Setelah mengantarkan Chae Hyun kembali ke apartemen nya. Nam-Joon merilekskan pikiran serta tubuh ke dalam bathtub yang sudah dipenuhi oleh bath bomb warna warni. Mulai bagian dada sampai mata kaki di penuhi dengan sabun busa. Aroma yang keluar dari bath bom membuat pikiran menjadi rileks. Dengan sebotol Soju membuat Nam-Joon sangat senang.
Duduk selonjoran dengan kepala menengadah ke atas tak lupa tangan kiri berada di luar bathtub menggenggam botol Soju. Saat sedang memejamkan mata, kejadian tadi terulang lagi. Seolah sedang menggunakan alat vr. Tangan kanan nya mengepal kuat sampai urat nadi terlihat.
"Si*la* orang itu! kalau tak ada Chae Hyun bisa hancur wajah cowok tadi"mood nya seketika hancur setelah mengingat kejadian tadi. Berani-beraninya dia menonjok wajah Nam-Joon dengan cara brutal. Tidak tau permasalahan apa dengan tiba-tiba dia datang dengan hadiah tonjokan.
Bagi Nam-Joon itu sudah tanda bahwa si dia ingin mengajak duel maut. Berhubung ada seorang wanita, Nam-Joon urungkan niat itu dan mencoba menahan rasa marah.
Nam-Joon menenggak Soju dengan sangat keras sampai air yang seharusnya masuk ke dalam mulut. Ada yang meluber keluar dan mengenai dagu.
"Gue tandai wajah dia, tapi kalau dia berulah lagi. Enggak ada kata damai"setelah bergumam seperti tadi, botol yang tadi di bawa di letakan begitu saja di bawah. Mau tumpah atau tidak, Nam-Joon bodo amat.
Selesai berendam dalam bathtub, Nam-Joon berjalan mengarah ke bilik kecil yang mana bilik ini di lengkapi dengan shower. Di bilas lah badan kekar dan tegap ini di bawah guyuran air shower. Guyuran air shower ini mengingatkan tentang masa lalu nya. Tak mau berlama-lama di bawah guyuran shower, Nam-Joon mengambil sehelai handuk yang di gantung persis di sebelah bilik bilas ini.
Melilitkan sehelai handuk ini di pinggang Nam-Joon. Punggung lebar, perut roti sobek, dada bidang serta pundak yang menawan. Terekspos jelas sampai-sampai cicak yang sedang melintas tersentak kaget akan pemandangan yang aduhai ini. Rambut yang masih basah memberi kesan seksi di mata kaum hawa.
Baru memakai handuk, telpon yang berada di dalam kamar mandi berbunyi. Membuat Nam-Joon segera mengangkat, di tempelkan gagang telpon itu ke telinga kanan seraya berucap"ada apa?"
"Bos bahan persediaan makanan udah mulai menipis"
"Ya beli lah kalau bahan persediaan udah habis"jawab Nam-Joon sembari mencukur kumis nya menggunakan alat pencukur khusus.
"Nah itu masalahnya bos, bos sendiri kan tau siapa yang memegang uang bulanan kami"
"Jae, telpon saja orang nya kenapa telpon ke gue"ungkap Nam-Joon.
Suara menghela nafas terdengar jelas di sambungan telpon" udah gue telpon tetap nggak di angkat, kirim pesan pun belum di balas. Kami di sini sangat butuh bos, tolong lah bos kasihanilah kami bos..."
"Ok gue akan meluncur kesana sekalian ngecek keadaan ruang penyimpanan"Nam-Joon menyudahi pembicaraan ini. Lalu ia jalan keluar masih memakai sehelai handuk. Kemudian memakai baju di ruang ganti, pakaian yang di kenakan hari ini sangat simpel. Memakai kaos berkerah celana pendek selutut di tambah menggunakan sneaker warna putih.
Baru menginjakan kaki di anak tangga terakhir, Nam-Joon melihat asisten nya bersantai bermain game di ruang keluarga tanpa raut wajah bersalah. Pantas saja Han menelepon dirinya dengan nada uring-uringan. Ternyata penyebab nya ada di Jae.
"Seru ya ternyata main game"Nam-Joon sudah berdiri di depan Jae yang sedang asik main game, sampai tidak sadar bahwa bos nya udah menatap tajam ke arahnya. Tapi sayang, kedua mata masih terfokus ke layar tv.
Hening, Jae masih belum sadar bahwa dirinya sudah terlalu lama diam berdiri di sini. Nam-Joon mencoba menelepon nomor si anak ini, Ketika layar ponsel si Jae menyala itu tanda nya panggilan masuk dari nomor Nam-Joon. Jae tau kalau ponsel nya bergetar, dia hanya mengecek sesaat kemudian melanjutkan permainan nya.
Televisi yang ada di depan sana mati, Jae yang masih asik bermain game di buat kesal. Dia berdiri hendak membanting konsol game teriakan Nam-Joon membuat jantung Jae berdegup kencang.
"Oo..gitu cara nya, mau banting konsol game yang baru gue beli. Silahkan banting setelah itu badan lu yang gue banting dari lantai dua"berkacak pinggang sembari menatap tajam.
Jae beringsut mundur dengan wajah cengengesan"enggak gue banting kok, tadi mau gue benerin"
"Sebulan elu dapat gaji berapa?"tanya Nam-Joon.
Jae mulai keringat dingin serta wajah berubah pucat setelah bos nya bertanya nominal gajinya. Bukan masalah besar kecilnya, yang di takutkan adalah ketika bos menanyakan hal itu siap-siap gaji bulan depan tidak diberikan hal itu benar-benar terjadi dan bukti nyata nya ada dalam dirinya.
"Wajah lu kenapa pucat, kan gue tadi cuma nanya dong. Jawab pertanyaan gue tadi!"tatapan nya mulai tajam setajam tatapan burung elang yang siap menerkam mangsa.
"Ampun bos nggak akan gue ulangi lagi deh. Janji, jangan potong gaji gue. Bos tau kan gue masih nyicil uang untuk beli apartemen, itu apartemen harga nya mahal"Jae bersimpuh di kaki bosnya.
Nam-Joon bangkit lalu jalan menuju pintu depan seraya berteriak"Jae!"
"Iya..iya bos"Jae mengambil kunci mobil dan ponsel. Lari dari arah ruang keluarga menuju tempat penyimpanan mobil. Jae sudah hafal tabiat bosnya, ketika bosnya meneriaki nama tanda nya amarah nya sudah di ambang batas maksimal.
Hari sial memang tidak terdaftar di kalender. Namun Jae merasakan hari sial nya yang bertepatan setelah kejadian mati nya televisi. Jae masih tidak sadar akan perbuatan nya. Ponsel nya saja belum di cek bahkan masih tersimpan di kantong celana.
Mobil keluar dari gerbang sampai di depan markas, mulut Nam-Joon terus berbicara dengan nada cepat dan kadang-kadang naik turun intonasi suara nya. Sampai Jae yang berada di depan di buat pusing. Jae sempat menduga bahwa bosnya tadi sempat makan kroto(telur dari semut rangrang, biasanya untuk pakan burung)
Tapi ia sadar bahwa di mansion bosnya tidak ternak semut rangrang jadi tidak ada kroto di sana. Di saat Jae bertemu dengan Han di markas, Jae baru tau penyebab bosnya marah-marah terhadap dirinya. Tak cuma bosnya saja yang terlihat marah, Han pun begitu apa lagi puluhan anak buah bosnya. Juga sama terlihat marah ketika Jae datang berkunjung ke markas.
"Bagus ya, datang-datang ke sini dengan wajah tak bersalah. Kita di sini bisa-bisa mati kelaparan akibat nunggu telpon dari lu"omel Han yang rasanya ingin menghajar Jae saat ini juga. Tapi Han sadar bahwa percuma saja menghajar Jae, Jae sendiri tidak bisa menguasai ilmu bela diri. Yang ada sudah tumbang duluan sebelum Han menyentuh.
"Hehehe...anu, sorry tadi gue asik main game jadi nggak dengar ada panggilan masuk"balas Jae sambil memandang ke arah lain. Tidak berani beradu tatap dengan wajah sangar Han.
"Ah, kau ini! bikin darah tinggi gue naik"Han berlalu pergi entah kemana yang terpenting Jae tidak lagi melihat wajah Han.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments