"Apa maksud Papa bicara seperti itu?" Azlan sejenak menghentikan suapannya. Ia menatap sang Papa yang tampak tidak terpengaruh dengan pertanyaan yang sudah ia lontarkan.
Rezel tersenyum sinis saat matanya tidak sengaja menatap anak laki-lakinya.
"Pa... Apa maksud Papa berbicara seperti itu?" Azlan kembali mengulangi pertanyaannya.
"Ya, kau bisa pikirkan sendiri ucapan Papamu inilah, Nak!"
Rezel semakin membuat Azlan semakin jengkel saja. Jelas sekali tampak dari raut wajah Azlan sendiri.
"Ma, Pa aku ke kamar dulu!" Azlan dengan segera beranjak dari duduknya, ia tampak tidak berselera lagi untuk melanjutkan makannya. Namun tidak dengan Rezel, ia malah tetap melanjutkan suapannya meski anaknya tampak kesal dengan ucapannya barusan.
"Azlan..." Rezel memanggil Azlan yang akan melangkah pergi. Azlan langsung berbalik dan menatap kedua orang tuanya yang masih berada disana.
"Tunggu Papa di ruang keluarga. Ada yang Papa dan Mama bicarakan denganmu!"
Azlan menatap kedua orang tuanya dengan kening mengkerut. "Apa yang akan mau mereka bicarakan?" Azlan bergumam di dalam hati namun tetap berjalan menuju ruang keluarga dan menunggu orang tuanya disana.
"Hm ... apa yang mau Mama dan Papa omongin denganku?" tanya Azlan yang langsung pada intinya.
"Hei ... Papa masih belum duduk. Ternyata sudah sepenasaran itu putra Papa," ujar Rezel dengan sedikit guyonan. Memang sifat keduanya tampak berbeda, karena Azlan sendiri orangnya tampak kaku dan dingin saat berbicara.
Rezel dan Vira duduk bersebelahan, sedangkan di depan mereka ada Azlan yang menunggu Papanya untuk berbicara.
Selang lebih 10 menit mereka terdiam, lalu Vira menatap ke arah suaminya yang masih belum jua membuka suaranya. Entah apa yang di pikirkan suaminya itu, padahal dari tadi suaminya lah yang sangat bersemangat untuk menyuruh putranya menikah. Namun saat sudah berhadapan dengan Azlan, suaminya malah diam.
"Pa ... katanya mau ngomong, kenapa masih diam sih?" Jengkel, tentu itu yang di rasakan oleh Vira begitupun dengan Azlan sendiri.
"Oh iya, bentar," ujar Rezel datar sambil memperbaiki letak kacamatanya. "Hm ... begini, Papa dan Mama sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak teman Papa dan untuk itu Papa harap, kamu tidak menolak perjodohan ini," ujar Rezel lagi. Ia tampak serius memulai obrolannya dengan sang putra.
"Apa?" Azlan terkejut. Ia memastikan kembali apa yang barusan ia dengar.
"Ya, kamu pasti paham maksud Papa," jawab Rezel. Rezel menatap Azlan penuh selidik, ia tahu anaknya pasti menolak perjodohan itu. Namun untuk menunggu Azlan membawa wanita ke rumah, tentu tidak akan pernah terjadi karena Azlan sendiri tidak memiliki wanita yang dekat dengannya.
"Aku tidak bisa, Pa!" Azlan langsung menolak keinginan Rezel. "Papa tahu sendiri bagaimana aku? Jadi tidak perlu Papa melakukan perjodohan itu!" ungkapnya lagi.
Azlan beranjak dari duduknya dan akan melangkah pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Namun, langkahnya langsung tertahan karena Rezel segera mencegahnya dan dengan sangat terpaksa, Azlan kembali duduk.
"Pa, semua sudah jelaskan Pa! apa lagi yang mau Papa omongin, aku udah pasti menolaknya Pa!" ujar Azlan yang lagi-lagi menolak.
"Azlan... Papa tahu, kamu tidak ada niatan untuk menikah apalagi mengenal wanita. Maka dari itu, kami ingin menjodohkan kamu dengan anak teman Papa. Kalau yang jadi masalahnya kamu tidak cinta sama dia, Papa yakin dengan seiring berjalannya waktu, kamu bakal membuka hatimu untuk istrimu. Jadi tolong kabulkan keinginan kami ini. Sampai kapan lagi kami menunggu, Nak. Bahkan umur kamu pun sudah tidak muda lagi, ingat sudah 30 tahun sudah sepatutnya kamu memiliki istri. Mama dan Papa pun sangat ingin menggendong cucu dari keturunan kamu!" ujar Rezel sedikit kesal dengan ucapan anaknya yang selalu saja menolak.
"Pa ... jangan membuatku serba salah disini. Aku pun juga tersiksa dengan keadaan ini, akan tetapi untuk menyanggupi keinginan kalian sungguh tidak bisa aku lakukan. Harusnya Papa paham dan harusnya Papa ingat saat bagaimana trauma aku sewaktu kecil!" ujar Azlan sedih saat ia teringat masa kecilnya yang kelam.
Vira mengusap lengan suaminya, agar tidak terlalu emosi menghadapi putra semata wayang mereka. Apalagi melihat putranya bersedih dan tertekan membuat Vira begitu sedih. Namun untuk merangkul putranya, itu suatu hal yang tidak bisa ia gapai.
"Sudahlah Bang, jangan di paksa putra kita. Kasihan dia!" ujar Vira meneteskan air mata, ia begitu sedih melihat kedua jagoannya bersitegang seperti ini.
Rezel menatap mata istrinya yang sudah bergelimang air mata. "Ini yang kamu mau Azlan, membuat Mama bersedih? Papa saja tidak pernah membuat Mama kamu bersedih, tapi sekarang lihat lah mata Mama kamu. Tega kamu bersikap seperti itu," ujar Rezel beranjak dari duduknya dan menggiring istrinya masuk ke dalam kamar.
Sesampainya di dalam kamar, Rezel membaringkan istrinya di atas kasur dan menyelimuti sang istri. "Tidurlah, jangan terlalu dipikirkan. Papa akan pastikan, Azlan bakal mau menerima tawaran Papa!" ujar Rezel dengan mengecup pipi sang istri dan berlalu keluar dari kamar. Ya, Rezel akan berusaha membujuk putranya kembali apapun caranya.
Rezel melangkahkan kaki menuju ke ruangan semula. Ia yakin, putranya masih berada disana. Ternyata benar, putranya masih belum beranjak dari sana.
Rezel kembali duduk dan menatap putranya dengan sebuah senyuman yang sedikit menjengkelkan.
"Kalau kau sendiri tidak mau menikah, maka Papa lah yang bakal menikah lagi!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
mis FDR
perjodohan menyakiti hati
2023-11-06
0
☠ᵏᵋᶜᶟZARA🌹
susah klo sudah punya trauma
2023-11-02
0
☠ᵏᵋᶜᶟZARA🌹
mungkin aja papa mama mu mau ngejodohin kamu🤭
2023-11-02
0