Chapter 12

Hari demi hari berjalan dengan semestinya. Hubungan Radit dan Mesya semakin dekat bahkan keduanya sering menghabiskan waktu bersama, entah untuk sekedar dinner atau menghabiskan waktu di akhir pekan. Seperti hari ini, Mesya sudah berada di rumah Radit, rumah pribadi yang hanya di isi oleh pria itu seorang diri dan akan ada housekeeper yang datang pada pukul delapan pagi hingga jam lima sore.

Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi saat Mesya selesai membuat sarapan. Mesya naik ke lantai dua rumah yang cukup besar ini, masuk ke dalam kamar Radit yang tidak terkunci tanpa mengetuk terlebih dulu. Di ranjang berukuran king size Radit berbaring dengan damai, menyembunyikan wajahnya di balik selimut tebal berwarna hitam.

Mesya berjalan menuju jendela, membuka gorden agar cahaya matahari masuk sepenuhnya, kemudian melangkah mendekat ke arah ranjang dan duduk di tepian, membangunkan Radit dengan menepuk pipi pria itu. Tidak lupa Mesya pun menarik selimut yang pria itu gunakan agar Radit tidak semakin nyenyak dalam tidurnya.

Radit yang merasa terganggu pun mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk, kemudian tersenyum saat didapatinya wajah tersenyum Mesya yang pertama kali ia lihat.

Memang bukan baru kali ini saja Mesya datang ke rumah Radit, terhitung sudah ke tiga kalinya sejak laki-laki itu sakit beberapa waktu lalu yang mengharuskan Mesya datang dan merawatnya. Mesya cukup tahu bagaimana manjanya Radit ketika sakit dan ia merindukan saat-saat itu, dimana dulu dirinyalah yang selalu merawat pria itu karena kedua orang tua Radit yang selalu sibuk.

“Kamu kapan datang?” tanya Radit yang sudah mengubah posisinya menjadi duduk. Panggilan keduanya memang sudah berubah, Radit bilang tidak nyaman jika bicara memakai lo-gue di usia mereka yang sudah dewasa ini. Mesya hanya menurut saja, toh ia pun menyukainya. Terdengar manis dan mesra.

“Sejak tadi. Bahkan aku udah buatin sarapan buat kamu,”

“Serius?” Kening Radit mengerut tidak yakin, pasalnya dia tahu bahwa sejak dulu perempuan yang menjadi mantan kekasih yang masih diharapkannya itu tidak pernah bisa memasak. Dapur akan hancur saat Mesya menyentuh barang-barang di sana, terlebih kompor.

“iya, makanya cepat bangun, cuci muka, gosok gigi, terus mandi, setelah itu kita ke dapur. Makanannya keburu dingin nanti,” Radit memilih untuk mengangguk dan bangkit dari duduknya, melangkah menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.

Tak lama Radit keluar dengan wajah segar. Ranjang yang semula berantakan kini sudah rapi dan pakaian ganti sudah tersedia di atas tempat tidur. Senyum di bibir tipisnya terbit kemudian mengenakan pakaian yang sudah di siapkan Mesya. Radit jadi merasa memiliki istri jika seperti ini.

Tidak ingin membuat Mesya menunggu terlalu lama, Radit bergegas keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga dengan langkah lebar dan berjalan menuju ruang makan. Di sana perempuan cantik dengan dres selutut berwarna peace berkerah Sabrina itu berdiri menuangkan teh yang masih mengepul ke dalam sebuah cangkir. Melayangkan senyum saat menyadari Radit datang, lalu memintanya untuk duduk di kursi.

Dengan telaten Mesya menyendokkan nasi juga sup ayam yang masih panas ke dalam piring, dan beberapa lauk yang lain sebelum akhirnya memberikan piring yang sudah terisi penuh itu pada Radit.

“Aku jadi berasa punya istri tahu gak, Sya,” ucap Radit seraya menyuapkan sesendok penuh nasi beserta lauknya.

Mesya hanya tersenyum kecil, tidak berani menanggapi lebih karena jelas dirinya masih mengingat statusnya yang sudah memiliki tunangan. Tidak ingin menghancurkan mood-nya, Mesya kemudian mengambil nasi juga lauk untuk dirinya sendiri.

“Tunangan kamu gak marah kamu sama aku terus?” tanya Radit membuka dialog di tengah sarapan mereka.

