Dicintai Serigala Bunian
"Saat ini, kamu adalah istriku, Runi! Kamu tidak bisa lari lagi dariku!" Kuat dan menggelegar, suara membahana itu terdengar begitu menuntut bagiku.
"Bagaimana bisa?" aku mengernyitkan keningku, sama sekali tak mengerti apa yang ia katakan baru saja.
"Darahmu mengalir dalam nadiku. Begitu pula separuh mustikaku bersemayam dalam tubuhmu, Runi. Perjanjian darah yang kita lakukan sudah cukup menjelaskan segalanya."
"Aku tidak pernah memintanya, Candra! Aku tidak pernah memintamu untuk melakukan perjanjian bodoh itu!" lirih dan bergetar, aku mulai bersuara. Kutatap manik matanya yang berpijar merah dengan begitu lekat. Jujur, aku bisa melihat cinta yang begitu besar di dalamnya.
"Perjanjian bodoh kamu bilang? Dengar, Runi! Itu bukan perjanjian biasa. Yang aku lakukan padamu adalah sebuah perjanjian darah! Aku hanya sedang menyelamatkan nyawamu!" Frustasi, dia menatapku dengan sorot mata yang terluka. Pijar merah dalam manik matanya terlihat begitu redup dan merana.
"Aku juga sama sekali tidak pernah memintamu untuk menyelamatkanku! Lalu, kenapa kamu tidak membiarkanku mati saja?" teriakku dengan berapi-api. Air mataku luruh demikian derasnya. "Aku lebih baik memilih mati saat itu, Candra! Aku sudah kehilangan segalanya. Suamiku, juga janin yang sedang bertumbuh dalam rahimku. Semua hilang! Semua pergi meninggalkanku!"
***
Ya, sudah seharusnya aku mati saat Aswini, ibu mertuaku, dan Widuri, kekasih gelap suamiku, merencanakan sebuah rekayasa pembunuhan untukku. Bahkan aku tak tahu di mana rimbanya keberadaan Raka, suamiku pada saat itu.
Aku benar-benar dalam keadaan tak berdaya, sepi, sendiri, dan terluka. Perih menyayat dengan kesadaran yang sudah berada di awang-awang. Nafas yang begitu berat dan sesak hingga rasanya tak ada lagi udara yang diijinkan masuk ke dalam paru-paruku. Seluruh tulang dan sendiku seakan hendak terlepas dari tubuhku. Bau anyir menyeruak yang kuyakini adalah bau darahku sendiri. Nyawaku seakan sudah berada di ujung tanduk dan rasanya mungkin hanya dalam sepersekian detik lagi ia akan terlepas dari raga ini.
Hingga di detik berikutnya, seseorang yang tak kukenal datang. Ia datang, mengungkung tubuh tak berdayaku di bawah tubuhnya yang besar dan kekar. Aku bahkan mengira dirinya malaikat maut, saking hilangnya sadarku.
Ia mendekat, pijar berwarna merah terang terlihat di mata elangnya. Namun, dari pandangku yang amat terbatas, bisa kulihat sorot yang ia tampilkan begitu sayu dan redup.
Ya, ia menangis.
Mata berpijar merah itu mendekat. Dalam kesadaran yang sudah begitu tipis, aku bisa merasakan lembut bibirnya menyapa bibirku.
Apa yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar nalarku. Sebuah cahaya keperakan berpendar silau muncul di antara dua bibir kami yang saling bertemu. Aku tak tahu dari mana asalnya, namun dalam kesadaranku yang berada di awang-awang, aku hanya melihat secercah cahaya. Dan setelah cahaya itu hilang entah ke mana, kedua mataku membuka sempurna.
Rasa hangat menyelimutiku. Deraan rasa sakit, perih, dan sesak perlahan sirna dari tubuhku. Tulang belulang dan persendian yang tadi kurasa berantakan, kini tak kurasakan lagi nyeri dan linunya.
Aku mengerjapkan kedua mataku begitu sadar sepenuhnya. Lalu tepat di hadapanku, mungkin hanya sejengkal jaraknya dariku, seraut wajah tampan yang tak kukenal sama sekali, dengan gores rahang yang tegas sedang menatapku dengan ekspresi penuh kekhawatiran.
"Siapa kamu?" pertanyaan itu yang justru pertama kali aku ucapkan. Lalu, dia yang terkejut segera menjauhkan diri dariku.
"Maaf," ucapnya seraya tertunduk.
Aku yang baru menyadari apa yang ia lakukan baru saja kepadaku, mulai tersulut emosi. Aku mengangkat tangan kananku ke udara, lalu kukumpulkan seluruh kekuatanku di sana.
'Plaaaak!!!'
Satu tamparan keras berhasil kudaratkan di wajahnya. Cambang tipis yang sedari tadi kulihat membingkai wajah tampan itu, kini bisa kurasakan dengan indera perabaku. Sedikit kasar, namun, ah ... Entahlah!
"Apa yang kamu lakukan kepadaku?!" Tanyaku dengan nada tinggi. Aku sangat kesal. Aku melotot padanya, menunjukkan seberapa jengkel aku padanya.
"A-aku ..." Dia terbata, tak bisa menjawab apa pertanyaanku.
