Zefa masih terdiam setelah mendengar Choi Sajang berkata demikian, hal itu membuat Zefa merasa sangat beruntung memiliki bos yang sangat baik hati dan tidak arogan seperti pada cerita kebayakan orang.
"Kamu mau makan apa lagi?". Choi Sajang menawarkan Zefa untuk menambah makanannya.
"Eehh, ini udah cukup kok Sajangnim". Ucap Zefa tersenyum canggung.
"Yakin? Strawberry milkshake? Mau?". Choi Sajang meyakinkam Zefa.
"Makasih Sajangnim. Saya juga udah kenyang banget". Sahut Zefa.
"Ok, kalau gitu sekarang kita kembali ke kantor ya. Kamu sudah selesai kan?". Ucap Choi Sajang sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku jas.
"Sudah Sajangnim". Sahut Zefa kemudian berdiri dan mengikuti Choi Sajang yang sudah berjalan meninggalkan cafe.
Langkah mereka bersih tak meninggalkan bekas di lantai restauran tersebut. Zefa dan Choi Sajang kini sudah berada di dalam mobil yang sama.
Lima belas menit dalam perjalan dari restauran menuju kantor, suasana sangat hening. Zefa dan juga Choi Sajang masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi agar kecanggungan seperti ini tidak akan menghiasi perjalanan mereka layaknya hari ini.
"Terimakasih untuk makan siangnya, Sajangnim". Ucap Zefa ketika mereka telah sampai di lobby kantor.
"Saya duluan ya Sajangnim, mau ke toilet sebentar". Sambungnya berpamitan.
"Ok!". Sahut Choi Sajang yang kemudian berlalu meninggalkan Zefa.
Jalur yang berbeda membuat Zefa dan Choi Sajang berpisah di persimpangan antara lobby dan jalan menuju toilet.
"Zep, Zepa!". Terdengar suara yang tidak asing dari arah belakang Zefa saat ia hendak berjalan menuju toilet.
Sempat ragu namun ia mencoba untuk melihat dan memastikan siapa yang memanggilnya. Zefa pun menengok ke arah sumber suara.
"Yeh! Gue kira siapa. Kenapa?". Zefa menghembuskan nafas singkat setelah mengetahui bahwa Nayra yang memanggilnya.
"Lo mau kemana?". Tanya Nayra.
"Ke toilet. Lo mau kemana?". Ucap Zefa.
"Ya udah yuk bareng". Seru Nayra lalu mereka pun berjalan beriringan menuju toilet.
Sesampainya di toilet...
"Lo habis meeting di luar?". Tanya Nayra saat mereka sedang berkaca.
"Enggak. Cuma makan siang". Sahut Zefa sambil membersihkan lipstik yang sedikit memudar.
"Makan siang? Makan siang berdua sama Sajangnim atau sama kliennya juga?". Nayra terkejut dan seketika memberikan pertanyaan yang detail.
"Berdua sama Sajangnim". Sahut Zefa singkat.
"Serius berdua doang sama Sajangnim? Enggak ada klien atau siapa gitu?". Nayra masih dengan rasa penasarannya.
"Iya serius cuma berdua sama Sajangnim". Sahut Zefa.
"Gue sih awalnya engga tahu, tapi tiba-tiba Sajangnim ngajak gue pergi ternyata buat makan siang. Gue pikir juga sama klien ternyata cuma berdua". Sambungnya.
"Dalam rangka apa? Atau tanpa alasan?". Tanya Nayra yang terlihat sangat excited mendengar cerita Zefa.
"Ya Sajangnim sih bilangnya sebagai bentuk permintaan maaf karena kemarin gue makan siang sendiri, sedangkan kemaren gue nemenin dia meeting. Gitu sih". Jelas Zefa membuat Nayra tersenyum sambil sesekali meliriknya.
"Ih kenapa ngeliatinnya kayak gitu!". Tanya Zefa yang mulai salah tingkah.
"Ehem banget sih kalau tiba-tiba di ajak makan siang cuma buat minta maaf. Kayak pasangan baru, masih romantis romantisnya". Ucap Nayra meledeki Zefa sambil tertawa.
"Yeh aneh banget nih orang! Emangnya enggak boleh kalau bos sama karyawannya makan siang bareng? Sah sah aja kali". Zefa mengelak sambil menahan senyumnya.
"Ya lo belum berasa aja". Ucap Nayra masih saja tertawa.
"Belum berasa gimana? Berasa apa maksudnya?". Zefa kebingungan dengan maksud Nayra.
"Berasa deh pokoknya". Nayra tertawa lepas seperti sangat puas meledeki sahabatnya.
"Ih si comel! Enggak jelas banget". Seru Zefa sambil menaruh lipstiknya ke dalam tas.
"Udah ah gue duluan. Bye". Sambungnya kemudian pergi meninggalkan Nayra yang masih saja tertawa.
Zefa melangkahkan kakinya dengan sangat cepat untuk kembali ke ruangannya. Sikapnya masih salah tingkah karena Nayra meledekinya.
"Nayra tuh emang error banget sumpah". Gumam Zefa sambil tersenyum malu.
Finally...
Jam kerja kini telah selesai, Zefa bergegas merapihkan meja kerjanya sampai terakhir ia memasukkan ponsel ke dalam tas.
Baru saja akan masuk ke ruangan Choi Sajang, tiba tiba ia di kejutkan dengan kedatangan seorang wanita yang terlihat sangat tegas.
"Woo Shik ada di dalam?". Tanya wanita itu tanpa permisi.
Zefa terdiam karena terkejut dengan nada ketus dari wanita tersebut.
"Haduh malah diam! Sudah lah saya masuk aja, kelamaan jawabnya!". Wanita itu melenggang masuk ke ruangan Choi Sajang dengan sikapnya yang terkesan tidak sopan.
"Siapa tuh orang? Cantik, tapi enggak sopan banget". Zefa menghela nafas lalu kembali duduk sambil menunggu Choi Sajang untuk berpamitan.
Tidak lama kemudian wanita tersebut keluar dengan ekspresi wajah yang sama, jutek!. Tanpa berpamitan juga dengan Zefa, wanita itu berlalu meninggalkan ruangan Choi Sajang.
"Zefa". Terdengar suara Choi Sajang yang kemudian menghampiri Zefa di meja kerjanya.
"Iya Sajangnim?". Ucap Zefa bangkit dari duduknya sambil tersenyum.
"Saya duluan ya. Terimakasih untuk hari ini". Choi Sajang berpamitan dengan Zefa kemudian melenggang pergi dengan wajah yang terlihat seperti sedang kesal, namun tetap tersenyum kepada Zefa.
"Baik Sajangnim, hati hati". Sahut Zefa dengan senyumnya.
"Ok! Sekarang saatnya gue pulang dan rebahan! Lelah banget rasanya hari ini, padahal enggak ada kerjaan yang berat". Zefa bergumam selama berjalan meninggalkan ruangannya.
***
"Oh dia masih disana. Kelihatan bahagia banget ada di kampung halaman, yaaa semoga kamu bahagia terus deh V!".
Pagi ini Zefa telah siap dengan pakaian kerjanya, ia hanya perlu menunggu beberapa saat lagi sampai Nayra datang menjemputnya.
Waktu senggang setelah sarapan itu ia manfaatkan untuk memantau sosial medianya. Guliran demi guliran semakin menarik perhatiannya sampai pada salah satu foto yang melipir di laman sosmednya tersebut.
Foto yang membuatnya berhenti menggulirkan laman sosial medianya itu merupakan foto dari akun sosial media milik V, mantan kekasih Zefa. Entah apa nama lengkapnya yang jelas panggilan akrabnya adalah V.
Zefa sempat berhenti sejenak di foto yang sudah lima belas menit terunggah itu. Ia yang sudah tidak perduli dengan mantan kekasihnya itu hanya mengucapkan kalimat singkat lalu menyentuh ikon hati sebelum mematikan ponselnya.
Nayra telah tiba, Zefa yang tengah asik bermain sosial media kini bergegas menemui sahabatnya yang sudah menunggu di halaman rumah.
"Tumben gercep! Biasanya, bentar Nay gue minum dulu". Cerocos Nayra meledeki sahabatnya sambil mempraktikan gaya bicara Zefa.
"Komedi! Gue udah stay sekitar sepuluh menit yang lalu". Seru Zefa santai.
"Lemas banget, kenapa?". Nayra memang sangat sensitif dengan perubahan sikap Zefa, sekecil apa pun!
"Engga kok, biasa aja". Sahut Zefa menggelengkan kepala pelan.
"Lo galau ya? Keinget lagi sama V? Dia baru posting foto di sosmed kan?". Seru Nayra sambil tersenyum meledeki Zefa.
"Apa sih Nay, ya kali masa gue galau cuma karena V posting foto, Aneh. Engga lah!". Zefa mengelak dengan nada sedikit tinggi.
"Masa sih?". Nayra semakin senang meledeki sahabatnya.
