Chapter 6

Mesya menggerutu dengan panik saat berada di tengah-tengah kemacetan pagi ini. Jam sudah menunjukan pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit sedangkan semalam, Marisa sudah menghubunginya untuk datang lebih awal karena akan ada pengenalan CEO baru. Selama dua bulan Mesya bekerja di perusahaan Aditama group baru kali ini ia terlambat datang di saat penting seperti ini.

Bermacam bayangan tentang CEO baru yang galak dan tidak berhati nurani membuat Mesya khawatir akan pekerjaannya yang bisa saja di berhentikan oleh bos baru itu. Padahal Mesya sendiri belum tahu secara langsung bos lamanya karena sang bos yang memang jarang berada di kantor begitu juga dengan Marisa yang sering ikut kemanapun bosnya pergi, mendampingi sang bos meeting dari tempat satu ke tempat lain. Membuat Mesya membayangkan bahwa mungkin suatu saat nanti dirinya pun akan seperti itu. Mengikuti kemanapun bosnya pergi. Bukan senang dengan itu melainkan Mesya semakin was-was, apalagi sebentar lagi Marisa akan cuti dari pekerjaannya, mengingat kehamilannya yang semakin membesar.

Kadang Mesya merasa kasihan pada wanita cantik yang tengah hamil besar itu, takut sewaktu-waktu berada di ruang meeting Marisa menjerit ingin melahirkan di tengah tegangnya membahas soal pekerjaan. Dan kini Mesya paham kenapa seorang sekertaris juga membutuhkan assisten, karena memang pekerjaan sekertaris tidak hanya menemani sang bos meeting, tapi juga menyiapkan segala keperluan untuk di bahas nanti, mengatur jadwal yang sering kali bertabrakan atau tiba-tiba di batalkan. Semua itu tidak mudah ternyata.

Sekarang Mesya menerima pekerjaannya dengan senang hati dan mempelajari lebih banyak tentang bagaimana menjadi sekertaris, karena mungkin jika sewaktu-waktu Marisa melahirkan dan cuti pasti dirinya yang akan menggantikan.

Pukul delapan lewat lima belas menit Mesya baru saja sampai di gedung bertingkat lima belas yang menjadi tempatnya mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Dengan cepat Mesya berlari menuju lift yang sebentar lagi akan tertutup. Dan akhirnya ia dapat menghela napas lega saat ini. Hanya ada beberapa orang dalam kotak besi persegi panjang ini. Dengan bercermin pada dinding lift gadis cantik yang kini mengenakan peplum dress berwarna biru tua itu memperbaiki penampilannya yang sedikit acak-acakan. Rambutnya yang sengaja di urai ia sisir menggunakan jari-jari tangan masing-masing, ada juga yang masuk ke dalam lift yang baru saja ia tinggalkan.

Helaan napas kecewa Mesya keluarkan karena ternyata pengenalan sudah selesai dilakukan padahal ia belum sempat mengenal sang boss baru. Marisa datang menghampiri dan menyenggol lengan Mesya menyadarkan gadis itu.

“Kamu baru datang?” tanya Marisa yang di jawab anggukan lesu oleh Mesya. “Aku kan udah bilang datangnya pagian,”

“Ya, maaf Mbak, aku bangun kesiangan mana jalanan macet, jadi ya telat,” sesal Mesya.

“Ya udah, yuk naik, takutnya boss butuh sesuatu dan kita gak ada di sana, yang ada dia ngomel. Soalnya aku lihat dia kayaknya galak deh, waktu pengenalan juga tadi dingin banget terus tegas juga. Oh ya, nama boss baru kita Raditya Aditama Wiguna, awas jangan sampai lupa. Dia anaknya boss yang sebelumnya.” Mesya hanya mengangguk meski tak sepenuhnya mendengarkan, karena terlalu fokus pada pikirannya tentang siap atau tidaknya ia bekerja dengan bos galak.

Mesya meletakan tas tangannya di bawah meja, menyalakan komputer dan mulai menyusun apa-apa saja yang hari ini mesti ia atur kembali untuk pertemuan sang boss.

“Sya, bisa tolong buatkan kopi untuk si boss gak, nanti sekalian kamu kasih ke dalam ya,” ucap Marisa meminta bantuan.

“Loh-loh Mbak, kenapa harus aku yang bawa masuk, biasanya juga kan sama Mbak?” panik juga takut kini Mesya rasakan, karena jujur saja ia belum siap jika harus menghadapi sang bos secara langsung.

“Mulai hari ini itu jadi tugas kamu, dan pertemuan-pertemuan nanti pun akan kamu yang ikut. Tugas Mbak udah selesai dan sebentar lagi akan cuti. Jadi, selagi masih disini aku yang akan bantu kamu.”

“Ma- maksud Mbak?”

“Mulai hari ini kamu jadi sekertaris boss baru kita.” Jelas Marisa. Mata almon milik Mesya membulat sempurna.

“Stop, Sya! Lebih baik sekarang kamu buatkan kopi, ingat jangan pakai gula terlalu banyak.” Cepat Marisa berucap dengan tegas sebelum rekan kerjanya itu kembali melayangkan protesan.

Sekembalinya dari pantry Mesya menarik kemudian membuang napasnya beberapa kali untuk mengurangi debaran jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak cepat. Setelah mengetuk pintu dan sahutan dari dalam memintanya masuk, Mesya meraih tuas dan membuka pintu coklat tersebut dengan perlahan.

“Permisi Pak, ini saya mengantarkan kopi Bapak,” ucap Mesya seraya meletakan cangkir berisi kopi di atas meja kerja sang boss yang lebar dan kokoh.

“Oke terima kasih, kamu boleh kemba-- Syasa?”

“Radit?”

Kedua orang yang saling memanggil itu terpaku di tempatnya masing-masing, antara rasa tak percaya, bahagia, sedih juga kerinduan yang keduanya rasakan. Beberapa menit saling menatap akhirnya Mesya lebih dulu memutuskan kontak tersebut, menundukkan kepalanya seperti semula.

“Maaf Pak, saya pamit kembali keruangan,” ucap Mesya dengan formal. Melangkahkan kaki menuju pintu hendak keluar sebelum suara bas laki-laki di depan sana menghentikan langkahnya.

“Sya, bisa kita bicara sebentar?” pinta Radit dengan nada memohon. Sekilas Mesya menatap pada manik mata milik laki-laki itu sebelum kemudian kembali menundukkan pandangan.

“Maaf Pak, pekerjaan saya banyak, begitupun dengan pekerjaan Bapak. Permisi Pak, saya harus kembali bekerja.”

Cepat Mesya keluar dan menutup pintu ruangan sang boss. Berjalan menuju meja kerjanya melewati Marisa yang menatap bingung.

“Kamu kenapa, Sya?” tanya Marisa yang ingin tahu dengan keanehan rekan kerjanya saat sekembalinya dari ruangan boss.

Mesya menggeleng, “gak apa-apa kok Mbak.”

“Yakin?” Mesya mengangguk dan tersenyum manis untuk meyakinkan wanita hamil di depannya.

Mengangguk-anggukan kepala pelan kemudian Marisa kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Beruntung hari ini tidak ada pertemuan yang mengharuskan Mesya ikut meeting karena jujur saja untuk saat ini ia masih terlalu terkejut mengetahui bahwa laki-laki dari masa lalunya lah yang menjadi bossnya. Sosok yang selama empat tahun tidak juga ingkah dari ingatan juga hatinya itu kini malah kembali di saat hati baru saja ia tata dengan yang baru.

Jam makan siang ini, Mesya mendapat perintah dari Marisa untuk membelikan Radit makanan, awalnya yang ingin menghindar malah membuat ia terjebak seperti sekarang ini. Mesya tidak bisa menolak karena ini juga termasuk ke dalam pekerjaannya, tapi saat tahu bahwa Radit yang menjadi bosnya entah kenapa Mesya jadi merasa berat dengan pekerjaannya ini.

Sepaket makan siang tidak lupa juga dengan kopinya kini sudah ada di tangan Mesya. Menggigit potongan terakhir kebab yang tadi ia beli saat menunggu pesanan Radit di buatkan Mesya membuang bungkusannya pada tong sampah sebelum akhirnya memasuki lift yang akan kembali mengantarkannya ke ruangan sang bos.

Mesya meletakan kantong putih yang di bawanya di atas meja, kemudian mengeluarkan satu per satu dan menatanya di meja tamu. Bersamaan dengan keluarnya Radit dari toilet semua makan siang sudah siap Mesya letakan.

“Makan siangnya sudah siap, Pak, silahkan.” Mesya hendak bangkit dan undur diri namun Radit kali ini lebih cepat untuk menahan kepergian perempuan yang dirindukannya itu.

“Temani gue makan ya, Sya?” pinta Radit.

“Ta--”

“Please Sya, lo tahu ‘kan gue gak bisa makan sendiri?”

Menghela napas pasrah akhirnya Mesya mengangguk dan duduk di sofa bersebelahan dengan Radit yang kini tengah mengembangkan senyumnya. Senyum yang tidak berubah sejak empat tahun lalu, senyum manis yang bahkan hingga saat ini mampu membuat seorang Mesya terpesona.

Tubuh Radit yang kini lebih berisi dan pastinya bertambah tampan sejak empat tahun yang lalu membuat Mesya sedikit pangling. Rambut yang dulu selalu di biarkan acak-acakan kini tersisir rapi dengan tambahan pomade. Pakaian yang biasanya kaos polos dan celana jeans sekarang berubah menjadi kemeja, jas dan celana bahan, sepatu sport pun kini sudah berganti dengan sepatu kulit dengan warna mengkilat yang sangat jelas berharga mahal.

Kesuksesan seorang Radit sudah sangat nyata, di usianya yang baru dua puluh tiga tahun ini ia sudah menjadi CEO perusahaan besar dan tentu saja Mesya bangga melihatnya. Namun ada sedih dan sesak yang Mesya rasakan dari semua perubahan dan pencapaian Radit ini. Karena hubungan mereka yang di korbankan.

“Lo sudah berapa lama kerja disini?” tanya Radit membuka percakapan.

“Dua bulan.” Laki-laki tampan itu mengangguk paham.

“Tapi kok, Papa gak pernah bilang kalau lo kerja disini?”

“Gue aja gak tahu kalau ini perusahaan bokap lo, belum pernah juga gue ketemu beliau.” Jelas Mesya.

Sambil menikmati makanannya, Radit diam-diam memperhatikan Mesya dari mulai wajah yang kini sudah ber-make up hingga tampilan yang sekarang terlihat lebih dewasa dan bertambah cantik. Radit tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan kembali bertemu dengan Mesya, cinta pertamanya.

Sejak pulang dari taman bermain hari itu Radit benar-benar tidak lagi bertemu dengan gadis cantik ini, semua kontak sengaja Radit blok karena tidak ingin kepergiannya terasa berat. Ia hanya ingin fokus pada pendidikannya agar bisa dengan cepat kembali. Tiga tahun setengah Radit berhasil menyelesaikan S1-nya. Namun baru kemarin ia kembali ke tanah air dan beruntung dapat langsung bertemu dengan Mesya bahkan wanita itu yang menjadi sekertarisnya sekarang. Bahagia yang sudah lama tak Radit rasakan kini kembali menghangatkan hatinya.

“Kabar lo gimana, Sya?”

“Seperti yang lo lihat, gue baik-baik aja.” Jawab Mesya singkat. Radit menganggukkan kepala pelan.

“Kenapa waktu itu lo gak ngantar kepergian gue?” pertanyaan yang Radit layangkan menghentikan Mesya yang baru saja akan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. “Padahal waktu itu gue nunggu lo, Sya. Nunggu pelukan perpisahan atau bahkan jika hanya sekedar kata,” ucap Radit tersenyum tipis. Tatapannya tak lepas dari wajah cantik Mesya. Ada kecewa, sesal dan juga rindu yang Mesya tangkap dari tatapan pria itu.

“Sya--”

“Maaf Pak jam makan siang sudah selesai, saya pemisi kembali ke ruangan. Terima kasih untuk makan siangnya.”

Radit menghela napas kecewa begitu panggilannya tak di hiraukan Mesya, sedangkan Mesya sendiri cepat-cepat duduk di meja kerjanya, wajahnya memucat dan pikirannya melanglang buana entah ke mana. Ada sedih juga gembira dengan kembalinya Radit, dan baru kali ini Mesya menyadari bahwa perasaannya terhadap laki-laki itu belum sepenuhnya sirna. Semuanya masih menguasai hati dan pikiran. Dan apa yang selama ini ia tampilkan hanya sebuah topeng, topeng yang berhasil menipu semua orang termasuk dirinya sendiri.

“Kenapa lo kembali, Dit, kenapa lo menghancurkan usaha gue untuk move on?” lirih Mesya membatin.

Terpopuler

Comments

Praised93

Praised93

terima kasih👍

2023-11-01

0

chaeunwoo

chaeunwoo

nahh kann mantan jadi bossnya... duhhhhh

2022-01-13

0

Netty S

Netty S

nyesek,,ksihan al

2022-01-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!