Kehilangan (Cobaan terberat)

Pov. Ayuna Maharani

Aku terus menelpon nomor Mas Bagus berulang kali, namun tidak pernah bisa terhubung karena berada di luar jangkauan. Entah apa yang Suamiku itu kerjakan, hingga malam tiba pun nomor teleponnya masih tetap di luar jangkauan. Aku pun memilih mengirimkan Mas Bagus sebuah pesan singkat dan memberitahunya jika Dinda sedang sakit.

[Dinda sakit, bisa kamu pulang sekarang, Mas?]

Hanya itu yang bisa aku katakan padanya, aku menghubunginya bukan karena keinginanku, jujur aku masih marah terhadapnya. Tapi karena dia masih ayah dari Dinda, dan suamiku, aku harus membuang jauh rasa egoku. Jika aku tidak memberitahu kepadanya, mungkin suatu saat dia akan marah besar. Kucoba menepiskan sedikit rasa sakit hatiku terhadapnya, demi Dinda. Namun setelah begini, aku semakin paham Mas Bagus memang tidak begitu peduli terhadap anak dan istrinya.

Dari siang, hingga malam kini bertemu pagi lagi, Mas Bagus masih tidak ada kabar. Sementara keadaan Dinda semakin parah, panasnya tinggi dan aku terpaksa harus membawanya ke rumah sakit.

Aku mengirim pesan kepada Satria, memberitahu jika tidak bisa masuk kerja hari ini dikarenakan Dinda sedang sakit. Aku juga memintanya untuk membantu pekerjaan karyawan baru pindahan dari kantor cabang kemarin. Karena ada hal yang belum sempat kujelaskan.

Aku menemani Dinda sendirian, dengan keadaan Dinda yang tidak sadarkan diri, serta banyaknya selang yang terpasang pada tubuh anakku itu membuat hatiku terasa teriris dan hancur.

Sebagai seorang Ibu, jika bisa ditukar maka aku akan sangat bersedia menggantikan Dinda yang sedang sakit. Aku sungguh tak tega melihatnya terbaring lemah tak berdaya diatas brankar, apalagi banyaknya selang dan jarum yang ditusuk ketubuhnya.

Anak sekecil itu harus menderita dan merasakan sakit, aku sungguh tak sanggup melihatnya. Tangisku pecah, ketika melihat Dinda kini kejang-kejang. Panik, hingga aku pun berteriak memanggil perawat.

"Suster!!!!!"

Tak ada siapapun yang menemaniku, bahkan suamiku sendiri yang katanya berjanji akan menemani disaat susah dan senang, nyatanya hingga sekarang belum menampakkan diri. Kemana dia? Jangan tanya aku.

Malam hari, Gita dan Syifa mengunjungiku di rumah sakit. Mungkin mereka mendapat kabar dari Satria karena aku hanya memberi informasi ini pada sekretaris Bossku. Sekaligus aku mengajukan cuti beberapa hari untuk menemani Dinda.

"Mba, Dinda kenapa?" Tanya Syifa dengan mengusap pundakku pelan.

Suara lirih Syifa pun bisa menyadarkan diriku, jika saat ini aku memiliki teman.

Aku hanya menggelengkan kepala, tak bisa lagi menjawab pertanyaan apapun. Dari situ tangisanku semakin pecah, hingga Syifa dan Gita memelukku erat diiringi tangisan kami bersama.

Ketika aku melihat ketegangan yang terjadi saat dokter dan perawat menangani Dinda, aku menghampiri dan mendekati brankar.

"Dinda," panggilku.

Kupererat genggaman tangan ini untuk menguatkan Dinda sekaligus menguatkan diriku sendiri.

"Mohon maaf, Bu. Kami sudah berupaya sebisa mungkin tetapi Tuhan berkehendak lain," ucap Dokter kepadaku dengan tatapan penuh belas kasihan.

"TIDAK!!!!"

Jeritanku mungkin memenuhi seisi ruangan ICU rumah sakit. Aku berteriak sejadinya, kupeluk erat tubuh anakku itu yang sudah terlihat memucat dan dingin.

"Yang sabar, Bu," ucap seorang perawat kepadaku sembari melepaskan beberapa selang dari tubuh Dinda.

Mungkin niatnya adalah untuk memberikanku sebuah ketenangan. Tetapi, sungguh aku tidak bisa. Aku hancur, sehancur-hancurnya.

"Dinda ..." tangisku semakin pecah sejadinya.

Aku merasa gagal menjadi Ibu, karena tidak bisa menjaga anakku dengan baik. Ternyata rasanya sakit sekali ketika kita harus kehilangan orang yang amat kita sayangi. Apalagi buah hati kita.

"Ayuna, sabar,"

Gita datang menghampiriku dan memelukku kembali. Begitu pula dengan Syifa, ia pun menenangkan diriku. Mereka berdua memberi kekuatan penuh untukku. Tapi sayang, kekuatan yang mereka alirkan tak mampu membuatku tenang.

"Tuhan lebih sayang dengan Dinda, yang ikhlas ya, Mba,"

Setidaknya aku beruntung karena masih ada yang menemaniku disaat seperti ini. Mereka lah yang dinamakan teman disaat susah dan senang. Terimakasih Gita, Syifa.

******

Aku menghubungi keluargaku di kampung halamanku, tepatnya di kota Semarang. Niatku karena ingin membawa Dinda dan memakamkannya di sana.

Aku meminta Bu Siti pengasuh Dinda menemaniku untuk pulang, dan beruntungnya Bu Siti mau tanpa basa-basi. Karena dia pun merasa kehilangan Dinda. Aku bersyukur, setidaknya ketika tiba di kampung aku tidak sendiri.

Entah sudah berapa jam perjalanan, semua itu tak terasa. Karena aku terus saja menangis sembari memeluk tubuh anakku. Ambulance dengan sirinenya pun menyaksikan kesedihan semua orang yang menyambut kedatangan kami.

Saat tiba di rumah, aku langsung berhambur dan memeluk erat tubuh Ibu dan menumpahkan tangisanku padanya.

"Sabar, Ndok," Ibu pun sama halnya, menangis dan terus menangis serta tangannya yang terus mengusap pundakku.

"Lah, Suamimu di mana, Yuna?"

Inilah yang kutakutkan, pertanyaan ini bagaikan jarum yang semakin menusuk-nusuk jantungku. Ketika Bude Ratri menanyakan keberadaan Mas Bagus, rasanya aku ingin menarik rambutnya itu. Tidak bisakah ia menanyakan keadaanku sekarang, yang jelas-jelas ada di depannya? Kenapa dia harus mencari orang yang tidak tampak batang hidungnya?

"Bagus akan menyusul nanti, Mba," jawab Ibu menyumpal mulut Bude Ratri.

Bersyukur, karena Ibu mampu membantuku, jadi aku tak perlu berpusing-pusing mencari alasan lain. Ibu memang selalu mengerti keadaan anaknya. Setelah kita menjadi Ibu, kita akan paham hal itu.

"Pasti ngurusin kerjaan terus! Ya begitu, anaknya sampe meninggal gara-gara nggak diperhatiin ..."

"Wes to, Mba!" potong Ibu atas ucapan Bude Ratri yang belum juga selesai. Ibu tak ingin berkata banyak, karena semakin dilayani, Bude Ratri semakin kelewatan.

Aku merasa semakin tertusuk ketika mendengar omelan Budeku yang dijuluki 'cangkem lombok' oleh beberapa anggota keluarga kami.

Sebagai orang tua yang bekerja, kami juga ingin yang terbaik untuk anak kami. Jika memang Dinda meninggal karena kurang perhatian dari orang tuanya, aku mengaku salah. Tapi aku juga tidak ingin melawan garis takdir Tuhan, karena urusan jodoh, rezeki dan maut itu sudah kehendaknya.

...****************...

Tiga hari aku berada di kampung, aku pun memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Sebenarnya aku berniat tak ingin kembali lagi ke kota itu, tetapi masih banyak hal yang harus aku selesaikan. Belum lagi keadaan di rumah semakin membuatku tak betah. Itu semua karena banyaknya orang yang bertanya perihal keberadaan Mas Bagus yang aku sendiri pun tidak tahu di mana dia.

Beruntung aku pergi bersama Bu Siti, hingga aku bisa menjadikannya alasan untuk mengantarnya pulang lebih dulu. Aku memilih jalur udara, untuk mempersingkat waktu perjalanan kami.

Di dalam pesawat, aku hanya terus tertidur. Sepertinya aku malah bisa tidur dengan pulas di pesawat daripada berada di rumah. Jika di rumah, aku akan terus teringat akan Dinda. Belum lagi perilaku suamiku yang sangat menjengkelkan itu. Hingga saat ini pun dia belum memberikan kabar padaku, meski sebenarnya pesan Whatsapp yang tempo hari kukirimkan sudah dia baca. Teganya dia, sebenarnya apa yang dia perbuat di sana?