"Engga usah aneh aneh deh. Ngapain juga gue galau karena V? Jelas jelas gue di buang gitu aja tanpa alasan yang masuk akal". Jelas Zefa yang terlihat sangat kesal setelah membahas masa lalunya.
"Yah salah ngomong deh gue! Sorry...". Nayra menyesal.
"Sorry Zep! Jangan di masukin hati ya, gue enggak bermaksud ke arah situ sih". Sambungnya sangat menyesal.
"Santai. Gue emang lagi enggak semangat aja, enggak tahu kenapa. Perasaan gue kayak enggak enak gitu". Sahut Zefa yang memang sedari tadi tampak lesu, tidak seperti biasanya.
"Sakit?". Tanya Nayra.
"Enggak". Sahut Zefa singkat sambil membuka pintu mobil.
Yap! Mereka sudah sampai di kantor dan siap menghadapi kenyataan lagi.
"Bye". Ucap Zefa melambaikan tangan kepada Nayra yang berbeda jalur dengannya.
Zefa berjalan santai sambil sesekali menghela nafas panjang, entah apa yang sedang terjadi dengannya. Langkahnya yang tidak secepat hari kemarin tiba tiba terhenti sejenak.
"Guys, si sekertaris jalur caper udah dateng tuh".
"Eh tapi kok lemas banget? Padahal kemarin baru aja di ajak makan siang sama Sajangnim loh!".
"Hah? Serius? Makan siang berdua?".
"Jangan asal lo kalau ngomong, masa iya mereka makan siang berdua?".
"Ih gue serius, gue dengar sendiri kok waktu si sekertaris gadungan itu ngobrol sama temannya di toilet".
"Iya, gue juga dengar kok kemarin. Telinga gue bersih, jadi pendengaran gue sangat jelas!".
"Gila! Pakai mantra apa dia bisa bisanya makan berdua sama Sajangnim".
Suara gaduh dari arah sebelah kanan Zefa saat melewati koridor kantor menuju ruangannya, membuat Zefa menghentikan langkah sejenak sambil menengok ke arah sumber suara.
Ia terdiam tanpa ekspresi memperhatikan serta mendengarkan kata demi kata umpatan yang dengan sengaja di lontarkan kepada Zefa oleh koleganya.
Kesal? Itu pasti. Namun, Zefa sama sekali tidak terpancing emosi ia justru sangat khidmat mendengarkan kata kata umpatan itu.
Setelah beberapa saat mengdengarkan celotehan para koleganya itu, Zefa memutuskan untuk kembali berjalan demi menghindari hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Kurang vitamin tuh orang!".
"Pagi pagi udah bikin bad mood! ****!".
Zefa bergumam selama berjalan menuju ruangannya. Membanting tasnya di atas meja, emosinya mulai membumbung tinggi. Tapi, Ia mencoba untuk tetap tenang agar emosinya tidak mengakibatkan hal negatif yang akan menghancurkan citranya.
Zefa mulai duduk dan menghidupkan layar monitor, pandangannya fokus pada satu titik. Hingga ia harus mengambil sesuatu di tasnya. Dan... Betapa terkejutnya Zefa melihat Choi Sajang yang sedang berdiri memperhatikannya, entah sejak kapan Sajangnim mematung disitu.
"Sajangnim? Selamat pagi". Zefa bangun dari duduknya, memberi salam untuk kedatangan Choi Sajang.
"Kamu kenapa?". Choi Sajang langsung kepada intinya.
"Eehh, enggak apa apa Sajangnim". Sahut Zefa sambil terseyum menyembunyikan amarahnya.
"Yakin enggak apa apa?". Tanya Sajangnim lagi.
"Iya Sajangnim, saya enggak apa apa kok". Zefa berusaha meyakinkan Sajangnim agar bosnya bisa percaya.
"Ok. Kalau gitu siap siap untuk meeting pagi ini ya". Ucap Choi Sajang sambil berlalu meninggalkan Zefa.
"Baik Sajangnim". Sahut Zefa kemudian duduk sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
Entah bagaimana ia akan mengawali paginya kali ini. Semangatnya semakin menyusut, Zefa terlihat sangat lesu. Menahan emosi agar tidak pecah.
Ya memang benar ia makan siang bersama Presdir, tapi bukankah itu hal yang wajar?. Tidak, Zefa tidak memikirkan hal itu, makan siang bersama Presdir bukanlah masalah. Baginya di cap sebagai sekertaris jalur caper adalah yang paling menyakitkan hati.
"Zefa...".
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments