My Dear TEACHER
"Berapa umurmu?" Reyn menatap wajah Rose yang tengah berdiri dihadapannya.
Sementara Rina dan Norsa yang berdiri dibelakang Rose saling sikut menyikut, keduanya menggigit ibu jarinya masing-masing dengan perasaan was-was, menatap satu titik pada belakang rok abu-abu sahabat mereka itu.
"18 tahun, memang kenapa Pak? Pagi-pagi tanya umur?" Rose terlihat tidak suka bila pertanyaan seputar usia, namun ia tetap menjawabnya.
Wajib baginya menjawab pertanyaan gurunya, sebagai bentuk penghormatan, penghargaan, dan didikan etika yang selalu digaung-gaungkan oleh kedua orang tuanya.
"Heum, seusia itu masih saja ceroboh," balas Reyn masih memandangi wajah Rose yang seketika memerah mendengar cercaannya.
"Maksud pak Reyn apa?" Rose tidak terima dikatakan ceroboh.
Ia memang sering mendengar dari siswa-siswi lainnya, bila sang guru Biologi-nya ini tipikal manusia yang suka nyeleneh dan menyebalkan kalau berbicara. Dan hari ini, sepertinya giliran dirinya yang harus menghadapi sikap menyebalkan gurunya itu.
"Kalau sedang datang b*lan, jangan lupa pakai p*m-ba-lut," ungkap Reyn tanpa disaring.
"A-apa?!" pekik Rose kaget, ia lantas memutar kepalanya kebelakang sembari menarik rok abu-abunya.
"Oh My God!!" Rose kembali memekik kaget, ia malu luar biasa.
"Jangan ceroboh lagi kalau sudah berumur 18 tahun, ingat!" setelah berkata demikian, Reyn meninggalkan koridor sekolah menuju ruang guru.
"Pyiuhh!! Kenapa harus guru menyebalkan itu sih yang melihat ini?" sesal Rose hampir menangis dan berusaha menyembunyikan noda d*rah di rok abu-abunya yang terlihat sangat terang.
"Kalian! Kenapa gak bilang-bilang sih, kalau ha*dku itu tembus kaya gini!" omel Rose pada dua sahabatnya itu.
"Y-yah ma-af! Kami juga gak ngeliat tadi, kita 'kan jalannya barengan saat masuk gerbang sekolah. Sekali tahu saat pak Reyn memanggilmu." sahut Rina membela diri.
"Iya bener," Norsa ikut membenarkan, takut dipersalahkan juga.
"Kami baru melihatnya ketika kamu berbalik badan saat pak Reyn memanggilmu tadi," imbuhnya lagi.
"Kamu juga Rose, kenapa bisa sampai tembus sepagi ini? Apa kamu lupa pake pem*alut?" berondong Rina, tidak habis fikir.
"Aku bukannya lupa Rina, ini PMI sepertinya baru datang pagi ini, di rumah tadi belum ada kok. Pantes aja ada rasa basah-basah dibawah sana, aku fikir air hujan." ucap Rose masih bingung sambil menunjukan cengirannya seperti biasa.
Rina dan Norsa sama-sama menepuk jidatnya masing-masing. "Beda Rose!" ucap keduanya.
"Pantes aja kamu dibilang ceroboh sama pak Reyn, masa gak bisa beda'in sih basah air hujan sama basah yang begituan," timpal Norsa.
"Lagian, kamu tadi pake mantel waktu dibonceng sama kak Bram, ujung rokmu aja gak ada yang basah." imbuhnya lagi.
" Cih... bela'in aja terooos pak guru Biologi yang nyebelin itu. Kamu memang suka kan sama tampangnya yang sok kegantengan itu?" cerocos Rose sebel.
"Udahlah. Buruan pake ini!" Rina mengakhiri perdebatan dua sepupu yang menjadi teman sekelasnya itu. Ia menarik tas punggung Rose dengan paksa dan menyampirnya pada punggungnya, lalu memberikan tas selempangnya yang lebar untuk menutupi noda pada rok belakang Rose.
"Ayo, cepetan ke kelas. Bentar lagi lonceng masuk berdering, jangan sampai terlambat masuk kelas, bisa-bisa dihukum lagi didepan kelas seperti kemarin, ogah pokoknya!" Rina buru-buru menarik pergelangan tangan dua temannya itu untuk mengikuti langkah cepatnya.
"Iya, tapi gimana dong urusan rokku ini?" celoteh Rose masih pusing memikirkan nasib apesnya pagi itu. Ketiganya berjalan setengah berlari menuju kelas.
"Kirim pesan ke Ibumu saja Rose, supaya dikirim lewat ojek online. Bereskan?" ucap Rina memberi ide.
"Heum, kamu benar juga." Rose yang sempat pusing memikirkan nasib rok seragamnya yang terkena noda langsung tersenyum lega.
Sebenarnya bisa saja ia ijin pulang dengan alasan sakit, namun sedari TK, ia sudah terdidik tidak boleh ijin sekolah sesukanya oleh kedua orang tuannya kecuali kalau memang bener-bener sakit.
Tepat disaat ketiga sahabat itu duduk dikursinya masing-masing, bel berdering tanda pelajaran akan dimulai.
Tidak seperti sekolah lainnya, SMU negeri Tangga Arang hanya mewajibkan para siswa-siswinya berbaris di depan kelas sebelum pelajaran dimulai hanya dihari senin dan sabtu saja, selain hari tersebut, semua siswa harus sudah bersiap di mejanya masing-masing untuk menerima pelajaran.
Tap! Tap! Tap!
Suara sepatu pantofel memasuki ruangan kelas, tepat disaat bel tanda kegiatan belajar mengajar akan dimulai berhenti berdering.
Semua siswa-siswi melongo melihat siapa yang masuk ke ruang kelas mereka, termasuk Rendy, sang ketua kelas.
"Maaf Pak, sepertinya Bapak salah kelas. Pagi ini jam mata pelajaran Bahasa Indonesia, ibu Mira." ucap Rendy memberanikan diri.
"Kau benar Rendy. Ibu Mira bertukar jadwal dengan saya karena ada keperluan mendadak. Jadi setelah jam istirahat pertama nanti, beliau baru masuk dimata pelajaran saya," terang Reyn Hamdani, guru mata pelajaran Biologi.
Setelah mendengar penjelasan singkat sang guru Biologi, Rendy segera melakukan tugasnya selaku ketua kelas 11 A1.
"Bersiap! Sebelum pelajaran dimulai, marilah kita berdoa menurut kepercayaan agama kita masing-masing! Berdoa dimulai!" Suasana nampak hening beberapa saat setelah mendengar aba-aba dari Rendy.
"Berdoa selesai!" ucap Rendy lagi mengakhiri doa bersama.
"Rendy, bagikan kertas ulangan ini," panggil Reyn, lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas ulangan sesuai jumlah siswa-siswi dikelas itu.
Suara berisik mulai terdengar disana-sini saat Rendy mulai membagikan lembaran soal ulangan pada semua siswa-siswi. Kebisingan didalam kelas itu tercipta setelah mendengar bahwa pagi itu dilakukan ulangan Biologi secara mendadak.
"Kenapa? Tidak siap? Kalian itu pelajar! Kenapa bisa tidak siap?" tegur Reyn lantang, mendengar kebisingan yang mengganggu indera pendengarannya.
Suasana seketika sepi, tidak ada satupun dari para siswa itu yang berani menyela, karena tidak ada yang sanggup mendapat ceramah yang tidak mengenakan dari mulut sang guru Biologi.
"Apa aku bilang, pak Reyn itu memang guru paling nyebelin disekolah kita ini." bisik Rose pelan didekat telinga Norsa sambil melirik dengan ekor matanya kearah guru Biologi yang tengah fokus dengan buku dihadapannya.
"Pak Reyn memang kadang nyebelin sih, suka kasih ulangan harian mendadak kaya gini. Tapi dia ganteeeng ampun-ampun," sahut Norsa sambil nyengir.
"Yeeee... bukan ganteng ampun-ampun, tapi amit-amit jabang bayi punya laki kaya dia," cibir Rose, rasa kesalnya pada guru Biologinya saat mereka di koridor masih belum sirna.
"Kalian berdua!"
Norsa dan Rose tersentak kaget, buru-buru menoleh kearah Reyn yang duduk dimeja guru, tengah menatap tajam pada mereka.
Untuk lebih meyakinkan, Rose dan Norsa mulai tolah-toleh ke kiri dan kanan, muka dan belakang, kali saja bukan mereka yang dimaksud. Sedangkan seiisi kelas melihat kerah mereka berdua.
"Tidak perlu tolah-toleh lagi. Apa yang kalian berdua percakapkan, sementara teman-teman kalian yang lain sudah mulai mengerjakan soal ulangannya masing-masing," ucap Reyn lagi dengan sorot mata tajamnya.
"M-maafkan kami Pak," ucap keduanya hampir bersamaan, dengan detak jantung yang jedak jeduk, takut dihukum seperti Rina kemarin.
"Heum! Kali ini saja, tidak untuk berikutnya!" tegas Reyn menatap Rose dan Norsa.
"Waktu mengerjakan soal hanya 40 menit dari sekarang," imbuhnya, lalu kembali menunduk, membaca buku yang masih terbuka diatas mejanya, sementara para siswa-siswinya juga kembali fokus pada kertas ulangannya masing-masing.
"Heuh! Mana soal essay semua lagi," sungut Rose didalam hati, ia bener-benar tidak belajar semalam karena sibuk menonton drama-drama televisi yang menjadi hobbynya itu.
Bersambung...✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Salken, thor..
cus ah baca
2023-10-16
1
Yani Cuhayanih
Aku hadiiiiir
2023-10-14
1
Neldes Novber
semangatt thor
2023-10-06
1