Menyandang status janda, membuat Aretha semakin menjaga jarak dengan kaum Adam. Dia tidak ingin karena statusnya itu, orang beranggapan miring kepadanya. Mungkin hanya Sadewa yang berani mendekatinya secara pribadi. Seperti saat ini, laki-laki itu tiba-tiba saja datang ke kontrakan Aretha tanpa memberi tahu dulu.
Tok ... tok ... tok ....
Sadewa terus saja mengetuk pintu kontrakan Aretha. Tidak berapa lama kemudian, pintu kontrakan itu terbuka perlahan. Aretha hanya menyembulkan kepalanya, melihat siapa yang bertamu di hari sabtu sore.
"Loh, Bang. Sebentar ya! Aku ganti baju dulu. Habis benerin kran air yang bocor, jadinya basah semua," ucap Aretha.
"Ya sudah ganti baju saja dulu, nanti Abang benerin keran airnya."
"Iya, Bang. Aku tutup dulu ya!" Aretha segera menutup kembali pintu kontrakannya. Tidak mungkin dia membiarkan Ringgo melihatnya dalam keadaan basah kuyup dan lekuk tubuhnya tercetak jelas. Bisa-bisa akan mengundang syahwat Sadewa.
Sementara Sadewa hanya tersenyum tipis. Dia merasa lucu saat tadi melihat wajah Aretha dengan tetesan air di wajahnya. Pria tampan itu memilih duduk di pagar pembatas teras Aretha dengan tetangga kontrakannya.
"Dia semakin cantik saja," gumam Sadewa.
Tidak berapa lama kemudian, Aretha keluar dengan baju yang terlihat rapi. Tidak ketinggalan dengan hijab yang menutupi kepalanya. Dia tersenyum hangat pada Dewa yang sedang asyik bermain ponsel seraya menunggunya.
"Bang, silakan masuk!" ujar Aretha dengan membuka pintu kontrakannya lebar-lebar.
"Abang lihat krannya dulu. Biar nanti tinggal beli bahan yang diperlukan."
"Itu, Bang. Sebenarnya sudah ada kran barunya, tapi pasang malah longgar."
"Pake selotip gak?"
"Emang harus ya!"
"Iya Retha. Selotip khusus untuk kran. Ya sudah kita ke toko bangunan dulu buat beli selotip, sekalian beli makan. Bukankah di depan ada swalayan bahan bangunan?"
"Iya, Bang. Di dekat pertigaan."
Keduanya pergi ke toko bahan bangunan. Mencari apa yang Aretha butuhkan. Setelah mendapatkan semuanya, mereka pergi mencari penjual sate.
"Retha, dibungkus saja ya! Abang ingin makan di kontrakan kamu saja. Abang tunggu di sini saja." Sadewa mengambil dompetnya dan mengeluarkan lembaran uang berwarna pink. Dia pun memberikannya pada Aretha.
"Aku ada kho, Bang."
"Ambil saja, kalau jalan sama Abang, kamu tidak boleh mengeluarkan uang. Biar Abang yang bayar semuanya karena Abang laki-laki yang harus bertanggung jawab pada wanitanya."
Wanitanya? Apa maksud Bang Dewa? Apa mungkin dia menganggap kalau aku ....
"Retha, kenapa melamun?" tanya Sadewa yang sukses mengagetkan wanita cantik itu.
"Enggak kho, Bang. Aku keluar dulu ya!" sahut Aretha seraya keluar dari mobil.
Sadewa hanya tersenyum tipis melihat kepergian Aretha. Sementara wanita cantik itu terlihat terburu-buru keluar dari mobil Sadewa. Sampai-sampai dia hampir menabrak Anita yang baru keluar dari kedai sate bersama dengan seorang laki-laki muda.
"Hati-hati dong, Mbak! Jalan kho buru-buru amat," gerutu Anita mendelik tidak suka pada Aretha.
"Maaf, Mbak Nita. Saya tadi tidak melihat kalau Mbak Nita mau keluar. Mbak dengan siapa?" Aretha celingukan mencari keberadaan Ringgo.
"Ngapain kamu cari suami aku? Kamu jangan coba-coba mendekati Mas Ringgo kalau tidak mau di-cap pelakor karena sekarang hanya aku yang menjadi istrinya."
"Mbak Nita tenang saja, aku tidak ada niat untuk kembali dengan Mas Ringgo. Kalau memang aku masih mengharapkan dia, untuk apa menggugat cerai kemarin. Mbak Nita tenang saja, aku tidak akan pernah menjadi orang ketiga dalam pernikahan Mbak Nita dan Mas Ringgo."
"Baguslah kalau tahu diri. Seharusnya dari awal kamu begitu, sehingga tidak perlu merasakan sakitnya dimadu. Salah kamu juga sih, kenapa jadi wanita kho mandul. Ayo Dek kita pergi!" ajak Anita pada laki-laki yang usianya lebih muda dari dia.
Sementara Aretha hanya tersenyum samar dengan kelakuan mantan madunya. Beruntung saja Aretha sudah berpisah dengan Ringgo. Kalau masih bersama, pasti akan menambah daftar luka hatinya.
Dia pun segera memesan sate dan sop kambing yang ingin dibelinya. Setelah mendapatkan semua makanan yang diinginkannya, Aretha segera kembali masuk ke dalam mobil Sadewa.
"Bang, jendelanya dibuka saja ya! Biar bau satenya keluar."
"Iya! Tadi ngobrol dengan siapa di depan?" tanya Sadewa seraya menyimpan ponselnya dan bersiap melajukan mobilnya.
"Oh, yang tadi itu istrinya Mas Ringgo. Bukankah Abang pernah bertemu di supermarket. Waktu kita sedang antri di kasir."
"Oh, cewek songong itu ya! Apa dia berkata yang tidak-tidak. Tadi mau menghampiri kalian, Andrea sedang menelpon. Aku tidak bisa memutuskan sambungan telepon dari dia. Bisa-bisa nanti orangnya ngamuk."
"Gak apa, Bang. Aku bisa mengatasinya sendiri kho. Bukan masalah yang sulit buat aku."
"Syukurlah! Kamu memang wanita yang tegar. Aku semakin kagum sama kamu Retha. Rasanya aku ingin cepat-cepat membawa kamu ke penghulu."
"Mau apa ke penghulu?"
"Hanya mau tanya, kira-kira menikah dengan wanita cantik yang bernama Aretha Fortuna itu harus dirayakan dengan meriah atau cukup syukuran biasa saja."
"Syukuran biasa saja, upss!" Aretha langsung menutup mulutnya sendiri karena malu dia sudah keceplosan.
"Serius, hanya syukuran biasa saja? Kenapa tidak ingin meriah? Biasanya para kaum hawa selalu ingin pernikahan meriah."
"Aku tidak mau, Bang. Karena setahu aku, sebaik-baik wanita ialah yang paling murah maharnya."
"Abang jadi ingin cepat-cepat menghalalkan kamu." Sadewa langsung menyalakan mobilnya dan membawanya menuju ke kontrakan Aretha.
"Abang, bisa saja becandanya."
"Abang serius kho!"
"Aku masih masa iddah. Tidak mungkin bisa menikah secepat itu."
"Abang akan menunggunya. Menunggu sampai kamu siap untuk membuka lembaran baru dengan cerita cinta yang baru."
Apa aku harus mengiyakannya? Kata orang, obat mujarab untuk hati yang terluka adalah hati yang baru agar proses penyembuhannya cepat. Bang Dewa juga sudah sangat baik sama aku. Kehadirannya, perhatiannya membuat aku bisa dengan cepat bisa bangkit lagi dari keterpurukan .
"Retha, kenapa melamun? Kamu tenang saja, Abang tidak akan mendesak kamu untuk secepatnya menyetujui keinginan Abang. Kita jalani saja dulu sampai kamu benar-benar siap untuk menikah lagi."
"Iya, Bang. Makasih udah ngertiin aku!"
"Ayo turun! Kita sudah sampai di kontrakan kamu," Sadewa langsung turun dari mobilnya, diikuti oleh Aretha.
Mereka pun langsung menyantap makanan yang tadi dibelinya. Setelah selesai menikmati makan malamnya, Sadewa segera membetulkan kran air Aretha yang bocor. Tidak butuh waktu lama, keran air itu diganti oleh Sadewa.
"Abang ternyata bisa juga ganti kran air. Aku pikir kalau seorang direktur gak akan bisa melakukan hal seperti itu," ucap Aretha.
"Direktur juga manusia. Lagipula, Abang bukan orang berada sedari lahir. Seandainya tidak bersahabat baik dengan Andrea, mungkin Abang hanya karyawan biasa di perusahaan. Apa yang Abang miliki sekarang, berkat campur tangan Andrea. Makanya Abang selalu mengalah sama dia karena dia sudah berjasa banyak untuk hidup Abang."
"Aku jadi ingin bertemu dengan istrinya Tuan Andrea. Pasti dia seorang istri yang hebat. Bukankah di belakang laki-laki yang sukses, ada istri yang hebat?"
"Kamu benar, seperti kamu yang selalu menjadi penyemangat buat Abang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
BUAT HALALIN LO RETHA, GITU AZA GK NGEH....😁😁😁😁
2023-12-28
1
Sulaiman Efendy
ADEKNYA NITA, ATAU BRONDONG SLINGKUHAN NITA TUHHH
2023-12-28
1
Sulaiman Efendy
JIAHHH TYPO THOR, DEWA, BUKAN RINGGO..
2023-12-28
1