...꧁-`𝙷𝙰𝙿𝙿𝚈 𝚁𝙴𝙰𝙳𝙸𝙽𝙶´-꧂...
...◼...
...◼...
...◼...
"APA?!" ucap Jeanelle agak berteriak begitu mendengar berita yang Regina sampaikan. Teriakkan Jeanelle membuat orang-orang yang berlalu lalang memperhatikannya, bahkan Suno sampai mengelus dadanya karena terkejut.
"Kenapa kau tiba-tiba berteriak?" tanya Regina heran.
"Tidak, tidak, bukan itu masalahnya. Apa kau yakin dengan berita yang kau sampaikan itu?" ekspresi terkejut terlihat dengan jelas diwajah Jeanelle.
Regina sempat menyampaikan berita jika Kekaisaran Zetta akan segera mengumumkan Bintang Kekaisaran ke empat dan bintang itu adalah seorang Tuan Putri yang memiliki sihir yang sama dengan Kaisar Evan.
"Tentu saja! Kau meragukan berita ku?"
Bukan begitu masalahnya, seharusnya Jeanelle diperkenalkan kepada publik saat usianya 16 tahun dan juga Evan baru mengetahui bahwa ia memiliki putri lain adalah seminggu sebelum usia Jeanelle 16 tahun. Sekarang usia Jeanelle baru 15 tahun, kenapa Evan sudah mengetahui keberadaanya sekarang?
"Tapi aku baru tau kalau Kaisar memiliki 4 orang anak." sahut Suno, ia ingat betapa heboh keluarganya saat mengetahui kalau Kaisar Evan memiliki seorang putri lagi.
'Kaisar punya banyak anak tau! Hanya saja yang memiliki mata permata hanya 4.' Batin Jeanelle sembari memberengut kesal.
"Sepertinya itu anak haram, malang sekali nasibnya." Regina menggelengkan kepalanya merasa prihatin.
"Itu benar, sepertinya dia sering disiksa juga."
Hyun, Suno dan Regina menggelengkan kepalanya. Sepertinya mereka merasa sangat prihatin dengan kondisi Bintang Kekaisaran ke empat itu, berbeda dengan ketiga temannya yang merasa khawatir. Jeremy malah sekuat tenaga menahan tawanya.
"Tapi ada rumor yang bilang kalau wajah Tuan Putri itu sangat buruk rupa dan menyeramkan." ucap Regina yang entah darimana dia mendengar gosip itu.
"Benarkah?" Suno dan Hyun terlihat begitu penasaran.
"Benar dan katanya...."
"Pftt..." Jeremy menutup mulutnya, ia benar-benar menahan tawanya sekuat tenaga saat mendengar gosip-gosip yang beredar tentang Tuan Putri yang disembunyikan itu.
'Hallo, orang yang kalian bicarakan itu ada disini loh...' Jeanelle hanya bisa menghela nafas. Memangnya apa yang bisa ia lakukan sekarang? Sekarang kan ia sedang menyamar.
"Jadi Jeje, bagaimana menurutmu tentang Tuan Putri yang disembunyikan?" tanya Regina antusias.
"Entahlah, aku tidak begitu tertarik." Jeanelle menjawab dengan ogah-ogahan. Kenapa juga Jeanelle harus tertarik dengan gosip tentang dirinya sendiri.
Jeanelle melangkahkan kakinya berjalan lebih dulu meninggalkan teman-temannya di belakang, mereka berempat masih sibuk bergosip tentang Tuan Putri itu. Jeanelle jadi berpikir dengan reaksi mereka jika mengetahui kalau Jeanelle lah Tuan Putri tersebut.
'Aku tidak bisa membayangkannya.' Jeanelle menggidikan bahunya sambil terkekeh kecil.
Langkah Jeanelle mendadak berhenti, ia menoleh menatap gang kecil yang sempit dan gelap walaupun hari masih siang sekarang. Seperti ada aura aneh yang ada didalam gang kecil itu.
Grep. Wajah Jeanelle mendadak dicengkeram oleh tangan tua yang dipenuhi dengan keriput. Ia seorang nenek-nenek bungkuk dengan bintik-bintik hitam diwajahnya. Matanya berwarna hitam legam, ia memakai jubah hitam yang tudungnya hampir menutupi seluruh wajahnya.
"Anak yang menarik, jiwa yang sama dengan kehidupan yang berbeda. Kau berkali-kali mati dengan tidak adil ya nak." suara itu terdengar sangat serak dan berat, nenek tua itu kemudian terkekeh.
Ingin rasanya Jeanelle berlari atau berteriak namun sayangnya tidak bisa, tubuhnya kaku dan mulutnya terasa dikunci. Jeanelle bisa melihat kalau netra hitam nenek itu bercahaya samar.
"Kehidupan kali ini akan sangat menarik khek khek..."
"Hei! Menjauh lah!"
Sring... Srak... Suno tiba-tiba saja mengayunkan pedangnya, entah sejak kapan Suno membawa-bawa pedangnya itu. Nenek itu langsung melepaskan cengkraman tangannya diwajah Jeanelle dan saat itu juga Jeanelle langsung tersungkur jatuh.
Suno dengan sigap berdiri didepan Jeanelle dan mengacungkan pedang kearah nenek tua tersebut, ia berusaha untuk melindungi temannya.
"Ini benar-benar menarik! Kehidupan ini tidak akan membosankan." lagi-lagi sang nenek tertawa, ia kemudian menunjuk kearah Jeanelle yang masih tersungkur jatuh dan juga tengah menatapnya agak takut. "Kematian selalu mendatangi mu, cepat atau lambat kau akan mati. Begitu juga dengan orang-orang mu, kalau mereka memang milik mu kau harus menjaganya. Akan sulit untuk mu merubah takdir."