Mesya yang hendak memasukan nasi ke dalam mulutnya berhenti dan kembali menyimpannya ke atas piring. “Dia gak tahu,” jawabnya pelan. Dalam hati Mesya terus merutuki diri yang belum juga berani jujur pada Aldrich mengenai Radit, selain itu juga karena belakangan ini mereka jarang bertemu. Aldrich hanya menghubunginya sesekali.

“Kenapa? Kamu gak berniat kasih tahu dia tentang aku?” tanya Radit sedikit merasa kecewa, tapi juga ada lega yang tidak bisa dirinya abaikan. Meskipun kesan awal baik, Radit tidak yakin pria yang menjadi tunangan mantan kekasihnya itu akan tetap memperbolehkan kereka dekat.

“Bukan gitu, aku cuma bingung aja gimana cara bilangnya, dan lagi memang belum ada waktu juga buat aku cerita tentang kamu sama Al, dia sibuk terus belakangan ini,” ucap Mesya tidak ingin membuat Radit salah paham, menganggap dirinya sengaja menyembunyikan hubungan di antara mereka yang terjalin bertahun-tahun lalu. Aldrich sudah lebih dulu tahu bahwa Radit atasannya, Mesya tidak ingin Radit menganggap kehadirannya tidak berharga bagi Mesya.

“Kamu cinta dia?” pertanyaan itu terlontar begitu saja tanpa Radit rencanakan.

“Maaf kalau kejujuranku mengecewakan kamu, Dit. Tapi harus aku akui bahwa aku memang mencintai Aldrich. Sejak kepergian kamu dia yang selalu ada di sampingku, menghiburku dan mendengar keluh kesahku. Meyakinkanku untuk bangkit dari kesedihan, menawarkan sebuah bahagia yang memang aku butuhkan. Awalnya aku menolak tapi kegigihannya dalam mengejarku membuatku akhirnya luluh dan memutuskan untuk menjalani hubungan ini. awalnya memang terasa hambar, tapi lama-kelamaan rasa sayangku berkembang. Dia pria baik yang tulus mencintaiku. Rasanya keterlaluan jika aku tidak membalas perasaannya,”

Mesya melirik sekilas pada Radit, mengulas senyumnya tipis. “Hari yang semula kelabu akibat di tinggal kamu, perlahan berubah menjadi merah jambu. Sedikit demi sedikit aku bisa melupakan kamu … lebih tepatnya mengikhlaskan kepergian kamu,” ralat Mesya.

“Maaf tidak menunggumu,” lanjut Mesya sedikit berbisik.

Radit tidak sama sekali menanggapi, terlalu bingung juga sesak mendengar cerita Mesya yang menyadarkannya bahwa harapan itu tidak lagi ada. Meskipun hubungan mereka sudah membaik, tidak menjamin untuk kembali merajut kisah yang dulu sempat ada. Radit menyesal, tapi semua sudah terlambat. Mesya sudah bahagia bersama laki-laki

Usai sarapan keduanya duduk di ruang tengah, menonton televisi yang menayangkan berita dengan suasana canggung yang sebenarnya Radit ciptakan. Kepala Radit terlalu penuh dengan bayang menyesakkan tentang Mesya dan tunangannya yang bahagia di tengah rasa sesalnya yang sudah memutuskan untuk meninggalkan.

Sesekali Radit melirik ke arah Mesya yang sama-sama memilih diam. Radit tidak tahu apa yang sedang dipikirkan perempuan di sampingnya itu, tapi ia bisa menebak bahwa pasti bukan dirinya yang ada dalam lamunan Mesya.

“Jika seandainya dulu aku gak memilih mengakhiri hubungan kita, mungkin sekarang kita udah nikah ya, Sya?” ucap Radit tiba-tiba, memecah lamunan Mesya.

“Dit—”

“Aku menyesal, Sya. Aku menyesal kenapa dulu memilih untuk melepaskan kamu. Sekarang semuanya sudah terlambat ‘kan?” Radit menoleh ke arah perempuan yang masih setia duduk di sampingnya, menatapnya dengan raut yang tidak ingin coba dirinya artikan.

“Sayangnya aku juga tidak bisa mengembalikan waktu. Menyesal tidak lagi ada artinya, memaksa malah akan semakin memperlihatkan keegoisanku,” memalingkan wajahnya ke arah lain, Radit menarik sudut bibirnya dengan paksa. Miris, ia mengasihani dirinya sendiri.

