajahnya,' batin Felicia dengan menyembunyikan wajahnya di bahu Kavin.

Kavin hanya bisa diam, ia juga merasakan sakitnya hati yang di rasakan Felicia. Ia tek menghiraukan bahunya basah ataupun geli akibat napas Felicia yang menggelitik di lehernya.

 

Klinik Sehati ...

Sesampainya di klinik, Kavin segera memanggil suster, lalu Felicia segera di bawa ke infus room untuk segera di tangani oleh pihak kesehatan.

Kavin selalu mendampingi Felicia, ia melihat Felicia di infus dan di periksa oleh dokter, "nak apakah kamu saudaranya?" tanya sang dokter.

"Bukan Pak, sayang hanya teman satu kelasnya," jawab Kavin.

"Oh begitu, apakah kemarin dia jajan sembarangan?" tanya sang dokter, Kavin pun mulai gugup. Bahwa dia lah yang telah memberikan jajan beracun itu.

"Memang ada apa dokter?" tanya Kavin memastikan kecurigaannya pada Mr Hans.

"Dia terkena racun, untung saja imun dalam tubuhnya kuat.jadi dia masih bisa terselamatkan hingga saat ini. Jika imun tidur tubuhnya tidak kuat mungkin sudah tidak bisa di jelaskan," jelas sang dokter.

Kavin yang mendengar penjelasan sang dokter pun merasa bersalah, dan bergidik ngeri. Ia menatap wajah Felicia yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Namun dia juga terkena demam cukup parah, dan dehidrasi yang di sebabkan radang lambung. Biarkan dia beristirahat sampai infusnya habis, nanti baru kamu panggil perawat. Dan juga jaga makanan nya sampai tubuh dia kembali pulih," jelas sang dokter.

"Baik dokter, terimakasih banyak dokter," jawab Kavin, setelah sang dokter keluar. Kavin pun menghampiri Felicia, Ia perlahan mendekat ke arahnya, namun saat ia hendak menyentuh kening Felicia, Tiba-tiba ponselnya berdering yang kini berada di saku celananya.

Ia pun menghentikan niatnya, lalu mengambil ponsel tersebut. Ia melihat siapa si pemanggil, lalu segera di angkatnya. "Halo?"

".... "

"Tunggu, aku keluar dulu," jawab Kavin dari seseorang yang berbicara padanya di sebrang sana.

".... "

Namun saat ia hendak memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan Felicia, Ia pun merasa ada sesuatu yang menarik celananya. Kavin pun memutar kepalanya dan melihat tangan Felicia yang sedang menggapai dirinya.

"Jangan__" ucap Felicia dengan nada lemah.

"Jangan pergi," ulangnya, dengan wajahnya yang pucat.

Kavin hanya bisa terdiam seraya mendengarkan ucapan seseorang di sebrang sana, Ia menatap wajah Felicia yang terlihat lemah lesu dan pucat tak berdaya, Kavin sedikit bingung namun ia memutuskan untuk tetap tinggal di sisiNya.

"Nanti aku telpon kembali malam ini," ucapnya seraya melirik ke arah Felicia.

"... "

"Bay bay," lalu menatap Felicia, dan duduk di sampingnya.

"Terimakasih__" ucap Felicia.

"Maaf ini semua salahku," ujar Kavin.

"Aku yang seharusnya minta maaf padamu, aku benar-benar egois. Meminta kamu untuk mengantar aku sampai ke sini, dan aku juga menahan kamu untuk pergi,__" ucap Felicia, ia masih tak tau maksud ucapan kata maaf dari Kavin.

"Meskipun aku tau kamu akan bingung, aku hanya ingin kamu menemani aku sebentar lagi, hiks hiks," ucap Felicia dengan menutup matanya dengan lengannya, ia menangis karena luka di hati dan rasa sakit di tubuhnya.

"Istirahat lah, aku janji aku tidak akan kemana-mana." jawab Kavin yang merasakan sakitnya hati saat melihat Felicia menangis.

"Baik," jawab Felicia, lalu menutup matanya dan terlelap.

'Eh, cepat sekali langsung tertidur.' Batin Kavin. Kavin pun menatap lekat Felicia, ia menyenderkan tubuhnya di ranjang pasien hang di tempati Felicia.

'Untunglah ada kamu di sini,' batin Felicia, ia masih terjaga. Ia belum sepenuhnya tertidur, ia hanya lelah hati dan lemas hingga ia tak ada tenaga untuk tetap membuka matanya.

'### Rasanya aku hampa,hatiku sakit tidak ada rasa lain selain rasa sakit ini, air mataku terasa begitu kering.' batinnya di setengah sadar.

"Eh, infus nya sudah mau habis. Aku sebaiknya meminta perawat untuk mengganti cairan infus ini dulu," gumam Kavin seraya beranjak dari duduknya, lalu ia pun meminta perawat dan di gantikan dengan yang baru.

Tak lama kedua orang tua Felicia datang, ia tahu dari mr, Hans yang memberitahu mereka. Hingga mereka buru-buru ke rumah sakit tersebut. Sang papa menangis tersedu-sedu seperti biasanya, ia terlalu panik dan khawatir akan keadaan putri semata wayangnya.

Kavin pun menjelaskan kepada orang tua Felicia, bahwa ia mengalami demam tinggi dan radang lambung. Kavin tak memberitahu bahwa Felicia keracunan makanan, ia takut nanti orang tua Felicia tambah panik.

"Terimakasih banyak ya nak, telah mengantar anak kami dan menjaganya." ujar mama Felicia.

"Untung ada kamu dan segera membawa Fei anak kami ke sini, kalau tidak entah bagaimana nasibnya ..." sambung papa Felicia dengan air matanya yang mengalir deras.

Felicia mendengar keributan di sekitarnya, ia perlahan membuka matanya. Dan melihat samar-samar Kavin dan kedua orang tuanya berada di sana.

'Kavin, dia sungguh tidak kemana-mana__' gumam Felicia dengan menyunggingkan bibirnya, ia pun menutup matanya kembali dengan wajahnya yang merona.

Setelah itu kavin pun berpamitan kepada kedua orang tua Felicia untuk kembali ke sekolah, sebelum pergi Kavin menatap wajah Felicia yang terlihat begitu pucat, juga mengerutkan keningnya. Hanya Kavin yang tau mengapa Felicia tidur pun merasa tak nyaman.

Bukan hanya tubuhnya yang sakit, namun hatinya juga begitu sakit karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!