"Apa kamu menciumku?" Tanyaku dengan pipi yang kurasakan memerah. Aku merasa sangat malu sekarang. Lalu aku kembali melanjutkan omelanku padanya, "Hih! Dasar cowok mesum!"
Tanpa muduga, ia menyengir lebar. Menggaruk belakang kepalanya, ia berkata kepadaku. Mungkin ia ingin memberikan alasan. Namun sepertinya ia tak bisa menyelesaikan apa yang ia katakan. Ucapannya terputus. "Maaf. Aku cuma ... "
"Nggak usah cuma-cuma! Bisa pergi nggak dari atasku?!" Kuusir dirinya yang meskipun sudah menjauh dariku, namun tubuhnya masih jelas berada di atasku.
"Hahaha. Ah, iya. Maaf!" Ih, gila! Sudah kepergok mesum seperti itu, dia masih saja melucu. Apa dikira aku senang dengan leluconnya?
Dia segera menyingkir. Aku bangkit dengan marah. Kutepuk kedua tanganku dan aku kibaskan bajuku membersihkan debu dan tangan yang menempel di sana.
"Pergi!" Usirku melotot. Aku segera pergi dari hadapannya, namun langkah kakinya yang besar dan panjang segera menyusulku.
"Runi!"
Panggilannya sontak membuat langkahku terhenti. Aku menoleh padanya dan bertanya,
"Bagaimana kamu tahu namaku? Kita bahkan belum pernah bertemu, bukan?"
Ia tersenyum. Senyum paling menawan yang pernah kulihat.
"Aku sudah mengenalmu lama, Runi," ucapnya dengan senyum terkembang di bibirnya. Ia mengurkan tangan kepadaku dan mulai menyebut namanya. "Candra."
***
Satu kalimat yang akhirnya terlepas dari mulutku yang hina ini, berhasil melukai hatinya begitu dalam. Aku tahu dari pijar mata merahnya yang meredup.
"Aku tidak pernah memintamu menyelamatkanku!"
Manik mata dengan sorot mata berwarna merah terang itu menatapku dengan sendu. Binar matanya seakan menusuk ke dalam sukma, menel4njan9i kejujuran dalam diriku.
Lalu, bagaimana denganku? Masih sanggupkah aku menyakiti hatinya?
Tidak, tentu tidak. Aku bagaikan orang linglung yang terkatung-katung dalam kebodohan. Kebodohan atas ketidakjujuran yang aku munculkan sendiri. Bimbang, gundah, dan gulana. Aku sendiri tak tahu, siapakah gerangan sosok yang nantinya akan menjadi jawaban atas segala doaku.
Ya, aku tahu, besar harapnya terhadapku. Aku juga tahu betapa besar binar cinta yang ia tawarkan kepadaku. Hanya saja, meskipun berkali tanya ia lontarkan, namun hatiku tetap berkata, 'Raka'.
"Aku tahu." Candra tersenyum pahit. Ia mengambil nafas panjang dan dihembuskannya perlahan. Ia meraih tanganku yang menggantung di udara, lalu dibawanya ke depan dada. Ia melanjutkan kata-katanya dengan nada bicara yang begitu lirih. Suaranya pun bergetar. "Kembalilah padanya, Runi. Aku tahu kamu masih mencintainya."
"Aku mencintaimu. Sungguh, aku sangat mencintaimu. Tapi aku tahu, hatimu masih untuk Raka." Suara syahdunya sukses memporak-porandakan jiwaku. Kurasakan, mataku kembali memanas. Aku bahkan tak bisa menahan bulir kristal yang mulai turun membasahi pipiku.
Hatiku remuk redam, hancur berkeping-keping. Apa yang Candra katakan menyayat hatiku. Bukan, bukan karena terluka karena ucapannya. Tetapi aku justru yang menyakiti hatinya dengan begitu dalam.
Dan kebodohan akal ini membuatku tetap bungkam. Lidahku seakan tercekat. Suaraku tertahan di tenggorokan.
Candra Geni. Nama sesosok makhluk pelindung bagiku. Dia yang telah menyelamatkanku dari bengisnya ibu mertua dan kekasih gelap suamiku.
Candra.
Namanya sanggup meruntuhkan tembok dingin hatiku. Benteng kokoh yang kubangun untuk melindungi diriku dari bujuk rayu lelaki, termasuk Raka, suamiku sendiri. Hanya dia yang bisa menghancurkannya.
"Tatap mataku, Runi." Suara lembut itu kembali membuat desiran aneh di dadaku. Mau tak mau, kupalingkan wajahku ke arahnya. Dan mataku terasa begitu panas saat melihat gurat kepedihan dalam sorot matanya.
"Apa di hatimu tidak ada setitikpun cinta yang tersisa untukku? Jika memang tidak, maka tak apa. Pergilah, kembalilah padanya."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Jihan Khanaya
siapa Candra sebenarnya? kenapa Runi sampai hati berkata seperti itu smaa Candra padahal Candra lah yang menyelamatkan dia dari kebengisan mertua dan selingkuhan nya Raka. harusnya kamu berterima kasih Runi bukan malah sebaliknya.
2023-07-16
0
mom's Vie'
siapa candra....??
sampai sebegitunya pengen ngelindungi Runi....
2023-07-09
0
Vivy wang
keren😍😍😍 tapi chandra ini siapa?
2023-07-01
0