Denting bel memaksa seluruh siswa untuk kembali ke kelas mereka masing-masing, tak terkecuali Bambang beserta gengnya. Alangkah terkejutnya mereka bertiga saat masuk ke kelas dan melihat Laut telah duduk pada tempatnya.
“Bagaimana bocah itu masih hidup?!” Bambang menggeram.
“Apa si brengsek itu kucing?!” Reza ikutan sewot. “Nyawanya banyak banget,”
“Mana mungkin manusia punya nyawa sebanyak kucing?” sahut Mardhi.
“Aku tahu, goblok!” sentak Reza sambil memukul kepala pria berotot itu. “Itu hanya perumpamaan!”
Bambang tanpa menanggapi kedua rekannya, menghadapkan diri di depan Laut. “Urusan kita belum selesai!” gertaknya.
Laut tidak menjawab. Kedua telinganya tertutup rapat oleh earphone. Dan dirinya masih disibukkan dengan soal-soal pada hadapannya.
Melihat perilaku pria di depannya membuat Bambang naik pitam. Ia dengan amarahnya yang memuncak mengobrak-abrik segala isi meja Laut.
Lagi-lagi pria itu tidak merespons tindakan Bambang. Ia mengambil benda-bendanya yang jatuh, seakan angin yang menerbangkannya.
“Lihat si brengsek ini!” Reza berseru saat Bambang telah mengulang ulahnya itu.
Baru saja Bambang mengepal bogemnya. Mendadak suara Hadi terdengar menyeruak. “Hentikan! Apa kalian tidak dengar bel sudah bunyi?”
“Cih!” Reza berkutat.
Sementara Bambang merapatkan giginya sampai menghasilkan bunyi gemeletuk. Dan terpaksa kembali ke tempat duduknya setelah menendang keras meja Laut sampai terbang.
“Rasakan!” teriak Reza sambil tertawa.
Laut sekali lagi menanggapi itu dengan membereskannya seakan tak ada yang mengganggunya sama sekali.
***
Kala pelajaran dimulai, Bambang dan Reza bergantian melempar sobekan penghapus ke kepala Laut sampai membuat rambutnya penuh dengan sampah itu. Keduanya cengengesan sampai akhirnya rasa geram kembali menggerogoti hati Bambang sebab Laut sama sekali tidak merespons keusilan mereka. Bambang mengampil penghapus lain yang masih utuh lalu melemparnya sekeras mungkin ke arah Laut, tapi itu tidak mengenainya, justru mendarat di pantat Guru yang sedang mengajar.
“Nice shoot,” bisik Reza meledek.
“Sialan!” Bambang menyentak dengan suara yang sama lirihnya.
“Siapa yang lempar?!” teriak Guru itu membuat seluruh siswa menengok ke segala sisi dengan kisikan yang terdengar bagai dengungan serangga.
“Ayo ngaku!” bentak pria yang tengah mengajar. “Kalian tidak bisa keluar kelas, sebelum ada yang mengaku!”
Mendengar itu, obrolan lirih para siswa makin keras. Mereka sudah membaca rumor yang beredar kalau Letkol Prihantoro adalah Guru yang sangat keras. Bukan sebatas ia juga bertugas di TNI, melainkan karena prinsip yang ia pegang kuat-kuat tentang takkan menarik apa yang sudah dikatakan membuat banyak orang kerepotan.
Seperti kejadian tahun lalu, saat terdengar dering telepon waktu Letkol Prihantoro mengajar. Ia tetap bergeming, tak membiarkan satu orang pun siswanya keluar kelas sampai ada yang yang mengaku. Itu membuat beberapa siswa yang mesti ke toilet, harus menahan malu sebab kencing dan berak di kelas. Tragedi tersebut yang membuat mereka baru bisa pulang sekolah setelah pukul 9 malam, karena baru ada siswa yang mengakui tidakannya—bermain ponsel saat pelajaran dimulai.
Letkol Prihantoro hanya memberi hukuman untuk lari memutari lapangan setiap hari, sebelum masuk kelas. Namun hidup siswa yang membuat kepayahan satu kelas itu telah berakhir. Sebab ia dikucilkan oleh teman-teman sekelasnya. Itulah yang menjadi alasan bagi siswa tersebut harus keluar dari sekolah.
Tragedi tersebut akhirnya menjadi isu hangat diantara siswa. Tak jarang yang menambahkannya dengan gosip yang sebenarnya tak pernah terjadi. Seperti: “Jangan mengusik Letkol Prihantono saat mengajar, atau kau akan terus dihukum sampai membuatmu ingin keluar sekolah,”; “Letkol Prihantoro bakal terus memburumu kalau hukumanmu belum selesai, meski kau sudah keluar sekolah sekalipun,”; “Dulu ada siswa bundir karena tidak kuat dengan hukuman Letkol Prihantoro,”; dan sebagainya.
Namun berbeda dengan Bambang. Mengetahui rumor yang beredar tentang Letkol Prihantoro, dirinya sama sekali tak takut untuk menghadapi pria itu. Sebab ia tidak percaya rumor, gosip, dan segala sesuatu yang beredar dari mulut ke mulut. Bambang memang sangat membencinya. Dan melihat apa yang tengah terjadi di kelasnya, seringai Bambang berkilat lebar.
“Sekali lagi Bapak tanya, siapa yang—”
“Dia Pak!” seru Bambang menyerobot kalimat Letkol Prihantoro sambil mengacungkan jari ke arah Laut.
Semua pasang mata terarah padanya dengan bisikan-bisikan yang kembali menggema ke tiap sudut ruangan. Dari sudut mata Hadi, ia melihat kalau Bambang beserta gengnya sedang tersenyum licik. Hadi tahu kalau sebenarnya yang melempar bukanlah Laut, tapi ia tidak bermaksud membelanya. Sebab Hadi tidak ingin berurusan dengan keluarga Bhaskoro. Ia sama sekali tak ingin apa yang telah ia bangun selama ini untuk mencapai cita-citanya gugur percuma hanya demi menyelamatkan seorang siswa aneh seperti Laut. Pria yang sama sekali tak jelas latar belakangnya.
“Mantap, Bos!” bisik Reza sambil terkekeh.
“Kau yang melempar ini?!” bentak Letkol Prihantoro sambil melebarkan pandangannya.
Laut mengembus napas lalu membalas mata gurunya dengan tatapan tajam.
“Kenapa diam?!” letkol Prihantoro kembali menyentak.
“Lihat! Si brengsek itu benar-benar kurang ajar,” Reza kembali membisik.
“Bocah itu hanya bisa begitu,” saut Bambang.
“Apa ini bukan masalah?” Mardhi menanggapi dengan gelagapan.
“Siapa peduli?! Itu urusan si brengsek itu,” hentak Reza.
“Bapak tanya, kenapa diam?!” Letkol Prihantoro kembali berseru. Suaranya yang bagai guntur membuat semua siswa mengatup mulut mereka rapat-rapat.
“Bapak peringatkan! Sekolah, bukan tempat untuk bermain!” tegasnya. “Dengar?!”
“Dengar Pak,” jawab para siswa kompak.
“Siapa namamu?!” tanya Letkol Prihantoro tanpa menurunkan suaranya.
“Laut,” jawab siswa yang duduk di barisan paling depan.
“Nama bagus-bagus, perilaku tidak bagus. Ikut Bapak ke kantor!”
Melihat siswa di depannya tidak merespons, Letkol Prihantoro mengulang kalimatnya dengan berteriak sekencang-kencangnya. “Ikut Bapak ke kantor, sekarang!”
Para siswa bergidig. Badan mereka gemetar karena takut. Hal itu juga terjadi kepada tiga serangkai siswa yang duduk paling belakang. Dalam benak Bambang kini berkata, “Pria itu memang mengerikan! Sialan! Aku tidak boleh berurusan dengannya.”
“Kamu tidak dengar Bapak ngomong?!” Ulang Letkol Prihantoro dengan nada yang sama.
Beberapa saat kemudian, Laut mengembus napas lalu bangkit dari duduknya sambil berkata, “Mari Pak, ikut saya ke ruang CCTV,”
Mendengar itu Bambang gelagapan. Tanpa ia sadari, dirinya telah berdiri sambil berteriak, “Brengsek! Jangan ke sana!”
Melihat perilaku Bambang semua pasang mata kini tertuju ke arahnya. Hanya ada dugaan yang sangat pasti di benak mereka kalau Bambanglah pelakunya. Dan Letkol Prihantoro menyadari itu. Dengan suara rendah tanpa nada, ia berkata, “Kamu ikut Bapak,”
Bambang menegup pakas ludahnya sebab melihat tatapan tajam Letkol Prihantoro yang sangat mengerikan. Suara dinginnya pun berkali-kali lipat lebih menakutkan ketimbang suara sebelumnya yang sangat keras.
Hadi, menghela napas lalu tersenyum, “Bangkai memang sebau itu,” bisik hatinya.
“Bo-Bos,” ucap Reza terbata-bata berbarengan dengan Mardhi.
Di depan sana, Laut masih berdiri dengan tenangnya membuat emosi Bambang meninggi. Dalam benaknya ia mengumpat, “Sialan! Akan kubalas kau!”
Seakan mendengar itu, Laut menghadapkan wajah ke arah Bambang dengan tatapan menusuk, membuat Bambang makin merapatkan giginya. Hingga urat lehernya mencuat keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Kustri
kena kau!!!
2023-07-21
0
Penulis Noname
terus baca
2023-07-13
0