Setelah menuliskan sebuah kata kedalam buku diary nya, **Aqila** beranjak dari duduknya, berjalan menuju ke teras rumah sembari membawa gitar dan secangkir kopi, duduklah dia disana sembari menemani adiknya yang entah sejak kapan sudah ada disana, menikmati baksonya.
Di sebuah sore yang sama seperti sore sore sebelumnya, langit masih terlihat gelap, gerimis sejak jam 2 siang lalu masih belum kunjung mereda juga. Ditemani sendu, Aqila memainkan sebuah lagu yang dulunya ia sering nikmati bersama mendiang ayahnya di setiap malam. Nada petikan gitar terdengar begitu getir.
"Galau mulu neng"
Petikan gitar tersebut terhenti. Karena mendengar suara kakaknya yang tiba tiba duduk dikursi sebelahnya, sembari mencomot bakso milik adiknya yang masih setengah termakan.
"Abaaang itu punya Alfa" sang pemilik marah saat tau baksonya dimakan kakak pertamanya.
Rambutnya yang masih basah, membiarkan angin untuk membuatnya kering dengan sendirinya, gadis itu menoleh. "Emang ngga boleh galau?"
Daniel terkekeh kecil, "boleh lah, lo boleh sedih, lo boleh nangis, lo boleh kangen, tapi yang jangan pernah dilupa, lo juga boleh bahagia. Makanya jangan galau mulu, jangan stay sama yang pergi, gue pingin lihat adik gue yang dulu, yang ceria dan bahagia, sekarang lo harus perlahan ikhlasin dan lepasin bayang bayangnya dari pikiran lo" cowok itu mengusap rambut basah adiknya dengan sangat lembut.
Lagi lagi Daniel mencomot pentol yang ada di mangkuk bakso Alfa, sang pemilik jelas marah, tapi Daniel membujuk Alfa dengan menjanjikan untuk membelikannya bakso lagi, lalu cowok itu menegak secangkir kopi milik Aqila, ya begitulah kebiasaannya, seenaknya sendiri main comot milik orang.
"Sedihmu terlalu lama, manusia emang butuh sedih, tapi gak selamanya manusia terus merasakan sedih. Kembalilah seperti dulu, Aqila yang murah senyum, suka ketawa receh, nggak pendiem gini"
Aqila menghela nafas panjang. Sendu diantara keduanya itu lantas menepi saat melihat Alfa yang entah sejak kapan sudah ada didepan rumah, bermain hujan, padahal jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Keduanya saling tatap sembari geleng geleng kepala, tubuh anak itu jelas sudah basah kuyup. "Alfa! udah jam lima ngapain masih main hujan hujanan!! ntar lo masuk angin" omel Daniel pada adik kecilnya yang masih berumur 11 tahun itu.
"Masuk nggak!!" cowok berumur 24 tahun itu lantas melempar sandal pada adiknya, Alfa hanya tertawa meledek melihat kemarahan kakaknya.
Aqila tertawa kecil melihat pertengkaran antara kakak dan adiknya. "Maaaa si Alfa tuh main hujan, udah jam segini!!" teriak Qila mengadu pada sang mama yang berada di ruang tengah.
Mama membelalak mendengar ucapan putrinya, perempuan paruh baya itu lantas beranjak bangun dari duduknya dan menghampiri anak bungsunya sembari membawa payung.
"Bandel! masuk nggak!" ucap mama sembari menjewer telinga Alfa.
"Aw aw sakit ma, iya iya" Alfa berlari mendahului mama, melewati garasi, kalau lewat dalam rumah, jelas mama pasti tambah marah, bisa bisa anak itu dikurung didalam kamar semalaman tanpa gadget.
Aqila kembali terduduk di kursinya, sembari memangku gitar, bahkan kakaknya juga ikut duduk disampingnya.
"Bang, apa salahnya mencintai orang terlalu dalam?"
Belum sempat menjawab, adzan Maghrib telah berkumandang. "Yuk masuk, udah adzan. Ga boleh maghrib maghrib diluar rumah"
Aqila ditinggalkan tanpa penjelasan yang pasti, ia masih bertanya tanya kebingungan, sebab pertanyaan itu telah ia pertanyakan pada kakaknya sebanyak 3 kali tapi tetap saja masih belum mendapatkan jawaban.
"Kenapa umur selalu jadi patokan? lalu apa gunanya perasaan?" gumam Aqila menatap foto lelaki yang telah terbakar separuh. Memang, Aqila dan Jenandra lahir di tahun yang berbeda, Aqila berumur setahun lebih tua dari Jenandra, dan banyak yang bilang kalau mereka tidak cocok karena umur.
***
Ditengah tengah kesibukannya mengerjakan tugas, bahkan gerimis tadi telah berganti hujan. Tiba tiba bel rumah mereka terdengar nyaring, membuat rasa penasaran Aqila memuncak, gadis itupun melongok dari jendela kamarnya yang berada dilantai 2 bertepatan langsung menghadap ke teras rumahnya untuk melihat siapa yang memencet bel rumahnya malam berhujan seperti ini.
Gerbangnya masih terkunci, ia melihat ada seorang laki laki dengan motor Vario telah berhenti didepan rumahnya kemudian memencet bel dan pergi begitu saja.
"Halah biasa orang iseng" gumamnya. Gadis itupun kembali menutup jendelanya.
"Qilaaa" panggil mamanya dari arah tangga.
Terdengar suara langkah kaki menaiki anak tangga, Aqila segera membuka pintu kamarnya dan melongok keluar.
"Apa ma?"
"Kamu pesen minuman?" Aqila praksis menggeleng, karena ia tak merasa memesan minuman.
"Yakin?"
Aqila mengangguk, "emang kenapa?"
"Nih ada minuman, dalemnya ada surat. Katanya buat kamu, mama kira kamu yang pesen ternyata bukan, mungkin ada yang ngasih buat kamu" mama pun memberikan kantung plastik berisi minuman tersebut pada Aqila.
Setelah sang mama kembali turun, Aqila kembali masuk kedalam kamarnya sembari membawa kantung plastik berisi minuman tersebut. Masih dalam keadaan bingung, tiba tiba terdengar suara notifikasi pesan dari handphone nya.
****Nauval****
Malam cantik
Kebetulan tadi, gue lewat depan rumah lo, sekalian gue bawain minuman, gue bawain greentea, lo suka greentea kan?
Kenapa tiba tiba Nauval memberinya minuman, dan sejak kapan dia tau kalau minuman kesukaannya itu greentea, dan satu lagi yang menjadi pertanyaannya, kenapa dia tau alamat rumahnya?
^^^Aqila^^^
^^^Ngapain lo kasih gue minuman?^^^
Nauval
Ya cuma mau ngasih aja, ga boleh?
^^^Aqila^^^
^^^Kok lo bisa tau alamat rumah gue?^^^
Nauval
Rahasia wleee
^^^Aqila^^^
^^^Yaudah thanks, lain kali lo ngga usah kasih gue minuman atau makanan lagi, gue ngga mau ngerepotin orang lain, gue bisa beli sendiri^^^
Nauval
Suka suka gue
Aqila memutar bola matanya, kemudian meminum greentea pemberian Nauval tersebut, ya walaupun dingin dingin begini minum es agak gimana gitu, tapi tetap saja Aqila meminumnya, karena greentea minuman kesukaannya.
~.~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments