Ch.3

Tak terasa setahun sudah pernikahan paksa ini berjalan. Diluar dugaan, pernikahan kami berjalan dengan baik-baik saja selama itu.

Ku kira dia orang yang kasar, yang hanya memenuhi nafsunya saja untuk menikahi ku. Ternyata tidak.

Dia menepati ucapannya untuk tidak menyentuh ku sebelum aku bersedia. Dia pria yang baik. Ya, aku tidak bisa berbohong karena itu memang kenyataan nya.

Dia juga orang yang lembut dan perhatian. Terkadang aku merasa takut dengan sisinya yang itu. Aku takut akan tenggelam.

Aku takut dengan diriku sendiri. Aku takut mencintai nya. Karena aku tahu, Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia.

Di hari pertama saat itu, dia memintaku untuk menceritakan tentang diriku kepadanya. Dan ya, meskipun awalnya aku tidak mau, tapi akhirnya itu menjadi dongeng pengantar tidur untuknya.

Setiap malam, dalam dekapannya aku menceritakan semuanya, juga menceritakan keseharian ku di kampus. Aku meluapkan semuanya padanya. Rasanya seperti curhat dengan Ibu.

tok..tok..tok..

"Na, udah siap?"

Aku tersadar dari lamunanku. Segera aku memakai lipstick yang tertunda ku pakai.

"Iya mas, sebentar.."

Panggilan itu, butuh hampir satu bulan untuk menentukan panggilan apa yang harus ku gunakan. Dan akhirnya aku memilih kata itu.

Aku keluar dari walk-in closet dalam keadaan rapi. Dengan rambut panjang yang ku biarkan terurai.

Namun..

Lihatlah pria yang berdiri menatapku dengan kerutan di dahinya itu. Aku yakin itu pasti karena rambutku.

Karena dia sering sekali mengeluh akan hal itu.

Tiba-tiba saja dia menarik tubuhku dan menuntun ku ke hadapan cermin.

"Lihat.." serunya.

Dia mengikat separuh rambut ku dengan tangannya. Di depan cermin kini tampak diriku dengan rambut pendek buatannya.

"Kamu terlihat lebih cantik dengan rambut pendek," tuturnya.

"Potong ya?" lanjutnya dengan suara merajuk.

Aku menatapnya lewat pantulan cermin. Ugh, wajah merajuknya itu sangat menggelikan. Tidak cocok untuk orang bertubuh kekar membuat wajah seperti itu. Seketika aku bergidik ngeri.

"Ihh jijik banget aku. Gak pantes kamu mas pasang wajah seperti itu!" seru ku dengan ekspresi jijik.

Senyum hangat itu masih belum menghilang. Dari awal hingga saat ini. Awalnya ku kira itu hanya perangkap. Ku kira itu hanya sesaat. Ternyata perkiraan ku selama ini tidak ada yang benar.

Terkadang pikiran buruk ku tentangnya membuatku merasa bersalah. Karena yang selama ini ku kira-kira sama sekali tidak ada pada dirinya.

Dia tersenyum tipis dan merangkul pinggang ku. "Itu termasuk kalimat yang kurang enak di dengar.." bisik nya.

Pria gila. Aku lupa dengan perjanjian itu. Bahwa dia akan mencium ku kalau aku mengeluarkan kalimat yang kurang enak untuk didengar.

Sontak aku menutup mulutku dengan telapak tangan seraya menggelengkan kepala tanda aku tidak melakukan kesalahan.

"Potong ya.."

Dia mengulang lagi ucapannya dengan suara yang lebih rendah.

"Enggak! apa bagusnya rambut pendek, nanti kayak ibu-ibu.." tolak ku dengan asal bicara.

"Bagus kok, cantik.."

"Kalo ini jadi permintaan terakhir aku gimana?"

deg!

Aku terdiam.

Terakhir? Itu dalam artian dia akan pergi perjalanan bisnis untuk waktu yang lama, atau pergi untuk selamanya? Aku tidak mengerti ucapannya. Tapi mendengar kata 'permintaan terakhir' memang membuatku sedikit merinding.

Sejak awal aku memang tidak menginginkan pernikahan ini. Meskipun dia orang yang baik, tapi aku masih sedikit membencinya karena telah seenaknya sendiri menikahi ku tanpa meminta pendapat ku.

Jika dia pergi, bukankah seharusnya itu sangat melegakan bagiku? Tapi kenapa kenyataan nya tidak seperti itu. Aku tidak tahu perasaan apa ini.

Takut.

Tapi aku tidak mencintainya. Seandainya dia benar-benar pergi, mungkin itu tidak akan terasa menyedihkan.

