Terlambat
Duduk seorang anak laki-laki didepan rumah kedapatan tengah duduk termenung. Diketahui dia bernama Adriano Bagas Utomo yang lebih dikenal dengan panggilan Adrian.
Pagi yang begitu dingin, kabut putih tebal yang masih menyelimuti sebuah Desa yang berada di ujung timur Kabupaten Wonosobo. Desa Pulosaren yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Magelang. Dan merupakan desa wisata yang letaknya di kawasan kaki Gunung Sumbing.
Pak Suryo adalah orang tua Adrian yang bekerja sebagai petani sayur. Beberapa sayuran telah siap untuk dipanen. Tiba-tiba seorang warga tampak berlari sambil memanggil nama Pak Suryo.
"Pak! Pak Suryo!" Panggilnya sambil berlari kecil dengan sangat terburu-buru. Bahkan Adrian yang duduk dikursi pun seolah tak terlihat olehnya.
"Ada apa Pak Darman, Bapak sedang tidak enak badan Pak. Sekarang masih beristirahat dikamar." Jawab Adrian yang beranjak dari duduknya dan menghampiri Pak Darman.
"Bagaimana ya Mas, ada sesuatu hal yang penting harus saya sampaikan pada Bapak." Ucapnya.
"Langsung dengan saya saja tidak apa-apa Pak, nanti biar Adrian sampaikan ke bapak. Memangnya ada apa, Pak?" tanya Adrian yang semakin penasaran.
"A-ada masalah dengan kebun sayur yang sudah siap panen milik Bapak." Ucap Darman dengan terbata.
"Memangnya ada apa dengan kebun sayur Bapak?" tanya Adrian yang tampak panik.
"Sekarang kita lagsung lihat kesana saja Pak, saya tidak mau bapak kenapa-napa kalau tahu dengan kondisi kebunnya sekarang." Ajak Adrian pada Pak Darman.
Dikarenakan orang tuanya yang sedang sakit, Adrian pergi bersama dengan Pak Darman untuk melihat kebun sayur miliknya. Pak Darman salah satu orang yang membantu Pak Suryo untuk mengurusi semua kebun sayur miliknya. Adrian sengaja tak memberitahukan hal ini kepada Pak Suryo. Karena kondisi Pak Suryo yang sedang sakit.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan kebun sayur milik Bapak, apakah ada orang yang memang tak suka dengan bapak." Batinnya.
Desa mereka memang mayoritas bekerja sebagai petani sayur. Dengan kondisi desa yang terletak di dataran tinggi, sangat cocok untuk bertani sayur.
Tak lama dari itu, setelah berjalan beberapa menit, sampailah mereka di lokasi perkebunan.
"Pak! Apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang melakukan ini. Siapa!!"
"Saya juga kurang tahu Mas, rencana hari ini sudah mau panen, tapi hampir separuh tanaman di kebun rusak semua." Jawab Pak Darman.
Melihat kondisi sayuran yang rusak, dari sawi yang menguning, tomat yang sudah busuk, dan pohon cabai yang sudah rata dengan tanah membuat Adrian tampak bingung.
"Sekarang kita harus bagaimana Mas," tanya Pak Darman yang mulai panik karena sebenarnya sudah ada beberapa orang yang memberikan uang untuk membeli sayurannya.
"Pak. Apa bapak sedang sakit? Mengapa tiba-tiba bapak gelisah seperti itu. Ada apa Pak?" tanya Adrian.
Niat hati tak ingin membuat Adrian semakin bingung, Pak Darman memilih untuk sementara waktu tak menceritakannya. Pak Darman mencari alasan yang lain agar Adrian tak lagi banyak bertanya.
"Saya sendiri juga kurang tahu Mas, mungkin karena syok melihat sayuran siap panen yang rusak semua." Jawabnya.
"Bapak tidak usah khawatir, semoga saja ada solusi lain untuk mengganti semua kerugian ini," ucap Adrian menenangkan Pak Darman yang masih tampak gelisah.
Sambil melihat sayuran dibeberapa titik yang tampak begitu hancur, Adrian meminta tetap memanen sayuran yang masih layak untuk dijual.
Setelah Adrian mengelilingi seluruh kebun sayur miliknya. Adrian kembali menghampiri Pak Darman. Diperkirakan masih ada kurang lebih lima puluh persen sayuran yang bisa dipanen. Akan tetapi dari hasil menjual sayuran kemungkinan belum bisa menutup biaya-biaya yang dikeluarkan untuk modal menanam sayurannya.
"Pak Darman, untuk masalah ini jangan memberi tahu bapak dulu ya Pak. Biar nanti saya saja yang menyampaikan ini semua pada bapak." Pinta Adrian pada Pak Darman.
"Iya Mas, saya mengikuti saran Mas Adrian saja bagaimana baiknya." Sahut Pak Darman.
Mereka berdua akhirnya memilah beberapa sayuran yang busuk dengan sayuran yang masih layak untuk dijual.
* * *
"Selamat pagi Pa, tumben banget Papa jam segini sudah rapi. Memangnya Papa mau pergi kemana? Apa Mama juga ikut pergi?" tanya Michella yang duduk di samping meja makan pada Papanya yang sudah terlihat sangat rapi.
"Pagi juga Michi sayang," jawab sang Papa yang segera ikut duduk untuk sarapan pagi bersama.
Michi adalah panggilan Papa dan Mamanya kepada putrinya. Putri tunggalnya yang memiliki nama asli Dian Michella Safitri. Yang kini masih duduk di bangku kuliah semester akhir disebuah perguruan tinggi Negeri di Yogyakarta.
"Mama sama Papa hari ini ada acara grand opening perusahaan milik temen Papa. Jadi kemungkinan hari ini pulang sedikit terlambat." Sahut sang Mama.
"Iya Michi, kalau saja hari ini kamu ada waktu pasti akan Papa ajak, tapi kamu harus tetap kuliah. Biar cepat di wisuda. Pokoknya nilaimu harus bagus." Ucap sang Papa.
Bagi Pak Andika Pratama, yang merupakan seorang pengusaha properti yang sukses. Berharap putrinya akan menjadi Mahasiswi yang berkompeten di bidangnya.
"Oh ya Pa, apa besok teman Michi boleh datang ke rumah. Katanya Dia ingin sekali bertemu dengan Papa." Ucap Michi.
"Teman yang mana? Temanmu si miskin itu, yang sampai saat ini masih pengangguran. Untuk apa dia datang kesini. Bilang ke temanmu itu. Papa tidak mengijinkan dia datang kesini kalau hanya untuk minta sumbangan. Kamu juga, jangan terlalu dekat dengan dia. Papa takut kamu akan seperti dia." Jelas sang Papa.
"Dia bukan si miskin Pa, namanya Mas Adrian." Sahut Michi menjelaskan pada sang Papa.
Namun bagi Pak Andika, baginya nama itu tidak penting. Yang dilihat oleh Pak Andika adalah seberapa besar materi yang dimilikinya, barulah dia akan mengakui orang itu.
"Jangan bilang kamu ada hubungan spesial dengan laki-laki miskin itu." Ucap sang Papa.
"Masih banyak yang lebih dari dia, teman Papa banyak anak laki-lakinya yang bersedia meminang mu. Hanya saja Papa tak ingin kuliahmu terganggu." Imbuh Pak Andika.
Sang Mama hanya bisa diam melihat perdebatan keduanya. Karena sang Mama tahu, jika Pak Andika sangat memperhitungkan semuanya, sekecil apapun itu.
"Papa Jahat!!"
Michi segera beranjak dari tempat duduknya dan diapun berlari kekamar mengambil tas, dan segera keluar dari rumahnya.
"Michi ... kamu mau kemana sayang," panggil sang Mama mencoba mencegahnya agar tidak pergi.
Sang Papa yang melihatnya pun menggelengkan kepalanya. Tampak keheranan melihat sikap anaknya yang seperti itu.
"Lihat Ma, itu hasil didikan Mama. Anak yang selalu dimanja, apa saja yang diminta selalu dituruti. Seperti ini hasilnya. Mulai membangkang sama orang tua." Ucap sang Papa yang membuat sang Mama kesal.
"Mama tidak mau berdebat, sekarang Mama mau mengejar Michi." Sahut sang Mama yang segera bergegas mengejar Michi.
Namun sayang, Michi sudah tak terlihat didepan rumahnya. Sang Mama terus mencarinya disekeliling rumah. Sang Mama hanya menangis sembari memanggil nama putrinya.
"Michi sayang ... kamu kemana Nak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Hamsah Nurafsiah
semangat pak adriano
2023-07-07
1