“Dit—”

“Seharusnya aku sadar kalau kamu bukan lagi milik aku, tapi hati ini menolak. Maafin aku, Sya. Maaf karena kehadiranku mengacaukan masa depan kamu dengan dia. Tapi aku mohon, jangan kasihani aku, jangan berusaha untuk mempertimbangkan,” Radit menggeleng kecil. “Seperti yang kamu katakan, dia baik dan membuat kamu bahagia. Itu sudah membuat aku lega, setidaknya kamu jatuh pada laki-laki yang tepat.”

****

Ketika sore menjelang Mesya pamit pulang, Radit yang berniat mengantar ditolak lembut oleh wanita cantik itu. Selain karena membawa kendaraan sendiri, Mesya juga berniat mampir ke tempat lain. Sejak obrolan bersama Radit tadi Mesya memutuskan untuk menemui Aldrich dan menceritakan tentang Radit. Seperti yang mantannya itu katakan, Mesya tidak akan mengubah keputusannya. Ia akan tetap memilih Aldrich karena bagaimanapun pria itu adalah tunangannya. Radit juga tidak keberatan meskipun masih terlihat ketidak relaan.

Bukan salah Radit yang terlambat, bukan pula salah Mesya yang terlalu cepat memutuskan bertunangan. Semua hanya tentang waktu, takdir dan juga jalan hidup yang Tuhan tentukan.

Dalam perjalanan menuju apartemen Aldrich, Mesya memutuskan untuk mampir terlebih dulu ke supermarket. Ia berniat memasak untuk makan malam nanti bersama tunagannya yang di hari libur seperti ini masih disibukkan dengan pekerjaan.

Tadinya Mesya berniat ke kantor pria itu, tapi urung dan memilih untuk menunggu di apartemen, memberi kejutan pada sang tunangan yang ia rindukan. Mesya berharap dengan keberadaannya menyambut kepulangan pria itu bisa mengurangi rasa lelah dan beban Aldrich dari pekerjaannya.

Sejak mengurus perusahaan peninggalan ayahnya, Aldrich memang memutuskan untuk tinggal sendiri di apartement karena jaraknya yang lebih dekat dengan kantor. Sofia hanya pasrah ketika anak pertamanya memilih tinggal terpisah dengan syarat bahwa akhir pekan harus pulang. Namun itu tidak selalu bisa Aldrich penuhi karena kesibukannya.

Ini bukan untuk pertama kalinya juga Mesya datang ke apartement Aldrich, karena dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah itu untuk mengobrol, mengerjakan tugas atau berkumpul dengan teman-teman yang lain. Tapi sejak laki-laki itu sibuk dengan pekerjaannya begitu juga dengan dirinya, Mesya tidak lagi mengunjungi apartement tunangannya. Ini adalah kali pertamanya ia datang lagi selama beberapa bulan ke belakangan, terlebih tanpa Aldrich.

Masih ingat dengan password yang dulu pernah Aldrich beri tahu kepadanya, Mesya menekan satu per satu angka hingga suara ‘klik’ membuat senyumnya terukir. Mesya masuk keruangan tersebut yang sepi, melangkah menuju dapur untuk meletakan plastik belanjaan yang sempat ia beli disupermarket yang dilewatinya saat dalam perjalanan.

Masih pukul empat lewat lima belas menit sore saat Mesya melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Setelah mencuci tangan di wastafel, kaki Mesya melangkah menuju ruang tengah, menyalakan televisi agar suasana tidak terlalu sepi. Namun saat remot yang tergeletak di sofa baru berhasil ia raih, suara aneh terdengar oleh indranya.

Mesya mendekat ke arah suara untuk memastikan bahwa apa yang di dengar memang nyata. Berusaha tidak menimbulkan suara Mesya berjalan pelan, mendekat hingga suara itu makin jelas terdengar. Mesya mengerutkan keningnya saat suara yang kembali terdengar merasa ia kenali.

Perlahan Mesya membuka pintu yang tidak tertutup sempurna itu, setelahnya Mesya terkesiap saat dilihatnya dua orang bergemul di atas ranjang dengan keadaa yang sama-sama telanjang. Mata Mesya memanas, tangannya ia gunakan untuk menutup mulut yang terbuka lebar akibat rasa terkejut yang membuatnya sesak.

Erangan juga desahan dari kedua orang di atas ranjang itu terdengar menjijikan di telinga Mesya. Namun meski begitu Mesya tidak berniat untuk pergi, tidak juga ia berniat untuk menghentikan keduanya yang belum juga menyadari kehadirannya. Berkali-kali Mesya memejamkan mata, merasa risi dengan apa yang dilihatnya.

Baru pertama kali ini Mesya menonton adegan panas di atas ranjang secara live, dan itu benar-benar membuat Mesya mual. Tidak tahan lagi untuk menyaksikan lebih lanjut apa yang kedua orang itu lakukan, Mesya akhirnya berdehem cukup keras untuk menyadarkan dua manusia itu bahwa mereka tidak lagi hanya berdua. Dan ya, itu sukses membuat keduanya menoleh, si perempuan langsung menarik selimut yang sudah tergeletak mengenaskan di lantai dengan wajah memerah, menahan malu, sedangkan si laki-laki terkejut saat mendapati siapa yang mengganggu aktivitasnya.

“Ini yang kamu bilang sibuk kerja?” tanya Mesya dengan wajah datar dan sorot mata yang menyiratkan akan kecewa. “Ah ya kamu memang lagi sibuk kerja … kerja bikin anak maksudnya,” lanjut Mesya seraya mengangguk-anggukkan kepalanya dengan tangan terlipat di dada. “Sedari dulu kamu memang selalu jujur Al,” tambah Mesya tersenyum sinis pada laki-laki yang kini sudah mengenakan celana pendek tipisnya.

“Maaf, aku ganggu pas kalian lagi tegang-tegangnya,” Mesya meringis pura-pura bersalah, menatap bergantian dua orang di depannya yang masih bungkam.

“Al, aku gak marah. Aku tahu sebagai tungangan aku gak bisa selalu ada buat kamu, gak selalu bisa menemani kamu, dan bahkan aku gak bisa memenuhi keinginan kamu. Aku cukup sadar diri, kamu seperti ini pun karena kesalahan aku. Kamu laki-laki normal yang butuh untuk menyalurkan napsu kamu. Jujur aku kecewa, tapi juga bersyukur karena aku tahu secara langsung dan tahu lebih awal. Tuhan memang baik, dia menunjukan kelakuan kamu biar aku sadar bahwa kamu memang bukan laki-laki baik seperti yang selama ini selalu kamu tampilkan. Ah, ralat kamu laki-laki baik sebenarnya, tapi bukan yang terbaik untuk aku.”

Panjang lebar Mesya berucap tanpa sedikit pun ada yang memotong. Air matanya sudah menetes tanpa diminta, menyampaikan rasa kecewanya terhadap sang tunangan yang berniat ia pertahankan. Namun semuanya berubah, tak kala keyakinan dihancurkan dengan sangat kejam.

“Aku bukan perempuan yang suka berbagi, Al, maka dari itu sepertinya hubungan kita memang harus di akhiri,” Mesya melepaskan benda kecil yang melingkar di jari manisnya. “Setelah ini, kamu bebas bersama perempuan mana pun. Terima kasih untuk waktu dua tahun ini. Dan terima kasih untuk kekecewaan yang kamu beri hari ini. Aku permisi.”

Setelah mengatakan itu dan melempar cincin tunangannya ke arah Aldrich, Mesya pergi dari apartemen Aldrich dengan perasaan hancur. Masih dapat ia dengar dengan jelas erangan marah dan frustasi Aldrich di dalam sana sebelum Mesya berhasil menutup pintu apartement tersebut.

Menyeka sisa air matanya Mesya kemudian membuang napasnya berat, memasuki lift dan mencoba untuk mengembangkan senyumnya. Mesya kecewa dengan apa yang di lihatnya barusan. Tapi tidak dapat dirinya pungkira bahwa ada lega yang tiba-tiba menghampiri.

Terpopuler

Comments

Yenni Efita

Yenni Efita

ternyta g sebaik yg dikira tp syukur selm dg Mesya Aldrick sell sopan dlm hub n bgs jg ketauan sekrg. mgkn kah Aldrick dah tau sendri siapa Radit ,bkn hny bos tp mantan Mesya

2021-10-06

0

Marta Simanjuntak

Marta Simanjuntak

satu sama ...sama sama tukang selingkuh....cocok

2021-08-21

0

Viea

Viea

klo udh gni baru lah aqw se7 klo kmw balikan lg sama radit sya 😁

2021-07-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!