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, nenek tua itu menghilang bersama hembusan angin.
"Apa sih yang nenek tua itu bicarakan?!" Regina terlihat kesal. "Kau tidak apa-apa Jeje?" Regina mengulurkan tangannya membantu Jeanelle untuk bangkit dari posisi jatuhnya, Jeanelle dengan senang hati menerima uluran tangan Regina.
"Aku hanya terkejut, tapi siapa dia? Aku tidak pernah melihatnya."
Jeremy menggidikan bahunya tak tau. "Mungkin dia pengungsi dari kerajaan lain, kalau dilihat-lihat dia seorang peramal."
"Jangan terlalu dipikirkan apa yang di ucapkannya, itu pasti hanya omong kosong." Hyun memegang bahu Jeanelle, ia berusaha menenangkannya.
'Tapi bagaimana jika bukan sekedar omong kosong?'
"Iya." Jeanelle tersenyum seolah menandakan jika dirinya baik-baik saja.
...✶⊶⊷⊶⊷❍ ☆ ❍⊶⊷⊶⊷✶...
"Jeanelle keluar Mansion? Bukankah sejak dulu dia hanya mengurung diri di Mansion itu saja?" ucap seorang pria bersurai merah menyala dengan iris mata permata berwarna merah juga.
Terry Agnegius, 17 Tahun. Pangeran.
"Memangnya apa yang kita tau tentang anak itu? Kita bahkan tidak tau apapun tentangnya." sahut pemuda bersurai blonde dengan netra permata berwarna hitam legam.
Kai Agnegius, 16 Tahun. Putra Mahkota.
"Kau benar, kita tidak tau apapun tentang dia. Tapi Jeanelle tau segalanya tentang kita." Baila menunduk. Ia terlihat sedih sekaligus merasa bersalah.
"Apa dia memiliki ingatan yang sama seperti kita?"
Terry menyeritkan keningnya menatap Kai. "Maksudnya dia juga mengulang waktu? Begitu?"
"Entahlah, aku tidak yakin. Aku kan hanya bertanya."
"Tapi tidak ada salahnya memastikan, satu-satunya orang yang bisa memastikannya kan hanya kau." Baila melirik kearah Terry. Diantara mereka semua yang merupakan seorang penyihir agung hanyalah Terry jadi wajar jika hanya Terry yang bisa memastikan jiwa milik Jeanelle.
Terry mengangguk, punggungnya ia sandarkan disandaran sofa, tangan kanannya bergerak mengambil gelas teh dan kemudian menyeruput minumannya.
Firasat Terry tidak begitu bagus dengan kehidupan kali ini. "Entah kenapa rasanya akan sedikit lebih sulit."
Baila dan Kai secara spontan langsung menoleh kearah Terry, mereka berdua menunduk sesaat dan kemudian tertawa kecil.
"Memangnya kita pernah tidak hidup dalam kesulitan?"
"Benar juga."
Mereka semua terdiam dan memikirkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.
...✶⊶⊷⊶⊷❍ ☆ ❍⊶⊷⊶⊷✶...
"Jeanelle dengarkan ibu! Kau tidak boleh mati, kau harus bertahan hidup apapun caranya. Kau boleh mati jika kau sudah bahagia, kau paham kan nak?" wanita paruh baya yang berlumuran darah itu berucap dengan nada pelan, ia menahan sakit disekujur tubuhnya.
Kedua tangan wanita itu bergerak memeluk gadis kecil yang ada dihadapannya, sambil menangis wanita paruh baya itu mengucapkan kata-kata yang sama secara berulang-ulang.
...***...
Jeanelle terbangun dari tidurnya, hal yang pertamakali ia lihat adalah langit-langit kamarnya, netra permatanya melirik keluar jendela yang masih menampilkan langit malam. Sejak kapan Jeanelle tertidur? Sudah berapa lama ia tertidur? Entahlah, ia juga tak tau.
Perasaannya terus gelisah saat mengingat ucapan nenek tadi. Jeanelle tau kalau semua mahluk hidup pasti akan mati, Jeanelle hanya tidak ingin mati diusia muda karena masih banyak hal yang ingin Jeanelle lakukan.
Di kehidupan sebelumnya ia juga anak terakhir dari 4 bersaudara. Dua kakak laki-laki dan satu kakak perempuan, Jeanelle diperlakukan agak berbeda karena dia tidak sepintar ataupun tidak secantik kakaknya. Kakak-kakaknya yang pintar dan berwajah seperti patung dewa-dewi adalah kebanggaan kedua orangtuanya.
Ia selalu saja dibanding-bandingkan dan diperlakukan tidak adil, karena sudah muak begitu lulus SMA dan mendapatkan pekerjaan part time dirinya keluar dari rumah dan hidup seorang diri di apartemen kecil pinggir jalan. Ia merasa sedikit lega dan bebas walaupun kesepian, itu jauh lebih baik daripada diperlakukan tidak adil.
Beberapa kali kakak-kakaknya datang dan membujuknya untuk kembali namun ia menolak dengan keras hingga akhirnya menyerah, kalau kedua orangtuanya memang tidak peduli pada dirinya, jadi sejak keluar dari rumah tidak pernah sedikitpun kedua orangtuanya menghubungi dirinya ataupun mencari dirinya. Sejak saat itu ia berhenti berharap dan menjalani kehidupan sesuai keinginannya.
"Sial! Padahal aku juga ingin dicintai." Jeanelle menunduk meremas selimut yang ia gunakan dan kemudian menangis pelan. Namun ia tidak tau kalau ada orang lain yang tanpa sengaja mendengar ucapannya.
...꧁-`𝙱𝙴𝚁𝚂𝙰𝙼𝙱𝚄𝙽𝙶´-꧂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments