Puk!
Tiba-tiba ada yang memegang bahu Zio dari belakang disusul suara seorang gadis yang memiliki rambut bergelombang.
"Om, ngapain di sini?" tanya Amora, sang keponakan cantik yang memiliki usia satu tahun lebih muda dari Zio. Dan kini dia telah duduk di kelas XI IPA.
Saat itu Amora baru saja keluar dari ruang tata usaha, dan tak sengaja melihat Zio yang sedang mengintip di jendela.
Karena terkejut sontak saja Zio langsung menoleh. Dia pikir ada guru yang memergoki aksinya. "Am om am om. Zio, Moya!" Ketus Zio, tak suka jika Amora memanggilnya seperti itu saat di sekolah, kan tidak keren kalau pemuda setampan dia dipanggil om, yang notabenenya panggilan untuk pria tua.
"Kamu kan memang Omku, apa salahnya?" protes Amora dengan melipat kedua tangan di depan dada. Beruntung sifat Amora lebih banyak menurun dari ibunya, jadi dia tidak sableng seperti Zio.
Karena selalu merasa gemas Zio langsung menguyel-uyel pipi bulat Amora menggunakan kedua tangannya sambil terkekeh. "Kalo di sekolah, anggep aja kita gak kenal, oke?"
"Ish, ngawur deh!" sentak Amora sambil menepis kedua tangan pamannya. Gara-gara ibu dan neneknya hamil bersamaan, jadilah mereka yang seperti ini.
Lagi, Zio malah tergelak kalau sudah melihat Amora marah-marah.
"Pokoknya gue gak mau denger lu panggil om lagi. Risih kuping gue," ujar Zio yang membuat bibir Amora mencebik. Namun, satu hal yang tiba-tiba terbersit dalam otak Amora, yakni tentang pernikahan Zio dan guru mereka, Aura.
"Oh iya apa maksudnya berita kemarin? Tentang Om sama Bu Aura," cetus Amora penasaran, tanpa peduli dengan larangan Zio agar tidak memanggilnya om lagi.
Amora mendengar berita itu dari kakeknya, bahwa Zio dipaksa menikah dengan Aura gara-gara digrebek warga.
Ya, walaupun Amora tidak melihat kejadian aslinya, tetapi ia merasa tak percaya kalau Aura bisa melakukan hal seperti itu, apalagi dengan buaya cilik seperti Zio.
"Ish, Om lagi," gerutu Zio sedikit frustasi. "Lu mau tahu? Ikut gue yuk!" sambung Zio seraya menarik tangan Amora hingga membuat gadis itu terseok-seok.
"Ih lepas, aku ada pelajaran olahraga habis ini," ucap Amora sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman Zio. Sebagai siswa teladan, dia tidak mau sampai membolos di jam pelajaran.
Namun, Zio malah membawanya ke belakang gedung laboratorium, karena tak ingin dipergoki oleh guru maupun siswa lain. Di sana Zio langsung melepaskan genggamannya pada tangan Amora.
"Ish, sakit tahu," keluh Amora sambil memperhatikan tangannya yang memerah.
"Lagi lu nya gak nurut," balas Zio membuat Amora semakin mencebikkan bibir, inilah sifat yang tidak dia sukai dari seorang Zio, yaitu pemaksa!
"Ya udah gue minta maaf," sambung Zio seraya meraih tangan itu untuk diusapnya.
"Ish, gak usah. Sekarang aku mau masuk aja. Lagian kenapa pake bawa aku ke sini segala sih," cerocos Amora dengan tatapan sebal, tetapi Zio selalu menanggapinya dengan santai.
"Kan tadi elu nanya soal gue sama Bu Aura. Karena masih rahasia jadi gue bawa lu ke sini," jawab Zio, dia menyandarkan punggung ke dinding, lalu mengambil sesuatu dari balik saku celananya.
Saat Zio hendak merokok, Amora langsung merampas benda itu lalu mematahkannya menjadi beberapa bagian.
"Aku penasaran, tapi gak sekarang juga jelasinnya. Aku bukan kamu ya, Om, yang suka bolos dan bikin onar," cibir Amora, lalu melempar patahan rokok itu ke bawah, mengusaknya sekuat tenaga menggunakan kaki.
"Yah, ngapain dipatahin sih? Gue lagi bokek ini, Moya," protes Zio, tak mendengarkan ucapan sang keponakan.
"Makanya jangan ngerokok, udah tahu lagi bokek, bukannya beli yang bermanfaat malah beli barang nggak berguna kaya gitu," omelnya lagi sudah seperti sang nenek.
Zio menghela nafas panjang, lalu menatap ke arah Amora yang sedang berapi-api, bukannya sadar sedang dimarahi Zio malah menyeletuk, "Gue cipokk juga lu."
Kesal dengan ucapan vulgard Zio, lantas Amora menggeplak tangan pemuda itu sambil berteriak, "Ih, Om Ciooo!"
Dan tepat pada saat itu juga Zio langsung membekap mulut Amora, takut ada yang mendengar, ya meskipun tempat ini jarang dilewati, tetapi tetap saja mereka harus hati-hati.
"Berisik, Moya," cetus Zio sambil melepaskan tangannya, karena Amora terus memukulinya.
"Makanya punya mulut tuh dijaga. Karena udah terlanjur di sini sekarang cerita sama aku, Om beneran nikah sama Bu Aura?" tanya Amora dengan suara yang tak kalah ketus.
"Ya, bener lah, Moy, emangnya kenapa? Lu mau jadi bini gue juga?" jawab Zio dengan nyeleneh. Membuat Amora ingin menggeplak kepala pemuda itu, karena tak ada satu pun pertanyaan dijawab dengan benar.
"Tahu ah, aku mau balik ke kelas aja! Darting aku dideket Om!"
Tak ingin bertambah kesal, Amora langsung membalik badan untuk meninggalkan Zio, tetapi baru saja kakinya melangkah, tiba-tiba datang seorang guru yang terkenal killer di sekolah mereka, Pak Haris.
"Sedang apa kalian di sini?" sentak Pak Haris.
"Bolos lah, Pak," jawab Zio, membuat Amora ingin menguncir mulut lemes itu.
Pak Haris terdiam sambil menerka-nerka apa yang sudah dilakukan oleh kedua siswanya. Hingga tatapannya menangkap satu batang rokok yang sudah rusak dan juga korek yang ada di tangan Zio.
Pak Haris langsung geleng-geleng kepala, antara tak habis pikir dan sudah bosan menghukum pemuda bernama Zio.
"Ikut saya sekarang!" sambung Pak Haris, membuat Amora langsung menutup matanya rapat-rapat, dia yakin sekarang dia pun akan ikut terkena hukuman.
"Pak, tapi saya—"
"Kalian berdua, ikut saya!" potong Pak Haris, lalu melenggang lebih dulu untuk memimpin langkah. Sementara Zio yang sudah kebal dengan segala hukuman, tak membantah sedikit pun, bahkan dia malah bersikap sangat santai.
"Udah ikut aja, paling suruh bersihin WC," ucap Zio yang membuat mulut Amora menganga.
Mungkin bagi Zio semua itu adalah hal yang biasa, tetapi tidak dengan Amora. Sebagai siswa yang selalu menuruti peraturan sekolah, tentu saja dia malu dengan teman-temannya.
*
*
*
Sepanjang mereka memunguti sampah, Amora terus merutuk dan menyalahkan Zio. Karena gara-gara pemuda itu, dia harus menerima hukuman seperti ini dari Pak Haris.
"Udah dong ngomelnya, Moya, gak pegel apa itu mulut? Adu aja sama mulut gue yuk!" ucap Zio sambil memperhatikan gadis yang berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya.
"Ini semua gara-gara, Om. Kalo aja Om nggak narik aku, pasti aku nggak bakal kena hukuman. Ish, nyebelin!" cerocos Amora, lalu mengibaskan rambut ekor kudanya ke wajah Zio.
"Astaga, nih bocah," omel Zio, tetapi Amora tampak tak peduli, dia berjalan menjauh, agar rasa kesalnya mereda.
Tanpa sengaja pemandangan itu ditangkap oleh Aura. Seperti pak Haris, dia pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya.
"Hah, namanya juga bocah, Aura," gumam wanita itu.
***
Kuncir aja, Moy tuh mulut buaya🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Hasbi Asidiqi
benar" virus yg berbahaya tuh om cio,,,,jadi kena hukum kan tuh neng moya....
2024-02-15
0
Ta..h
di lakban aja moya itu mulut om mu 😅😅😅
2023-11-02
1
Eka Bundanedinar
bocah yg bisa bikin bocah loh bu aura
2023-08-29
0