Guru baru saja menyudahi pembelajaran ketika bel istirahat makan siang berdentang. Para siswa yang kelelahan beriringan mengembus napas panjang lalu saling sahut untuk mengajak makan teman mereka. Dari pintu yang terbuka, yang baru saja dilalui oleh Guru, Bambang masuk sambil menenteng minuman kaleng.
“Bos, dari mana saja!” Reza berseru.
Sementara Mardhi terkejut melihat tatapan tajam dari Bambang. Ia ingat betul, ekspresi teman masa kecilnya itu sama persis ketika Bambang percaya diri akan mampu lebih unggul daripada ayahnya. Keangkuhan yang telah lama hilang. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi pada Bambang dalam selang waktu 2 jam itu?
Bambang melangkah masuk ke kelas, menuju meja paling belakang, melalui tempat duduk Laut. Dengan tangan kanan lebih diangkat, ia menumpahkan semua isi minuman soda itu ke kepala Laut seraya berkata, “Maaf, tanganku licin,”
Reza yang mendapati itu bersorak girang sambil menepuk tangan, sedangkan Mardhi melukis senyum pada wajahnya.
Laut bangkit dari kursinya tanpa sepatah kata pun lalu keluar kelas dan pergi ke kamar mandi. Menonton itu Bambang menyungging bibir kemudian memberi perintah ke gengnya dengan gerakan kepala. Di sisi lain Hadi, menahan kejengkelannya dengan menghela napas dan menggaruk kepala. Batinnya mengumpat, “Si brengsek itu, apa dia ga mikir kalau kelasnya jadi kotor?”
Seakan mendengar suara hati ketua kelas, salah seorang siswa yang piket berkata, “Biar aku yang membersihkan,”
“Makasih Fara,” ucap Hadi.
“Tentu saja tidak gratis!” Fara berseru.
“Aku akan membelikanmu tteokbokki sepulang sekolah,” jawab Hadi dengan senyum tipisnya.
“Belikan yang banyak, kakakku suka tteokbokki! Aku mau menjenguknya nanti,”
“Kenapa dengan kakakmu?”
“Ada sedikit masalah di tempat kerja ... tapi tidak apa, dia pria yang kuat,”
Hadi tahu kalau gadis itu memaksa tersenyum, itu jelas tampak pada wajahnya. Dari pertama mereka berkenalan, Fara jauh lebih banyak menceritakan tentang kakaknya ketimbang dirinya. Itu sangat jelas betapa berharga kakaknya di hati Fara.
“Boleh aku menjenguknya juga?” tanya Hadi.
Fara mengangguk. Matanya telah penuh akan air mata yang bisa tumpah kapan saja. Sambil membersihkan lantai dengan kain pel, tangannya menggenggam gagang itu dengan kuat. Giginya dirapatkan dengan keras sampai menghasilkan bunyi gemeletuk. Alisnya meruncing, dahinya mengerut, dan urat-urat nadi terpampang jelas pada wajahnya. Hati wanita itu berkutat, “Akan kubunuh orang itu!”
***
Di kamar mandi, Laut beru saja selesai membersihkan noda pada kepala juga pakaiannya. Ketika ia baru saja mau menegap badan, Bambang telah berada di belakangnya bersama Mardhi, sedangkan Reza berdiri membelakangi pintu lalu menguncinya.
“Our bussines not finished, jerk!—“Urusan kita belum selesai, brengsek!” gertak Bambang dengan seringainya.
Laut membalik badan lalu melempar tatapan tajam ke arahnya.
“Dasar brengsek! Akan kubuat kau tak bisa lagi melihatku dengan mata itu! Kau bakalan takut denganku!” Bambang masih mersuara dengan nada intimidasi.
Laut menunjukkan ekspresi malasnya membuat Bambang beserta gengnya kian geram. “Seekor singa tidak takut dengan gerombolan hyena,”
Bambang kian meruncingkan alisnya, amarahnya telah banyak terkumpul akan sikap Laut. Satu-satunya pria yang tidak gemetar berhadapan langsung dengannya. Bahkan seakan-akan anak itu meremehkannya, “Kau pikir siapa singanya? Tentu saja aku, brengsek!”
“Singa tidak bernah bergerombol,”
Mendengar itu Bambang tidak lagi bisa menahan. Ia melepaskan pukulannya yang menghantam tepat di wajah laut.
“Wow!” seru Reza yang mulai mendekat.
Namun bukannya tersungkur, pria itu tetap berdiri dengan tatapan tajamnya.
“Dasar brengsek!” teriak Bambang yang disusul dengan tinju.
Reza dan Mardhi antusias. Keduanya mengikuti apa yang dilakukan bos mereka.
Pukulan, tendangan, ejekan, semuanya saling susul. Hingga darah telah cukup banyak keluar dari tubuh Laut, tapi ia tetap bergeming. Menerima semua serangan mereka mentah-mentah. Sampai akhirnya Laut tersungkur.
