Hari-hari yang Aretha lewati bersama dengan Sadewa terasa begitu berwarna. Perlahan tapi pasti, posisi Ringgo di hati Aretha tergeser oleh keberadaan Sadewa. Apalagi sikap Sadewa yang lembut dan memperlakukan Aretha dengan begitu baik, membuat wanita cantik itu merasa sangat nyaman bersama laki-laki yang dulu pernah dia tolak cintanya.
"Aretha, tahun ini acara gathering perusahaan ke Kota Gudeg. Nanti Abang akan suruh Yuli untuk mengatur kamar kamu dekat dengan kamar Abang," ucap Sadewa saat mereka berangkat kerja bersama.
"Bang, apa tidak akan jadi bahan gosip?"
"Kamu tenang saja! Kamar hotel untuk karyawan, staf dan para petinggi perusahaan di lantai yang berbeda. Kamu bisa satu kamar dengan Yuli."
"Gimana ya, Bang? Aku takut jadi bahan gosip."
"Tidak akan ada yang tahu, nanti biar Abang yang atur semuanya."
Aretha hanya diam saja tidak menyahut ucapan Sadewa. Meskipun dia ingin dekat dengan laki-laki itu, tapi Aretha khawatir, karyawan lain akan bergosip. Apalagi dia tahu, kalau banyak karyawan perempuan yang menyukai Sadewa.
Sesampainya di parkiran, Aretha tidak langsung turun dari mobil. Dia menunggu parkiran sepi terlebih dahulu. Setelah dirasa tidak ada orang, dia baru keluar dari mobil.
"Abang, aku duluan ya!" pamit Aretha.
"Sebentar! Retha mau tidak, nanti main ke rumah orang tua Abang? Bukankah masa iddah kamu sudah selesai?"
"Su-sudah, Bang."
"Bagaimana? Apa kamu mau Abang kenalkan dengan orang tua Abang?"
"Gimana ya, Bang? Apa tidak akan jadi masalah?"
"Tidak!"
"Aku pikirkan dulu ya, Bang. Aku butuh waktu meyakinkan hati aku karena ... rasanya terlalu cepat jika aku harus menjalin hubungan yang serius."
"Abang hanya ingin menghindari fitnah. Kita sudah sama-sama dewasa dan sudah mengerti tentang kehidupan orang dewasa seperti apa. Daripada kita menjalani hubungan tanpa status, lebih baik kita meresmikannya saja."
"Aku kasih jawaban besok ya, Bang. Sekarang aku kerja dulu."
"Iya!" sahut Sadewa seraya melihat kepergian Aretha.
Sementara Aretha langsung pergi menuju ke ruangannya. Dia menyimpan tas yang dibawanya dan langsung menuju ke toilet. Namun, saat sampai di sana, Aretha mendapatkan tatapan tidak bersahabat dari dua orang wanita cantik yang sedang memoles wajahnya.
"Aku kho bingung ya, apanya yang bagus coba dari janda itu? Kenapa Pak Dewa selalu saja memberi perhatian khusus sama dia? Padahal banyak gadis cantik yang lebih cocok mendapatkan perhatian Pak Dewa," cibir salah seorang wanita cantik yang sedang mengaplikasikan eye shadow di kelopak matanya.
"Mungkin dia pake susuk. Makanya bisa memikat Pak Dewa. Kamu tahu sendiri, 'kan kalau Pak Dewa tidak pernah menanggapi wanita yang mencari perhatiannya. Bahkan Mbak Ine, yang cantik dengan body goal, tidak digubris oleh Pak Dewa." temannya yang sedang memoles bibirnya dengan lipstik yang berwarna merah merona itu ikut menimpali.
"Sepertinya begitu, kenapa kita tidak ikuti cara dia saja? Punya suami seperti Pak Dewa dan Tuan Andrea pasti hidup kita akan terjamin. Udah gitu, kita gak akan malu kalau bawa ke kondangan."
