Melepaskan Rindu

Semenjak kepergian sang istri, Arvan tampak selalu murung. Arvan setiap harinya hanya sibuk bekerja dan bekerja tanpa kenal lelah, ia mencoba menyibukkan dirinya agar tidak mengingat kepergian sang istri karena setiap mengingatnya hanya penyesalan dan perasaan menyesakkan yang menghampirinya.

Emosi Arvan pun tidak stabil, setiap ada pegawai yang berbuat kesalahan sekecil apapun pasti akan langsung ia pecat. Wajahnya tampak tambah datar dan dingin setiap saatnya. Bahkan, Evan asisten kepercayaannya itu juga bergidik ngeri tidak berani mengusik ataupun membantah setiap ucapan Tuannya. Evan baru kali ini melihat Tuannya bagaikan robot tanpa punya perasaan.

"Evan keruangan saya sekarang!" tegas suara seorang pria yang terdengar dingin, siapa lagi kalau bukan Arvan.

Belum sempat menjawab, Arvan sudah terlebih dahulu mematikan panggilannya.

Tok Tok Tok

"Masuk."

"Permisi Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya Evan pelan karena melihat wajah Tuannya yang tampak lebih menyeramkan dari biasanya.

"Batalkan semua jadwal termasuk rapat saya hari ini! Saya harus pergi sekarang," ujar Arvan tegas dengan raut wajah datarnya sembari menatap dingin Evan.

"Baik, Tuan. Kalau boleh tau Tuan hendak kemana?" tanya Evan karena khawatir jika Tuannya itu pergi ke tempat yang bisa membahayakan Tuannya.

"Istriku," jawab Arvan singkat lalu menyelonong pergi dari tempat itu meninggalkan Evan sendiri.

"Ha? Maksudnya Tuan ingin ke kuburan Nyonya?" gumam Evan sembari menatap ke arah pintu tempat Tuannya pergi.

Evan pun kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa ada pikiran lain sedikitpun.

Sementara di dalam mobil, Arvan mengemudikan mobilnya dengan keadaan kalut. Arvan sudah berusaha menghabiskan waktunya untuk bekerja agar tidak selalu mengingat istrinya dan akan diliputi rasa penyesalan lagi, tapi mau bagaimanapun ia mencoba menghilangkan pikiran mengenai istrinya itu tetap saja kenangan itu tidak bisa enyah dari otaknya.

Arvan pun mulai menancapkan gasnya lebih kencang lagi dengan perasaannya yang bertambah kalut, kenangan kejadian mengerikan itu yang membuatnya harus terpisah selamanya dengan istrinya itu masih berseliweran berputar bak film di otaknya.

"Tuhan apakah tidak ada kesempatan buatku untuk meminta maaf dan memperbaiki segala kesalahanku selama ini? Apakah aku sudah terlalu banyak melakukan dosa sehingga ini semua karma untukku?" lirih Arvan dengan mata berkaca-kacanya.

Arvan adalah tipe pria yang sulit untuk menangis tapi entah kenapa jika menyangkut istrinya itu apalagi mengingat kepergian istrinya semua penyebabnya adalah dirinya membuat air mata yang sudah lama tidak keluar dari pelupuk matanya akhirnya luruh juga bagaikan air terjun deras.

"AHHKK SH*TT," teriak Arvan sembari mencengkram kemudinya dengan keras. Ia merasa frustasi rasanya.

Arvan yang tidak dapat terkontrol itupun tidak memperhatikan jalanan lagi hingga terdengar suara kencang bunyi dua kendaraan bertabrakan dengan kencang.

BRAKKK

Mobil Arvan menabrak truk yang tengah membawa pasir dengan kencang hingga membuat mobil Arvan terguling-guling di jalanan yang tampak lenggang itu.

Pukk

"Tuan kenapa? Kok melamun terus?" tanya Evan heran.

Arvan yang sedari tadi larut mengingat kejadian yang pernah di alaminya sebelum diberikan kesempatan kedua itu pun kini tersadar saat merasakan pundaknya ditepuk serta mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Evan.

"Ekhem, saya tidak kenapa-kenapa," jawab Arvan dengan menetralkan kembali dirinya yang sedari tadi larut dalam pikirannya.

Arvan melirik Evan sejenak lalu menutup laptopnya sembari berkata "Kosongkan semua jadwalku hari ini!" tegasnya lalu berdiri memperbaiki jas kerjanya yang tampak sedikit kusut.

"Loh? Ada apa Tuan?" tanya Evan heran karena merasa tumben saja Tuannya tidak gila kerja.

"Cerewet!" cibir Arvan dengan lirikan sinisnya. Tanpa berkata lagi Arvan langsung menyelonong pergi begitu saja meninggalkan Evan, sepertinya baik di kehidupan sebelumnya dan sekarang Arvan tetap saja selalu menyelonong pergi tanpa memberikan jawaban memuaskan atas pertanyaan dari Evan.

Evan hanya bisa mendengus kesal dan menghela nafas melihat kelakuan Tuannya yang menurutnya seenak jidat.

"Mentang-mentang bos, huh!" gerutu Evan, tapi walaupun diperlakukan seenaknya sepeti itu Evan tetap melaksanakan sesuai perkataan Tuannya yang ingin semua jadwalnya di kosongkan khusus hari ini.

Sementara Arvan tengah menatap ponselnya dengan senyum-senyum sendiri melihat wallpaper ponselnya yang kini sudah berganti menjadi wanita cantik dengan rambut panjangnya. Wanita itu tampak tersenyum manis menghadap ke bunga-bunga di depannya. Rambut panjangnya yang bergelombang tampak berterbangan karena angin.

Ya, foto itu adalah foto Ayla yang Arvan punya satu-satunya itu pun yang Arvan dapatkan secara diam-diam tanpa sepengetahuan pemilik tubuh yang difoto.

"Tolong lebih cepat sedikit pak!" perintah Arvan ke supir yang membawa mobilnya karena sudah merasa tidak sabar untuk bertemu kembali dengan istrinya itu. Ia berjanji untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan Tuhan untuknya.

Beberapa menit berlalu hingga mobil yang ditumpangi Arvan itu pun sampai di Mansion miliknya yang tampak megah dan sangat luas itu. Bangunannya tampak klasik dan elegan, halamannya begitu luas bahkan, terdapat banyak bunga tulip cantik berwarna-warni. Di tempat itulah Ayla di foto sesuai yang terdapat di ponsel milik Arvan tadi. Terdapat juga pohon-pohon yang tampak menambahkan kesejukan, bukan hanya itu saja terdapat sungai-sungai kecil dan air mancur di Mansion milik Arvan itu. Jadi, sudah sangat jelas seberapa megah dan luasnya Mansion milik Arvan itu.

Baru saja supir menghentikan mobilnya, Arvan sudah menyelonong pergi karena sudah tidak sabar untuk melihat sang istri. Ia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri istrinya masih hidup dan masih sehat.

Saat masuk Arvan langsung di sambut oleh para asisten rumah tangga menatapnya dengan hormat. Tapi, Arvan tidak memperhatikan semuanya bahkan menoleh saja tidak. Saat ini mata Arvan hanya terpaku pada satu sosok yang sangat ingin ia lihat sedari tadi dengan mata kepalanya sendiri. Sosok itu berdiri tidak jauh darinya, sosok itu menyambutnya dengan senyum manis serta lesung pipinya yang tampak di kedua pipinya membuatnya tampak menawan di mata Arvan, entah kenapa di penglihatan Arvan seperti ada cahaya yang menyinari sekeliling tubuh sosok cantik itu. Perutnya pun terasa tergelitik, seperti ada kupu-kupu yang berterbangan dan jantungnya pun ikut terpacu kuat melihat sosok di depannya itu.

"Mas udah pulang? Mas mau makan atau mandi dulu?" tanya sosok cantik itu yang tak lain adalah Ayla istri dari Arvan.

Suaranya terdengar lembut di telinga Arvan. Melihat senyum itu kembali juga membuat bibir Arvan ikut melengkung tersenyum menatap Ayla istrinya.

Ayla mendekati suaminya lalu mengambil tas kerja milik Arvan dengan senyum manis yang masih terus terpampang di wajah cantiknya.

Bukannya menjawab pertanyaan yang di lontarkan Ayla, Arvan malah melamun dan tak lama saat Ayla ingin mengambil tas kerjanya Arvan langsung memeluk kencang Ayla melepaskan rindunya yang terasa menggebu-gebu sedari tadi ia tahan.

*

*

*

*

*

Waktu mengajarkan kita arti kehidupan sebenarnya. Di dunia nyata mungkin saja akan ada yang diberikan kesempatan terbaik untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan, tapi semuanya punya jalan ceritanya masing-masing.

Setiap masa lalu yang terlewati akan memberikan pelajaran terbaik agar kita menjadi orang yang lebih baik dari diri kita sebelumnya.

Penyesalan selalu akan ada di akhir, jadi pikirkan lah matang-matang sebelum mengambil langkah. Jangan sampai apa yang kita putuskan, langkah yang kita ambil malah ternyata bertaburan beling dan kerikil tajam yang nantinya akan menusuk diri kita sendiri dan meninggalkan penyesalan terdalam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!