Riana merasa sedih. Dia berusaha untuk tidak terpengaruh dengan mantan suaminya. Tetapi nyatanya, dia bermimpi buruk. Dalam mimpi itu, Riana melihat Anwar sedang bersenang-senang dengan banyak wanita menggunakan uang dari hasil menjual dirinya pada Rio.
"Mas Anwar, ini Riana," ucap Riana saat berada di dekat Anwar. Tetapi Anwar sama sekali tidak peduli padanya.
Riana kembali memanggil Anwar, tetapi tetap saja, Anwar acuh tak acuh. Ketika Anwar mulai melihatnya, Anwar dan wanita-wanita itu sedang menertawakan dirinya. Riana merasa sangat sakit hati. Mereka tertawa di atas penderitaannya.
Riana terbangun, ketika seseorang memanggilnya. Ternyata, orang yang memanggilnya adalah Rio. Dia mengguncang lengan Riana sambil terus memanggil namanya.
"Riana, bangun. Riana, bangun. Riana ...." Suara Rio yang agak keras, cukup untuk membangunkan Riana. Riana membuka mata dan melihat Rio tampak panik. Terbersit dihati Riana, jika Rio sebenarnya sangat peduli padanya.
"Tidak mungkin. Dia pasti hanya ingin membuatku bingung saja," gumam Riana.
"Kamu mimpi buruk," tanya Rio khawatir.
Riana mengusap airmatanya yang ternyata nyata bukan hanya di dalam mimpi saja dia menangis.
"Benar. Maaf, aku ingin sholat dulu," kata Riana lalu beranjak pergi.
"Tunggu, aku lihat kamu belum membereskan pakaian kamu. Di situ ada lemari pakaian. Sebelahnya masih kosong. Kamu bisa menaruh pakaian kamu di sana. Setelah itu kamu bisa melakukan yang lainnya," kata Rio mengingatkan Riana.
Riana teringat dua kopernya yang masih tertutup rapat dan diletakkannya di sudut kamar. Rio pasti merasa jijik dengan barang-barangnya yang tidak pada tempatnya. Riana menunda keinginannya untuk sholat malam. Dia membereskan pakaiannya terlebih dulu dan di tata rapi di dalam lemari pakaian yang ternyata memang sudah dipersiapkan untuknya.
Setelah selesai, Riana bergegas mengambil wudhu dan segera menjalankan sholat istikharah. Dia bersujud memohon petunjuk untuk masa depannya bersama Rio.
"Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dosa ibu bapakku. Berikanlah hambamu ini jalan yang terbaik. Jika Rio bisa menjadi imam yang baik untukku, maka dekatkanlah dia padaku. Tetapi jika Rio bukan jodohku, maka jauhkanlah dia dariku. Hanya pada-Mu kami berserah diri, dan hanya pada-Mu kami berpasrah. Aamiin."
Tanpa membuka mukenanya Riana merebahkan dirinya di atas sajadah. Setelah bersujud pada-Nya, Riana menemukan ketenangan batin dan diapun tertidur.
Riana terbangun ketika mendengar suara adzan subuh terdengar. Riana mulai membuka mata dan berniat mengambil wudhu. Tetapi, dia sangat terkejut saat mendapati dirinya berada di atas tempat tidur. Rian ingat betul bahwa semalam, setelah sholat dia tidur di lantai.
Kenapa aku bisa tidur di tempat tidur, apa yang terjadi? Siapakah yang memindahkanku, apakah Rio? Tidak mungkin, kakinya lumpuh. Untuk membantu dirinya sendiri saja, dia tidak bisa, apalagi memindahkan aku? batin Riana.
Riana mencoba berpikir positif. Dia melihat ke arah suaminya yang masih tertidur pulas. Ingin rasanya dia membangunkannya untuk sholat berjamaah, tetapi seandainya Rio marah, apa dia bisa menerima.
Riana beranjak dari ranjang dan bergegas mengambil wudhu. Menjalankan sholat dan segera menuju dapur untuk membuat sarapan.
"Bu Riana, kenapa pagi-pagi sudah ke dapur? Bagian dapur itu tugas Bibik," tanya Bik Ijah bingung.
"Aku sudah terbiasa bangun pagi dan membuatkan sarapan untuk suamiku," jawab Riana.
"Bibik tahu, tapi Pak Rio berpesan kalau tugas Bu Riana hanya melayani kebutuhan Pak Rio. Selain itu, semua tugas Bibik," kata Bik Ijah sekaligus menjelaskan.
"Bik, boleh Riana bertanya?" tanya Riana.
"Bu Riana, mau bertanya apa?"
"Di hari pernikahan kami, kenapa orangtua Rio, tidak ada yang datang. Apakah mereka sudah meninggal?" tanya Riana.
"Bibik tidak berhak menjawab pertanyaan Bu Riana. Tetapi yang jelas, mereka masih hidup. Mereka tinggal di luar negeri sejak Pak Rio masih kecil. Bisa dibilang, mereka memiliki dua kewarganegaraan. Tapi, saat SMA, Pak Rio memilih tinggal di sini. Dia kembali tinggal di luar negeri, saat memasuki masa kuliah. Setelah selesai kuliah, Pak Rio bekerja di kota ini, untuk menjalankan bisnis ayahnya," jawab Bik Ijah.
"Jadi, dia lebih banyak tinggal di luar negeri. Lalu, kapan kakinya lumpuh dan karena apa?" tanya Riana lebih mendalam.
"Kakinya lumpuh karena kecelakaan 2 tahun yang lalu. Wajahnya juga rusak, dan sejak itu, meskipun dia tetap bisa bekerja dengan baik, dia menjadi seperti itu. Hanya mementingkan pekerjaan. Seluruh keluarga merasa senang, saat tahu kalau Pak Rio menikah," jawab Bik Ijah sedih tapi kemudian tersenyum.
"Riana mengerti. Kalau begitu Riana kembali ke kamar untuk membantu Mas Rio." Riana melangkah pergi menuju ke kamarnya.
Riana membuka pintu dengan pelan. Entah kenapa dia merasa menjadi wanita yang istimewa karena hanya dia yang bisa membuat Rio mau menikah. Terlepas dari perbuatan Rio yang sudah membelinya, Rio pria yang baik.
Dia berusaha membangunkan Rio dan membantunya menuju kamar mandi. Riana juga membantunya menyiapkan pakaian kerja, sepatu, dasi dan yang lainnya. Riana juga membantu Rio memakai pakaian kerjanya, hingga lengkap.
Sebelum berangkat kerja, Riana menemani Rio sarapan. Setelah itu mengantar Rio sampai ke mobil yang sudah dipanasi oleh Yuda. Riana menyerahkan tugas selanjutnya pada Yuda. Selama di perusahaan, semua keperluan Rio akan menjadi tanggungjawab Yuda selaku asisten pribadi Rio.
"Mas Rio, apa ibu jadi datang hari ini?" tanya Riana seolah ingin menunjukan bahwa dia bisa memanggil Rio dengan sebutan Mas.
Rio dan Yuda saling berpandangan. Mereka seolah tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Secepat itu Riana bisa berubah. Dari yang kemarin dia penuh amarah, kini dengan entengnya memanggil Rio dengan panggilan Mas Rio.
"Ibu tidak jadi datang hari ini. Mereka akan datang Minggu depan. Kenapa?" tanya Rio dingin.
"Tidak apa-apa. Aku hanya memastikan saja," jawab Riana sambil tersenyum manis.
Hati Rio bergetar hebat. Dia tidak akan bisa menahan diri melihat senyum Riana. Karena itu dia segera meminta Yuda untuk bergegas berangkat ke tempat kerjanya.
Begitulah yang setiap hari, Riana lakukan. Bayangan ketakutan ketika awal menikah, ternyata tidak pernah terjadi. Riana mulai bisa hidup tenang dan menjalani hari-harinya dengan senyuman.
Riana tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan rumah. Biarpun hanya memasak. Riana diperlakukan bak ratu oleh Rio. Apalagi, Riana selalu bersikap baik pada Rio, meskipun terkadang Rio bersikap dingin padanya.
Riana terus memikirkan semua itu. Apakah semua perlakuan ini akan terus Riana terima, ataukah ini hanya topeng belaka?
Riana duduk termenung di samping rumahnya sambil melihat indahnya taman di halaman. Setidaknya dia bisa yakin bahwa semua ini bukan mimpi. Dia tidak menemukan hal buruk yang dilakukan Rio, selain dari sikapnya yang dingin.
"Bu Riana, ibunya Pak Rio sudah datang," kata Bik Ijah membuyarkan lamunannya.
"Apa, bukannya besok? Kenapa Mas Rio tidak memberitahu aku, kalau hari ini ibunya akan datang?" gumam Riana agak panik.
Riana menarik napas panjang. Dia sadar, dia tidak boleh panik. Apapun yang akan terjadi, pasti terjadi.
Riana berjalan menuju ke ruang keluarga. Di sana, terlihat ada seorang gadis cantik dan seorang wanita yang terlihat sangat anggun. Meskipun isinya sudah tidak muda lagi, tetapi masih terlihat cantik.
"Jadi ini, wanita yang dibeli Rio dengan harga lima milyar?"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Bzaa
aihhhhh ..... dtg2 udah mengibarkan bendera perang ini...
2023-10-14
0