Tuduhan yang Menyakitkan

Abimanyu menatap punggung Infiera yang mulai menghilang setelah berbelok dari pintu masuk ruangannya. Dia merasa gusar setelah melihat perubahan ekspresi di wajah wanita itu ketika melihat kedekatannya dengan Almira.

Bukankah mereka sudah membahas mengenai hal ini?

Brak!

“Apakah kalian mau seperti ini terus di hadapan jomblo?”

Tiba-tiba, Gerald melemparkan buku yang sebelumnya diberikan oleh Infiera ke atas meja kerja Abimanyu. Bukan hanya Abimanyu yang terkejut, tapi juga Almira.

Almira tertawa sambil menutup mulutnya. “Pak Gerald, hentikan! Lihatlah, wajah Pak Abi yang memerah karena malu.” Almira menggoda, dia melirik Abimanyu. Dia berniat bercanda karena dari semua dosen yang bekerja di sana, dirinya salah satu—mungkin satu-satunya orang yang tahu jika Abimanyu sudah menikah.

“Tidak apa-apa. Sebentar lagi saya tidak akan jomblo jika mahasiswa cantikku itu mau menikahi denganku.”

Tiba-tiba suara tawa menggelegak dari sisi barat ruangan, Bu Rita tidak tahan dengan kelakar rekan dosennya itu. “Pak Gerald rupanya serius, ya? Kalau begitu, ayo, berjuang, Pak. Saya orang pertama yang akan menyiapkan kado jika Anda menikah.”

Gerald mengacungkan kedua jempolnya ke arah Bu Rita. “Ibu memang the best! Saya akan memperjuangkannya, sebelum diambil orang lain.” Gerald berkata, seraya melirik Abimanyu yang masih menatap gusar ke sembarang arah.

Bu Rita kembali tertawa, kini diikuti oleh Almira yang masih duduk di kursi Abimanyu. Wanita itu sesekali menimpali karena merasa dosennya itu sangat lucu dan sangat jujur dengan perasaannya.

Sedangkan Abimanyu tiba-tiba dia bangkit berdiri dan meraih tasnya.

“Mau ke mana, Bi?” tanya Gerald, dia tahu kalau Abimanyu hari ini tidak memiliki jadwal, tapi sejak tadi dia lupa untuk menanyakan alasannya.

“Ada urusan di kantor.”

Gerald hanya mengangguk. Dia paham betul kantor yang dimaksud Abimanyu adalah redaksi penerbitannya. Selain aktif mengajar, sahabatnya itu memang cukup kompeten menjalankan bisnis lainnya. Itu sebabnya, dia pun tak ragu mengajak pria itu bekerja sama untuk membangun bisnis cafe bersama-sama.

Abimanyu berlari meninggalkan ruangannya. Gerald hanya menarik sudut bibirnya tersenyum penuh makna seraya menggelengkan kepalanya dan Almira hanya menatap pria itu tanpa berani menanyakan apa pun lagi karena sadar, mereka sudah tidak memiliki hal yang spesial setelah hari itu—hari di mana Abimanyu mengatakan kalau dirinya harus menikah karena dijodohkan kedua orang tuanya.

Sampai parkiran, Abimanyu mencoba menghubungi Infiera, dia berniat mengajak wanita itu untuk pulang bersama dan menjelaskan apa yang terjadi antara dirinya dan juga Almira, tapi sayangnya nomor wanita itu tidak aktif.

“Angkatlah, Fiera.” Tiga panggilan yang dilakukannya masih tidak membuah hasil, Abimanyu semakin tidak nyaman dengan keadaan itu.

Ada apa dengan dirinya? Bukankah kemarin mereka sepakat untuk menjadi teman? Mereka berdua sama-sama tahu jika pernikahan itu terjalin karena sebuah perjodohan yang tidak diinginkan.

Hampir lima menit Abimanyu duduk di dalam mobilnya dan tidak melajukannya, tapi tetap saja tidak istrinya tidak mengangkat panggilannya itu.

Akhirnya, Abimanyu memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Bagaimanapun, dia harus menjelaskan hubungannya dengan Almira.

Sampai di rumahnya, Abimanyu turun dari mobil dengan tergesa. Sepi, tidak ada siapa pun di dalam rumah itu. Bahkan, di dalam kamarnya juga tidak ada siapa-siapa. Ruangan itu masih sama seperti terakhir dia meninggalkannya, tadi pagi, masih rapi.

Abimanyu juga tidak melihat kedua orang tuanya. Sepertinya, mereka masih berada di tempat seminar, ayahnya juga mengatakan kalau mereka akan pulang aga sore.

Abimanyu mengusap wajahnya kasar, kenapa dia merasa segusar itu hanya karena tahu kalau Fiera melihat kedekatan dirinya dan juga Almira?

Bukankah, seharusnya semua baik-baik saja jika mengingat bagaimana hubungan mereka selama ini? Tetapi, pemikiran itu tetap tidak membuat dirinya merasa tenang.

Sore hari, mobil hitam milik Gunawan terlihat memasuki halaman.

Abimanyu segera berlari keluar untuk melihat, apakah istrinya juga sudah pulang atau belum. Ternyata, mereka hanya berdua. Abimanyu semakin cemas dan juga tegang. Jam segini, Infiera belum kembali juga, sedangkan orang tuanya sudah kembali. Bagaimana kalau mereka menanyakan menantunya?

“Kamu baru pulang, Bi?” tanya ibu menghampiri putranya.

Abimanyu terlebih dahulu mencium punggung tangan kedua orang tuanya, lalu menjawab, “Tidak, Bu, aku pulang aga siangan.”

Ibu mengangguk, wanita paruh baya itu ternyata tidak menanyakan apa pun mengenai Infiera.

“Ayah mandi saja dulu, ibu mau masak ini.” Ibu menunjukkan belanjaannya yang tadi dia beli di jalan. Supaya kita bisa makan bersama nanti malam.”

Ayah langsung mengiyakan, sedangkan Abimanyu terus melihat ke arah luar pagar rumahnya, untuk melihat apakah Infiera pulang atau tidak. Biasanya, wanita itu akan kembali sekitar pukul empat sore. Saat ini sudah pukul lima sore, tapi batang hidungnya sama sekali belum kelihatan.

Sampai waktu makan malam tiba, Infiera masih belum terlihat juga, membuat Abimanyu semakin khawatir, apa lagi saat ini kedua orang tuanya ada di rumah mereka. Dia terus menghubungi wanita itu, tapi tidak mendapatkan jawaban juga, pesannya juga hanya ceklis satu.

17.00

[Fiera, kau di mana? Ayah dan ibu sudah pulang.]

17.30

[Fiera, kalau ibu marah, aku benar-benar tidak akan membantumu.]

18.00

[Fiera, ibu menanyakanmu.]

Abimanyu sudah ingin melemparkan ponselnya sejak tadi, tapi masih ditahannya.

19.30

[Fiera, ini benar-benar engga lucu. Apakah kau sengaja ingin membuat ibu marah dan membuatku malu?]

Pesan itu berderet Abimanyu kirimkan pada Infiera, tapi masih juga belum berubah ceklis dua. Setelah makan malam, orang tuanya bahkan mengajak Abimanyu berbicara, tapi mereka masih tidak menanyakan keberadaan istrinya.

Apakah orang tuanya tahu kalau dirinya dan Fiera sedang dalam masalah? Lau, mereka sebagai orang tua tidak mau ikut campur? Ya, pasti seperti itu.

Sampai akhirnya, sekitar pukul sembilan malam, sebuah motor berhenti di depan rumah Abimanyu. Fiera turun dari ojek online dan masuk ke dalam rumah dengan terburu. Ekspresi wajahnya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia merasa takut. Dia melangkah dengan ekspresi biasa saja dan mengucap salam.

“Baru pulang, Fier?” Ibu yang lebih dulu bertanya.

Fiera tersenyum dan mengangguk, menghampiri kedua mertuanya dan mencium punggung tangan mereka, lalu menghampiri Abimanyu yang duduk di depan ayahnya. Pria itu memasang ekspresi dingin, tapi sungguh Fiera sama sekali tidak memperhatikan hal itu.

“Apakah kamu sudah makan malam?” tanya ibu lagi.

“Sudah, Bu, tadi Fiera makan malam di jalan.”

Mendengar jawaban Fiera, Abimanyu mengepalkan tangannya jengkel. Wanita itu benar-benar mengabaikan  ibunya yang sudah memasak untuk mereka. Fiera bahkan berani makan di luar saat orang tuanya ada di rumah.

“Ya sudah, kamu naik sana. Istirahatlah. Pasti sangat cape.”

Fiera tersenyum dengan pengertian mertuanya itu. Dia segera berpamitan untuk pergi ke kamarnya. Setelah beberapa saat Abimanyu juga berpamitan, dia menyusul Fiera ke kamarnya.

“Kau dari mana saja?” tanya Abimanyu, suaranya sedikit meninggi, tapi dia masih menahannya supaya orang tuanya tidak dapat mendengar. “Apa kau sengaja ingin membuatku malu di hadapan ayah dan ibu?”

Infiera yang baru saja mengambil handuk untuk mandi segera menghentikan langkahnya. Dia menoleh pada Abimanyu yang menatapnya garang. Infiera mengerutkan keningnya. “Membuat malu? Memangnya apa yang sudah aku lakukan?” Infiera bertanya karena dia merasa pertanyaan Abimanyu seolah sedang menuduhnya melakukan sesuatu yang menyalahi aturan.

Abimanyu bergeming, dia masih menatap garang pada istrinya. “Apakah kau tahu ini jam berapa?”

“Tentu saja aku tahu. Aku masih bisa melihatnya di ponselku.”

“Terus? Kenapa kau jam segini baru pulang?”

Infiera semakin tidak paham dengan sikap Abimanyu yang tiba-tiba marah.

“Memangnya kenapa? Bukannya Mas Abi juga sering pulang jam segini? Bahkan mungkin lebih larut dari ini.”

“Tentu saja itu berbeda. Aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan. Selain itu, sekarang ibu dan ayah ada di rumah. Seharusnya kau mengerti untuk pulang lebih awal.”

Mendengar hal itu, Fiera terdiam. Sebenarnya, dia sudah memberi tahu ibu mertuanya mengenai ke mana dirinya pergi. Bahkan, tadi siang ayah dan ibu mertuanya mengajak dirinya untuk makan siang bersama karena ternyata acaranya berlangsung lebih cepat dari dugaan mereka.

Fiera terlambat karena memang dia harus mengerjakan tugas kelompoknya yang harus selesai minggu depan. Setelahnya, dia juga harus menemui Gio, editornya, dan juga tim yang lainnya untuk membahas mengenai bukunya yang ditolak oleh salah satu penerbit, yang memintanya merevisi ending cerita yang sudah ditulis.

Fiera menolak untuk mengubah keseluruhan, akhirnya dia meminta pendapat editornya. Dan, semua kegiatannya itu diketahui oleh kedua mertuanya.

“Memangnya, hanya Mas Abi yang harus bekerja? Lalu bagaimana denganku?” tanya Fiera dengan suara rendah, tatapannya begitu datar. “Aku harus memenuhi kebutuhan pribadiku sendiri. Kalau tidak bekerja, siapa yang mau memenuhinya?”

Abimanyu terkesiap dengan jawaban Infiera. Itu sungguh menampar dirinya sebagai suami yang harus memenuhi kebutuhan istrinya. Jadi, selama ini Fiera bekerja? Bagaimana mungkin Abimanyu tidak mengetahuinya?

“Ka-kau bekerja?” tanya Abimanyu.

Fiera diam, dia enggan untuk menjawabnya.

Ya, tentu saja. Semua itu karena Abimanyu tidak pernah mempedulikan apa pun tentang wanita di hadapannya. Dia hanya memenuhi kebutuhan pokok di rumahnya dan membayarkan biaya kuliah wanita itu. Selebihnya, dia sama sekali mengabaikan kewajibannya.

Fiera kembali menjelaskan, “Tenang saja. Aku juga sudah memberi tahu ayah dan ibu kalau aku akan pulang terlambat karena mengerjakan tugas!”

Kenyataannya, Fiera tidak hanya mengatakan pada mertuanya kalau dia harus mengerjakan tugas, tapi dia juga mengatakan kalau dirinya suka menulis dan mengisi waktu luangnya dengan membuat sebuah buku untuk diterbitkannya di platform digital.

Jadi, dia meminta izin juga untuk menemui editornya. Fiera tetap menjaga marwah suaminya di depan kedua orang tuanya. Fiera bahkan memuji pria itu yang mendukung hobinya, padahal Abimanyu tidak tahu apa-apa.

“Ka-kau sudah memberi tahu ayah dan ibu?”

“Ya.”

Abi terkejut dan merasa bersalah. Tidak heran jika mereka tidak mencari keberadaan istrinya. Mungkin juga orang tuanya mengira kalau Abimanyu sudah tahu mengenai hal itu. “Ma-maaf, aku benar—“

“Tenang saja. Tidak perlu khawatir aku mempermalukanmu, seperti aku baru saja bepergian dengan pria lain.” Dia memotong ucapannya.

Lagi-lagi Fiera menampar wajahnya dengan sangat keras. “Fiera,” ucapnya dengan lirih. “Sebenarnya, aku dan juga Almira adalah...”

“Pasangan kekasih?” Fiera memotong ucapan suaminya.

“Kau sudah tahu?” Abimanyu terkejut. “Tapi, sebenarnya kami itu sudah—“

Fiera tersenyum sangat lebar. “Tenang saja, aku mengerti, kok. Ada lagi yang ingin dibicarakan? Aku mau mandi.”

“Ah, tunggu sebentar.” Abimanyu  tidak sempat menjelaskan lebih banyak. Dia melangkah menuju nakas, di dekat tempat tidur dan mengambil sesuatu dari dalam dompetnya, lalu kembali membawanya ke hadapan Infiera.

“Gunakanlah ini untuk kebutuhanmu. Maafkan aku yang selama ini lalai.”

Fiera sedikit menunduk, melihat kartu yang disodorkan oleh Abimanyu.

“Kenapa tiba-tiba?” Fiera tertawa hambar. “Sungguh, aku mengatakan kalau aku juga bekerja bukan untuk ini. Aku hanya ingin memberi tahu, kalau aku pulang terlambat karena ada pekerjaan. Jadi, kamu tidak perlu cemas untuk aku mempermalukanmu.”

Abimanyu merasa bersalah dengan tuduhannya itu. “Aku minta maaf dengan hal itu. Tolong terimalah, jangan buat aku semakin merasa bersalah.”

Fiera mendengkus tipis. “Baiklah. Aku akan menerimanya.” Dia mengambil kartu itu dari Abimanyu. “Terima kasih, ya. Kalau begitu, aku mandi dulu.”

Fiera bergerak melangkah dari hadapan Abimanyu. Dia meletakkan begitu saja kartunya di atas nakas, samping dompet Abimanyu, lalu mengambil pakaian yang sudah disiapkan sebelumnya sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

Abimanyu menatap nanar punggung istrinya yang menghilang di balik pintu kamar mandi.

Meski wanita itu mengatakan tidak apa-apa dan terima kasih, tapi Abimanyu malah diliputi rasa bersalah yang luar biasa.

Apa lagi, dia sungguh tidak salah melihat pancaran kesedihan di mata wanita itu ketika dirinya menyebut nama Almira. Meski tersenyum, Fiera tidak mampu menutupi kegelisahannya. Abimanyu mengacak rambutnya frustrasi.

Kenapa belakangan ini, dia semakin peduli dengan hubungan mereka? Bukankah selama satu tahun ini semuanya berjalan baik-baik saja?

Di dalam kamar mandi, Fiera terduduk di lantai dengan kepala yang tertunduk. Wajahnya ia tutup dengan handuk untuk meredam suara yang keluar dari mulutnya. Guncangan di pundaknya menunjukkan dengan jelas kalau wanita itu sedang menangis tersedu untuk meredakan rasa sesak di dadanya. Abimanyu sungguh kejam mengatakan kalimat kasar seperti itu, tanpa bertanya terlebih dahulu.