Kedua wanita cantik itu terus saja mengobrol tidak karuan. Aretha yang mendengar obrolan mereka saat buang air kecil, hanya bisa menggelengkan kepala. Rasanya percuma dia meladeni orang yang iri kepadanya. Lebih baik bersikap tidak ambil pusing daripada bikin kepala jadi berdenyut menanggapi tuduhan yang tidak mendasar.
"Maaf, Mbak. Aku hanya mau kasih tahu kalau Pak Dewa dan Tuan Andrea itu kurang suka pada wanita yang berdandan menor. Mereka type laki-laki yang suka dengan wanita yang terlihat cantik alami tanpa make-up tebal. Kalau Mbak tidak percaya, coba Mbak perhatian Nyonya Mitha, istrinya Tuan Andrea. Apa pernah Nyonya Mitha berpenampilan yang mencolok atau berdandan menor? Tidak pernah, Mbak!" tukas Aretha setelah dia keluar dari bilik kamar mandi. Dia melirik ke arah dua wanita cantik itu yang melongo melirik ke arah Aretha.
"Sok, tahu kamu!"
"Aku tahu karena dulu Tuan Andrea dan Pak Dewa itu senior saya di kampus." Aretha langsung pergi setelah selesai mencuci tangannya di wastafel. Tanpa menunggu ucapan dari kedua wanita cantik itu, Aretha langsung pergi dari toilet.
"Retha, dari mana?" tanya Yuli saat berpapasan di jalan.
"Dari toilet, Li. Kamu mau ke mana?"
"Biasa ada anak baru. Aku mau interview dulu ya!"
"Iya, semangat ya, Li!"
"Siap, Bu Direktur!" canda Yuli seraya berlalu pergi.
Aretha hanya tersenyum mendengar candaan dari sahabatnya. Dia jadi berpikir, mungkin saat nanti dia menikah dengan Sadewa, tidak akan ada lagi yang merendahkannya dan melihat dia hanya dengan sebelah mata.
Baiklah, aku akan mengiyakan ajakan Bang Dewa. Tidak enak juga dituduh yang tidak-tidak. Bismillah aja, semoga keputusan aku yang terbaik untuk masa depan aku, batin Aretha.
Wanita cantik itu melangkahkan kakinya menuju ke meja kerjanya. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit. Ada kelegaan di hatinya saat dia memutuskan untuk menerima Sadewa.
"Mbak Retha, sepertinya lagi bahagia. Dari tadi tersenyum terus," tegur Mira yang datang ke meja Aretha.
"Eh Mira, bikin kaget saja. Ada apa, Mir?" tanya Aretha seraya melihat ke arah Mira.
"Anu Mbak, Minggu depan aku mau nikah. Ini undangan buat Mbak Retha." Mira memberikan kartu undangan yang dia simpan di kantong plastik.
"Selamat ya, Mira. Mau nikah di mana? Di kampung apa di sini?"
"Di kampung, Mbak."
"Kenapa kamu memutuskan menikah muda? Memangnya tidak ingin menikmati masa muda dulu?"
"Aku takut khilaf, Mbak. Aku dan sama-sama kerja di sini. Daripada nanti kami khilaf dan berbuat dosa besar, lebih baik nikah muda. Katanya lebih seru pacaran setelah menikah loh, Mbak."
"Kamu benar Mira. Ternyata pikiran kamu sudah dewasa. Meskipun umur kamu terbilang masih sangat muda untuk menikah."
"Kepahitan hidup yang membuat seseorang cepat dewasa, Mbak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2023-12-28
1
Sulaiman Efendy
BETUL SEKALI.... KRN DI ISLAM, SBENARNYA DIHARAMKN PACARAN...
2023-12-28
1
Sulaiman Efendy
BETUL, BUAT APA DILADENIN ORG2 JULID...
2023-12-28
1