“Rasakan!” sorak Reza ngos-ngosan.
“Kau sudah takut sekarang, heh?!” pekik Bambang dengan napas memburu udara.
Dengan kaki gemetar, ia memaksa berdiri sambil berkata, “Lihat, siapa yang keroyokan?”
Reza dan Mardhi tercekat kaget, sedangkan Bambang semakin emosi. Terpogoh-pogoh ia mendaratkan tinjunya sampai membuat Laut terjungkal. Badannya telah kelelahan, dan tangannya berdenyut, seakan-akan ia berulang kali memukul tembok yang tidak kunjung hancur.
Dan sekali lagi, Laut bangkit dengan sempoyongan. “Hentikan ini ... apa kalian tidak capek?” lalu pergi meninggalan ketiga perundung itu begitu saja.
Bambang beserta gengnya terduduk di lantai. Ketiganya bertengger pada kaki dan kedua tangan. Sambil kepala mendongak dengan dada kembang-kempis. Mereka sama sekali tak bisa menghentikan satu orang yang baru saja keluar.
“Brengsek!” Bambang mengerang penuh kekesalan.
***
Di UKS, Laut tengah diobati oleh salah seorang petugas yang berulang kali bertanya, “Kenapa lukamu bisa separah ini?”
Namun seperti biasa, Laut tidak berkata, ia hanya merespons dengan menatap tajam ke arah orang yang bicara. Sampai akhirnya Laut selesai diobati, si petugas kembali berkata, “Kau harus memberi tahu apa yang terjadi ... aku perlu laporan, kau mengerti!”
Laut mengembus napas lalu membuka mulutnya, “Mana yang akan kau percaya ... aku jatuh atau dipukuli?”
“Siapa yang memukulimu?” sahut si petugas cepat.
“Reza Mahendra, Mardhi Wardhi, dan Bambang Bhaskoro,”
Melihat wajah si petugas yang terkejut Laut kembali berucap, “Anak si investor,”
Si petugas mendadak kikuk. Ia tidak tahu harus berkata apa selain, “Jangan menuduh temanmu yang bukan-bukan,”
Laut melihat si petugas dengan tatapan malas. Saat ia berdiri, terdengar suara pintu terbuka. Dan muncul Bambang beserta gengnya dari balik pintu dengan luka pada kedua tangan mereka. Laut kemebali menatap si petugas sampai membuat hatinya berbisik, “Apa bocah ini benar-benar dibuli anak Bhaskoro?”
“Makasih obatnya,” ucap laut sambil membungkuk badan. Lalu pergi dari UKS setelah melalui Bambang dan kedua rekannya dengan melempar pandangan menusuk.
Seperginya Laut, Bambang beserta gengnya duduk di hadapan si petugas seaya berkata, “Obati kami.”
Si petugas memaksa menyungging bibirnya sambil mengangguk kepala.
Di sela-sela mengobati luka mereka, si petugas bertanya, “Apa yang terjadi dengan tangan kalian?”
Reza cengengesan, mencari-cari alasan sebab kedua rekannya membisu.
“Katakan saja kenapa ... aku perlu laporan,” tambah si petugas.
“Tak usah banyak bertanya, selesaikan saja tugasmu,” gertak Bambang.
“Ta-tapi—”
“Kalau kau masih bicara....” Bambang memotong ucapan si petugas. “Akan kupastikan kau tidak bisa hidup di daerah ini,”
Mendengar itu si petugas terkejut. Badannya menegap dengan bola mata terbuka lebar. Wanita itu memaksa menelan kekosongan pada kerongkongannya yang kering.
Di sebelahnya, Mardhi melihat Bambang dengan ekspresi yang tak jauh berbeda dengan si petugas. Ia menghela napas lalu menggumam, “Jadi, kau memutuskan untuk jatuh lebih dalam,”
“Tulis di laporanmu, kalau kami terluka karena habis latihan tinju,”
Si petugas mengangguk cepat.
“Benar! Kami habis latihan tinju!” Reza menyaut.
Setelah selesai diobati, ketiganya keluar ruang UKS. Ada satu langkah yang sengaja Bambang hentikan untuk melirik ke arah si petugas sembari bertanya, “Apa yang terjadi dengan anak sebelum kami?”
Lagi-lagi si petugas tersentak, lalu menjawab dengan tergagap, “Dia hanya jatuh,”
Bambang kembali membelakangi wanita itu. Mengajak gengnya untuk pergi ke kelas mereka. Hatinya kembali berbisik, “Akan kusiapkan permainan yang lebih bagus untukmu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Penulis Noname
ngeselin sih
2023-07-13
0
Penulis Noname
makasih
2023-07-04
0
Mr. R
Itu Fara adiknya Ghazi bukan sih thor?
2023-07-04
0