"Mama Dinda, bangun,"

Suara Bu Siti menyadarkanku dari tidur panjang yang aku lalui. Ternyata kami sudah tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Kami pun segera turun dari pesawat dan menaiki taksi untuk pulang. Setelah selesai mengatar Bu Siti, aku menuju ke rumah kontrakanku yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Namun betapa terkejutnya ketika aku membuka pintu, di sana sudah ada Mas Bagus yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Yuna??"

Episodes
1 Siapa sebenarnya Ayuna?
2 Kebohongan yang terbongkar
3 Kehilangan (Cobaan terberat)
4 Mengapa Nasibku begini?
5 Ingin lebih dekat
6 Semakin dipandang, semakin Cantik!
7 Robert Davidson
8 TALAK
9 Status baru
10 Sebuah kesepakatan
11 Misteri dalam diri
12 Perasaan takut
13 A Film take By ....
14 Prioritas otak dan hati
15 Ayuna, BUKAN Maharani
16 Wanita Es
17 Wanita kutub utara
18 Wanita sekeras batu
19 Ayuna, I'am Sorry
20 Ada aku di sini
21 Ada aku di sini 2
22 Ada aku di sini 3
23 Calon atau Mangsa?
24 Tak bisa menolak
25 Life must goes on
26 Are you okay, Danu?
27 Bukan gebetan Boss
28 Sadar diri, Danu!
29 Antara Gengsi dan jual mahal
30 Antara Gengsi dan jual mahal 2
31 Kali kedua
32 Ada apa antara Danu dan Hana?
33 Seperti kerupuk yang disiram Air
34 Pemendam perasaan
35 Besi berkarat yang rapuh
36 Besi berkarat yang rapuh (2)
37 Pembelaan Danu
38 You are everything
39 You are everything (2)
40 Kali ketiga
41 Rasa yang berbeda
42 Bukan tandinganku!
43 Lima menit, Danu!!!
44 Balas budi semata
45 Aku ingin memilikinya!
46 Lima belas ribu rupiah
47 Lima belas ribu rupiah (2)
48 Obat nyamuk
49 Ungkapan perasaan
50 Satu tujuan
51 Satu tujuan (2)
52 Satu tujuan, satu hati
53 Sebuah harapan
54 Perlakuan lebih
55 Perlakuan lebih (2)
56 Perlakuan lebih (3)
57 Hanya Ayuna
58 Kenyamanan
59 Danu, kamu apakan aku?
60 Pulang atau tetap bersama?
61 Gila karenanya
62 Menjaga tanpa merusaknya.
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Siapa sebenarnya Ayuna?
2
Kebohongan yang terbongkar
3
Kehilangan (Cobaan terberat)
4
Mengapa Nasibku begini?
5
Ingin lebih dekat
6
Semakin dipandang, semakin Cantik!
7
Robert Davidson
8
TALAK
9
Status baru
10
Sebuah kesepakatan
11
Misteri dalam diri
12
Perasaan takut
13
A Film take By ....
14
Prioritas otak dan hati
15
Ayuna, BUKAN Maharani
16
Wanita Es
17
Wanita kutub utara
18
Wanita sekeras batu
19
Ayuna, I'am Sorry
20
Ada aku di sini
21
Ada aku di sini 2
22
Ada aku di sini 3
23
Calon atau Mangsa?
24
Tak bisa menolak
25
Life must goes on
26
Are you okay, Danu?
27
Bukan gebetan Boss
28
Sadar diri, Danu!
29
Antara Gengsi dan jual mahal
30
Antara Gengsi dan jual mahal 2
31
Kali kedua
32
Ada apa antara Danu dan Hana?
33
Seperti kerupuk yang disiram Air
34
Pemendam perasaan
35
Besi berkarat yang rapuh
36
Besi berkarat yang rapuh (2)
37
Pembelaan Danu
38
You are everything
39
You are everything (2)
40
Kali ketiga
41
Rasa yang berbeda
42
Bukan tandinganku!
43
Lima menit, Danu!!!
44
Balas budi semata
45
Aku ingin memilikinya!
46
Lima belas ribu rupiah
47
Lima belas ribu rupiah (2)
48
Obat nyamuk
49
Ungkapan perasaan
50
Satu tujuan
51
Satu tujuan (2)
52
Satu tujuan, satu hati
53
Sebuah harapan
54
Perlakuan lebih
55
Perlakuan lebih (2)
56
Perlakuan lebih (3)
57
Hanya Ayuna
58
Kenyamanan
59
Danu, kamu apakan aku?
60
Pulang atau tetap bersama?
61
Gila karenanya
62
Menjaga tanpa merusaknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!