Chapter 15

Selesai bertemu dengan klien, Mesya dan Radit tidak langsung pulang ke hotel, melainkan mampir ke sebuah resto yang sangat ingin Mesya kunjungi di Negara sakura ini. Kyubey adalah restoran yang mereka tuju, resto sushi yang terkenal di kalangan pelancong juga penduduk setempat.

Mesya sudah lama penasaran dengan rasa shusi di resto ini sejak Rena membicarakan beberapa waktu lalu yang ketika itu teman satu profesinya di ajak liburan ke Negara sakura ini oleh kekasihnya.

Tak lama pesanan datang, mata Mesya berbinar menatap makanan yang terhidang di depannya. Radit hanya tersenyum dan menggeleng kecil. Tidak lupa Mesya memfoto makanan tersebut untuk ia pamerkan kepada Rena dan kedua temannya yang lain nanti saat ia pulang dari perjalanan bisnis ini.

“Habis ini mau ke mana lagi?” tanya Radit yang baru saja menyelesaikan makannya.

“Ke hotel aja, aku pengen istirahat, tapi nanti malam aku pengen jalan-jalan kuliner ke Osaka, ya?” Radit yang melihat binar antusias di mata Mesya mengangguk menyetujui keinginan perempuan di depannya.

Menggunakan mobil sewaan yang dikemudikan oleh sang supir Radit dan Mesya kembali ke hotel. Jam baru saja menunjukan pukul dua siang di Jepang. Satu jam waktu yang di butuhkan untuk sampai di hotel tempat mereka menginap hingga dua hari ke depan. Radit meraih lengan Mesya dan menuntunnya menuju lift yang akan mengantar mereka menuju kamar yang berada di lantai tiga puluh.

“Kamar aku aja ya, sekalian kita bahas soal proyek tadi,” Mesya hanya membalas dengan anggukan, dan mereka berjalan bersampingan keluar dari lift menuju kamar Radit yang berada tepat di depan kamar Mesya.

Setelah kembali menutup pintu kembali, Radit mempersilahkan Mesya untuk duduk di sofa sedangkan dirinya melangkah menuju lemar, berganti pakaian yang lebih nyaman. Setelah itu barulah menghampiri Mesya dan langsung membahas tentang proyek yang akan Radit bangun dengan salah satu perusahaan besar di jepang.

Di saat seperti ini Radit dan Mesya profesional, layaknya bos dan sekretaris. Membahas pekerjaan tanpa di sematkan urusan pribadi karena keduanya tahu bahwa akan ada saatnya untuk itu.

Hampir tiga jam waktu yang mereka habiskan hanya untuk membahas proyek baru itu. Hanya duduk, tapi lelah di tetap masih di rasa. Mesya membereskan kembali dokumen yang sejak tadi di bawanya, di pelajari sama-sama dengan Radit dan dibahas untuk meeting selanjutnya.

Sekarang yang Mesya lakukan adalah menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi sambil meregangkan otot-otot tangan dan pinggangnya yang terasa kaku. Apa yang Mesya lakukan tentu saja Radit saksikan, dan tanpa sadar seulas senyum terbit di bibirnya.

“Minum dulu,” Radit mengulurkan gelas berisi air mineral dingin pada Mesya yang langsung di terima perempuan itu dengan senang.

“Thank,” ucap Mesya setelah meneguk habis minumnya.

Radit hanya mengangguk singkat lalu duduk di samping perempuan itu, dan meraih pinggang Mesya agar merapat ke arahnya.

“Rasanya masih seperti mimpi aku bisa sedekat ini lagi sama kamu,” ucap Radit sedikit berbisik. Napas hangatnya menyentuh pipi Mesya yang hampir tersentuh bibir Radit.

“Makanya kamu harus bangun dari mimpi itu agar tahu bahwa ini nyata,” balas Mesya tidak berani menoleh, karena sedikit saja ia bergerak makan apa yang ada dalam bayangannya pasti akan terjadi, apalagi hingga saat ini Radit tidak berniat menari kepalanya menjauh.

“Aku takut untuk bangun, Sya, aku takut saat aku tersadar yang kulihat bukan kamu.” Mesya tersenyum mendengar kalimat Radit.

“Kalau kamu gak mau bangun, mau sampai kapan menganggap semua ini mimpi?” Mesya memundurkan kepalanya lebih dulu sebelum kemudian menoleh, manatap Radit yang juga tengah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Mesya artikan, hanya satu yang Mesya tangkap bahwa ada kerinduan di sana, sama seperti yang dirinya miliki.

"Lihat Dit, sekarang aku di samping kamu. Ini nyata, bukan lagi mimpi yang mungkin dulu menghantui kamu. Aku disini,” bisik Mesya, menyusup masuk ke dalam pelukan Radit yang sejak dulu selalu dirindukannya. Sekarang tidak ada lagi alasan untuk Mesya membohongi hatinya.

“Jangan pergi lagi, Dit, jangan tinggalkan aku lagi,” lirih Mesya semakin mengeratkan pelukannya.

“Gak akan, aku janji tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi sekalipun kamu yang meminta.” Satu kecupan Radit daratkan di puncak kepala Mesya, cukup lama sampai membuat Mesya memejamkan matanya, menikmati rasa hangat yang menjalar ke dalam hatinya.

Perlahan Radit menarik dirinya, memberi jarak di antara mereka, sebelum kemudian mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Mesya yang dirinya rindukan setelah sekian lama tidak dirinya rasakan. Yang awalnya hanya kecupan-kecupan ringan, berubah menjadi sebuah luma**n lembut yang begitu memabukan, memancing gairah keduanya.

Tangan Mesya sudah melingkar di leher Radit seiring ciuman mereka yang semakin dalam dan menuntut hingga membuat tubuh Mesya yang awalnya duduk terdorong ke belakang, hingga terjatuh perlahan pada tangan sofa yang mereka tempati. Mengubah posisi duduk mereka menjadi setengah berbaring dimana Mesya yang berada di bawah kukungan Radit yang kini tangannya sudah mengelus-elus leher Mesya, membuat perempuan itu berhasil meloloskan lenguhannya.

“Dit—”

“Apa kita bisa memperbaiki masa lalu? Aku ingin kita seperti dulu, Sya” ucap Radit begitu ciuman mereka terlepas.

“Ma- maksud kamu?”

“Kamu mau ‘kan jadi pacar aku lagi?”

“Dit—”

“Say yes, please!” mohon Radit.

***

Selesai mandi dan berganti pakaian Mesya merebahkan tubuhnya di ranjang, mengingat kembali kejadian sore tadi dimana ciuman yang mereka lakukan berakhir dengan pernyataan cinta Radit. Jujur saja itu yang Mesya inginkan sejak pertama kali kembali bertemu sang mantan. Meskipun saat itu masih ada Aldrich yang menjdi tunangannya, tetap saja hatinya tidak dapat di bohongi bahwa ia ingin kembali pada masa lalu yang masih menjadi mimpi indahnya.

Sekarang setelah apa yang terjadi dan hubungannya dengan Aldrich usai tidak ada alasan untuk Mesya menolak Radit. Tidak ada alasan untuk dirinya tidak setuju kembali, dan tidak ada alasan untuknya meraih kembali bahagia yang sempat terhenti akibat perpisahan yang harus mereka jalani. Takdir memang indah meskipun pahit harus lebih dulu mereka nikmati.

Teng nong …

Suara bell yang di susul dengan ketukan di pintunya membuat lamunan Mesya terhenti dan membuatnya langsung bangkit dari tidurnya, membuka pintu dan mempersilahkan Radit masuk. Jam masih menunjukkan pukul delapan malam, masih siang untuk tertidur dan menolak tamu yang datang. Terlebih itu sang terkasih.

“Udah mau tidur?” tanya Radit begitu duduk di sofa yang ada di kamar Mesya.

“Belum, kenapa memangnya? Mau ngajak aku jalan-jalan?” tanyanya mengedip-ngedipkan mata, berharap bahwa laki-laki itu memang berniat membawanya keliling Jepang.

“Aku lebih suka disini aja sama kamu, jalan-jalannya besok aja,” jawab Radit seraya memeluk Mesya dari samping. Mesya yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya.

“Ini kamu lagi goda aku, Sya?” Radit menarik gemas bibir Mesya yang maju beberapa senti, mengundang Radit yang masih belum puas menikmati bibir kenyal dan manis itu.

“Dih geer, aku tuh lagi kesel. Aku pengen keluar tahu, Dit. Jalan-jalan ke Osaka, terus jajan kuliner di sana,”

“Iya besok malam kita ke sana. Sekarang aku pengen puas-puasin peluk kamu dulu. Kita kan baru balikan,” ucap Radit seraya mengecup pipi Mesya yang sedikit mengembung. “Lagian kalau mau jalan-jalan kenapa pakaian kamu kayak gini?” tangan Radit bergerak menyentuh paha mulus Mesya yang terekpos jelas, membuat kelelakiannya memberontak di dalam sana.

“Ya tinggal ganti aja apa susahnya,” Radit dengan cepat menggeleng.

“Aku suka. Kamu seksi dengan pakaian seperti ini,” bisik Radit tepat di depan telinga Mesya yang hembusan napasnya terasa nyata dan membuat Mesya merinding.

“Dit—’

Radit menghentikan kalimat kekasihnya itu dengan ciumannya. Ciuman yang mengejutkan Mesya tapi tidak dapat dirinya tolak. Ciuman yang dirinya rindukan setelah empat tahun berlalu. Segala hal tentang Radit memang Mesya rindukan, terlebih yang satu ini. Radit adalah cinta pertamanya, ciuman pertamanya, dan berharap bahwa laki-laki itu akan menjadi yang terakhir dalam segala hal yang akan mereka jalani kedepannya.

“Radit!” sentak Mesya saat laki-laki itu melayangkan gigiran di bibirnya.

“Gemes aku, Sya,” kekehnya tidak sama sekali merasa bersalah.

“Tapi aku sakit,” protesnya sebal.

“Sini biar aku obatin.” Radit kembali melu**t bibir tebal Mesya, lebih lembut dari sebelumnya.

Terpopuler

Comments

Siti Afifah

Siti Afifah

hasyem....meeka bikin bulu kuduk ku merinding😁😁😁😁

2021-08-11

0

Mila Sutari

Mila Sutari

uhukhuk

2021-07-23

0

Aany Agha

Aany Agha

memang benar adanya bahwa cinta pertama itu takkan pernah hilang dalam hati maupun pikiran

2021-07-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!