Aku melepas rangkulan tangannya di pinggangku, "Sudahlah, ayo berangkat. Kamu mau mengajakku kemana?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku tidak ingin memikirkan sesuatu yang membuat ku bingung.

Aku pergi keluar kamar mendahuluinya, membiarkannya yang masih berdiri dibelakang sana.

...****************...

This i promise you milik NSYNC mengisi keheningan sore hari dalam mobil ini.

Aku tidak tahu dia akan mengajakku kemana. Sepanjang perjalanan aku hanya melihat keluar jendela mobil yang ku buka kaca nya. Ya, karena aku mabuk mobil.

'Lagunya lumayan..' batinku saat itu.

Aku meliriknya sekilas, dia yang fokus dengan kemudinya itu. Seperti tangannya yang tak berhenti menggerakkan stang mobil, bibirnya itu juga tak ada hentinya tersenyum.

Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan hingga membuatnya se-senang itu.

Tunggu, apa dia akan membawaku ke rumah pria sialan itu? Suroyo. Tidak, aku tidak mau. Aku ingat hari ini adalah hari ulang tahunku. Apa si Suroyo itu pura-pura menjadi ayah yang baik dan menyuruh Surya untuk membawaku ke sana?

"Kau mau membawaku ke mana?" tanyaku tiba-tiba dengan ketus. Pikiranku telah mempengaruhi mulutku untuk berucap kasar.

Surya menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada kemudinya. Dia hanya tersenyum.

"Kamu akan tau sendiri nanti.." ujarnya.

"Apa kamu akan membawaku ke tempat Suroyo?" tanyaku.

Di luar dugaan, dia malah mengerutkan keningnya menunjukkan ekspresi tak suka. Apa kali ini perkiraan ku salah lagi? Apa aku terlalu banyak berpikir?

Beberapa saat kemudian mobil berhenti di halaman parkiran yang sangat luas. Ku lihat di seberang sana, sebuah restoran mewah.

"Kenapa kita ke sini?" tanyaku.

Dia tidak menjawab dan keluar mobil begitu saja. Ku lihat dia memutari depan mobilnya dan kini berhenti di samping pintuku, lalu membukanya untukku.

Aku menatapnya dengan tatapan meminta jawaban. Namun sepertinya dia mengabaikan hal itu. Aku menerima uluran tangannya setelah keluar dari mobil.

'Sangat tidak strategis, kenapa halaman parkiran dan restorannya terpisah. Terpisahkan oleh jalan raya pula.. membahayakan nyawa orang saja!' gerutu ku dalam hati saat kami menyeberang.

Seorang waiters menyambut kedatangan kami dan mengantarkan kami ke sebuah ruangan yang katanya telah di pesan secara khusus.

Aku hampir lupa kalau dia orang kaya raya. Bukan apa-apa baginya menyewa ruangan khusus seperti ini yang hanya untuk makan saja.

Ku rasa dekorasinya juga disiapkan secara khusus. Di tambah dengan orang yang bermain keyboard di ujung sana.

Canon in D. Hah~ lumayan romantis. Tapi apa maksudnya ini?

Pemandangan luar jendela menghadap taman kolam. Aku juga dapat melihat parkiran yang ada di seberang sana. Mengingat betapa tidak amannya harus menyebrang di sana membuat rasa kesal ku muncul.

"Tunggu.." gumaman Surya membuatku terlepas dari lamunanku.

Ku lihat dia sedang menggeledah sakunya. Apa kunci mobilnya ketinggalan, batinku.

"Tunggu sebentar, aku akan segera kembali.." ucapnya yang langsung bergegas keluar sebelum aku menjawabnya.

Ku tatap punggungnya yang semakin menjauh. Aku terus mengawasinya hingga dia menyebrangi jalan raya itu.

"Ahh~" lirihku saat melihatnya hampir terserempet motor karena terburu-buru.

"Pria tua bodoh itu! Apa sih yang membuatnya terburu-buru seperti itu!? bagaimana kalo tadi dia benar-benar terser~"

"Tidak.."

"Jangan dilanjutkan, ucapan adalah doa Luna!" gumam ku.

Alunan Canon yang tadi di mainkan tiba-tiba berganti menjadi instrumen musik ulang tahun. Sontak aku mengangkat kepala karena kaget.

Aku menghela napas panjang seraya memejamkan mataku. Aku berharap apa yang ku tebak sejak awal tidak akan terjadi. Karena jika itu benar-benar terjadi, aku juga akan benar-benar tenggelam padanya.

Namun...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!