Terpopuler

Comments

micii

micii

nyesek baca nya

2024-10-06

0

Febby Fadila

Febby Fadila

/Sob//Sob//Sob/

2024-08-13

0

putia salim

putia salim

😔😔😔

2024-07-26

0

lihat semua
Episodes
1 Hukuman Dosen Galak
2 Seorang Penggemar
3 Dosen Baru
4 Pertengkaran
5 Memilih Mengabaikan
6 Gara-gara Pembalut
7 Kita Berteman
8 Kesialan Abimanyu
9 Mendapatkan Saingan
10 Maafkan Aku, Fiera
11 Mengajak ke KUA
12 Tuduhan yang Menyakitkan
13 Pemandangan tak Terduga
14 Termakan Godaan Sendiri
15 Bertamu Kembali
16 Sikap yang Membingungkan
17 Insiden Mengejutkan
18 Gara-gara Lingerie
19 Sangat Kecewa
20 Sindiran Gerald
21 Kebingungan Abimanyu
22 Ketegasan Infiera
23 Gagal Membujuk
24 Terus Mendiamkan
25 Abimanyu Sakit
26 Bagaimana Denganku?
27 Mints Bekal Makan Siang
28 Kecurigaan
29 Ajakan Makan Malam
30 Kencan Pertama
31 Mulai Bimbang
32 Dibawa Pergi
33 Maafkan Aku Fiera
34 Memberitahu Kebenaran
35 Gerald Pakar Cinta
36 Saingan Baru
37 Saatnya Pergi
38 Kepanasan
39 Menyusul ke Malang
40 Abimanyu Menggila
41 Senakin Cemburu
42 Pernyataan Cinta?
43 Gara-gara Baju
44 Kamu Istriku!
45 Membanggakan Istri
46 Baku Hantam
47 Meninggalkan
48 Rencana Mengumumkan
49 Aku Mencintaimu
50 Bolehkah Tidur Bersamamu?
51 Malam Syahdu Setelah Sekian Lama
52 Mengetahui Identitas Aslinya
53 Kenalkan, Infiera Istriku
54 Kekecewaan
55 Kekecewaan
56 Gara-gara Lingerie
57 Jawaban Lebih Menohok
58 Peringatan Gerald
59 Sebuah Permintaan
60 Retorika Perempuan
61 Persiapan Kejutan
62 Pikiran Picik
63 Kejutan Balas Dendam
64 Harapan Semu
65 Kebahagiaan Sempurna
66 Kebingungan Gerald
67 Kebohongan Gerald
68 Terpergok oleh Abimanyu
69 Sebuah Pesan
70 Maafkan Aku
71 Sadarlah Abimanyu!
72 Peringatan Gerald
73 Ingin Memberi Kejutan
74 Sebuah Kebohongan
75 Merasa Limbung
76 Peringatan Terakhir
77 Terlalu Sensitif
78 Tidak Bisa Berkompromi
79 Memergoki Semuanya
80 Semakin Kecewa
81 Kabar Kehamilan
82 Mencari keberadaan Infiera
83 Berpikir Sebelum Bertindak
84 Perlu Disadarkan
85 Sebuah Tamparan
86 Dukungan
87 Nasihat Orang Tua
88 Sayang, Bicaralah!
89 Kerinduan yang Disadari
90 Bertemu Kembali
91 Gara-gara Jaket Pink
92 Mengajarinya Cara Berkorban
93 Tertangkap Basah
94 Segalanya Sudah Berubah
95 Kekesalan Gerald
96 Tingkah Kekanakan
97 Abimanyu Ngidam?
98 Calon Ayah
99 Abimanyu Pingsan
100 Mengetahui yang Sebenarnya
101 Boleh Aku Melakukannya?
102 Merasa Tertarik
103 Fase Kehamilan
104 Kekasih Gerald
105 Mencoba Mengenalnya
106 Calon Istriku!
107 Mengharap Kejelasan
108 persiapan lamaran
109 Sebuah Kesepakatan
110 Menggoda Calon Pengantin
111 Gangguan Menyebalkan
112 Gombalan Gerald
113 Bertemu Masa Lalu
114 Gerald yang Galau
115 Keluh-kesah Gerald
116 Ketulusan Gerald
117 Pengganggu Menyebalkan
118 Saling Mengeja
119 Sebuah Permintaan
120 Tingkah Random
121 Proteksi Sang Kakak
122 Lika-Liku Calon Pengantin
123 Menuju Pertunangan
124 Nasehat Seorang Kakak
125 Hari pertunangan
126 Sebuah Bentakan
127 Undangan Bastian
128 Akal Bulus Bastian
129 Harus Tahu Diri
130 Pesan tak Terduga
131 Saling Berdamai
132 Tingkah Bastian
133 Holiday
134 Persiapan Lahiran
135 Hari Pernikahan
136 Kontraksi
137 Kebahagiaan yang Sempurna
138 Bonus 1
139 Bonus 2 Gagal Lagi
140 Bonus 3 Happy Ending
141 Penting
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Hukuman Dosen Galak
2
Seorang Penggemar
3
Dosen Baru
4
Pertengkaran
5
Memilih Mengabaikan
6
Gara-gara Pembalut
7
Kita Berteman
8
Kesialan Abimanyu
9
Mendapatkan Saingan
10
Maafkan Aku, Fiera
11
Mengajak ke KUA
12
Tuduhan yang Menyakitkan
13
Pemandangan tak Terduga
14
Termakan Godaan Sendiri
15
Bertamu Kembali
16
Sikap yang Membingungkan
17
Insiden Mengejutkan
18
Gara-gara Lingerie
19
Sangat Kecewa
20
Sindiran Gerald
21
Kebingungan Abimanyu
22
Ketegasan Infiera
23
Gagal Membujuk
24
Terus Mendiamkan
25
Abimanyu Sakit
26
Bagaimana Denganku?
27
Mints Bekal Makan Siang
28
Kecurigaan
29
Ajakan Makan Malam
30
Kencan Pertama
31
Mulai Bimbang
32
Dibawa Pergi
33
Maafkan Aku Fiera
34
Memberitahu Kebenaran
35
Gerald Pakar Cinta
36
Saingan Baru
37
Saatnya Pergi
38
Kepanasan
39
Menyusul ke Malang
40
Abimanyu Menggila
41
Senakin Cemburu
42
Pernyataan Cinta?
43
Gara-gara Baju
44
Kamu Istriku!
45
Membanggakan Istri
46
Baku Hantam
47
Meninggalkan
48
Rencana Mengumumkan
49
Aku Mencintaimu
50
Bolehkah Tidur Bersamamu?
51
Malam Syahdu Setelah Sekian Lama
52
Mengetahui Identitas Aslinya
53
Kenalkan, Infiera Istriku
54
Kekecewaan
55
Kekecewaan
56
Gara-gara Lingerie
57
Jawaban Lebih Menohok
58
Peringatan Gerald
59
Sebuah Permintaan
60
Retorika Perempuan
61
Persiapan Kejutan
62
Pikiran Picik
63
Kejutan Balas Dendam
64
Harapan Semu
65
Kebahagiaan Sempurna
66
Kebingungan Gerald
67
Kebohongan Gerald
68
Terpergok oleh Abimanyu
69
Sebuah Pesan
70
Maafkan Aku
71
Sadarlah Abimanyu!
72
Peringatan Gerald
73
Ingin Memberi Kejutan
74
Sebuah Kebohongan
75
Merasa Limbung
76
Peringatan Terakhir
77
Terlalu Sensitif
78
Tidak Bisa Berkompromi
79
Memergoki Semuanya
80
Semakin Kecewa
81
Kabar Kehamilan
82
Mencari keberadaan Infiera
83
Berpikir Sebelum Bertindak
84
Perlu Disadarkan
85
Sebuah Tamparan
86
Dukungan
87
Nasihat Orang Tua
88
Sayang, Bicaralah!
89
Kerinduan yang Disadari
90
Bertemu Kembali
91
Gara-gara Jaket Pink
92
Mengajarinya Cara Berkorban
93
Tertangkap Basah
94
Segalanya Sudah Berubah
95
Kekesalan Gerald
96
Tingkah Kekanakan
97
Abimanyu Ngidam?
98
Calon Ayah
99
Abimanyu Pingsan
100
Mengetahui yang Sebenarnya
101
Boleh Aku Melakukannya?
102
Merasa Tertarik
103
Fase Kehamilan
104
Kekasih Gerald
105
Mencoba Mengenalnya
106
Calon Istriku!
107
Mengharap Kejelasan
108
persiapan lamaran
109
Sebuah Kesepakatan
110
Menggoda Calon Pengantin
111
Gangguan Menyebalkan
112
Gombalan Gerald
113
Bertemu Masa Lalu
114
Gerald yang Galau
115
Keluh-kesah Gerald
116
Ketulusan Gerald
117
Pengganggu Menyebalkan
118
Saling Mengeja
119
Sebuah Permintaan
120
Tingkah Random
121
Proteksi Sang Kakak
122
Lika-Liku Calon Pengantin
123
Menuju Pertunangan
124
Nasehat Seorang Kakak
125
Hari pertunangan
126
Sebuah Bentakan
127
Undangan Bastian
128
Akal Bulus Bastian
129
Harus Tahu Diri
130
Pesan tak Terduga
131
Saling Berdamai
132
Tingkah Bastian
133
Holiday
134
Persiapan Lahiran
135
Hari Pernikahan
136
Kontraksi
137
Kebahagiaan yang Sempurna
138
Bonus 1
139
Bonus 2 Gagal Lagi
140
Bonus 3 Happy Ending
141
Penting

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!