Ruangan serba putih kini menjadi penginapan sementara untuk Firman. Dia sampai mengalami dehidrasi akibat terus menerus buang air besar. Aretha pun menemani sahabatnya untuk menjadi Firman.
"Retha, Pak Dewa pergi ke mana?" tanya Yuli celingukan saat dia keluar dari ruang perawatan Firman hanya mendapati Aretha seorang diri.
"Tadi pamit pulang dulu. Katanya ada keperluan mendadak," jawab Aretha langsung mengalihkan perhatiannya dari ponsel.
"Kamu tahu gak Retha, tadi muka Pak Dewa merah padam saat melihat kamu dan Ringgo berpelukan. Sepertinya, dia benar-benar cemburu."
"Apaan sih Li? Aku merasa tidak pantas untuk Bang Dewa. Sejujurnya aku merasa insecure memiliki suami yang kaya raya. Menikah dengan anak juragan kambing saja, aku dijadikan keset oleh ibunya. Bagaimana dengan Bang Dewa yang seorang direktur, pasti dia bukan dari keluarga biasa saja."
"Jangan bicara seperti itu! Jangan menyamaratakan kalau orang kaya pasti akan memperbudak menantunya yang dari keluarga biasa saja. Buktinya keluarga Mas Firman baik sama aku."
"Kamu memang beruntung Li, memiliki suami dan mertua yang baik."
"Alhamdulillah, mungkin ini rejeki aku karena rejeki itu bukan hanya sekedar materi. Tapi memiliki suami, mertua, ipar, anak, sahabat, tetangga yang baik, itu juga rejeki yang harus kita syukuri."
"Iya Li, aku bersyukur sekali dikelilingi oleh orang baik seperti kamu, Mas Firman dan Bang Dewa," ucap Aretha seraya melihat ke jam tangannya, "em ... Li sepertinya aku pulang dulu ya! Sudah mau Magrib, besok aku ke sini lagi. Kalau ada barang yang ingin dibawakan, bilang saja ya."
"Iya, istirahatlah! Besok juga mungkin Mas Firman sudah boleh pulang. Makasih ya udah nemenin aku."
"Aku yang seharusnya bilang makasih sama kamu, makasih Li selalu ada untuk aku dan menguatkan aku saat aku sedang rapuh. Kalau tidak ada kamu, entah apa yang akan terjadi. Mungkin aku masih terjebak dalam kehidupan yang penuh tekanan."
"Aku hanya memberi saran. Kamu sendiri uang berani bersikap tegas dan mengambil semua resikonya. Terkadang kita juga harus egois, jangan terus memikirkan orang lain tapi hidup kita justru tersiksa lahir dan batin."
"Kamu benar, selama ini aku selalu memikirkan perasaan Mas Ringgo tapi ternyata hal itu membuat aku semakin ... sudahlah! Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Aku pulang ya, semoga Mas Firman cepat pulih."
"Aamiin."
Setelah cukup berbasa-basi, Aretha pun pulang ke kontrakannya. Meskipun lumayan jauh perjalanan yang harus dia tempuh. Namun hal itu tidak membuat wanita cantik begitu kelelahan karena kini beban di hatinya seperti sudah sirna. Sepanjang perjalanan, dia sibuk merencanakan masa depannya sebagai seorang janda. Aretha terus meyakinkan dirinya, meskipun tanpa seorang suami, dia masih bisa hidup dengan baik.
***
Setelah hari perceraiannya dengan Ringgo, Aretha menjalani hari-harinya dengan penuh senyuman. Kondisi Firman pun sudah membaik. Namun, semenjak hari itu, dia tidak pernah bertemu lagi dengan Sadewa. Laki-laki itu hanya sesekali memberi kabar karena dia sedang sibuk di kantor pusat.
"Permisi Mbak Aretha, ada titipan go food untuk Mbak," ucap seorang office boy seraya menyimpan ati kantong makanan di atas meja Aretha.
"Makasih, Mas." Aretha tersenyum ramah pada laki-laki yang usianya lebih tua dari dia.
"Iya, Mbak sama-sama." Office boy itu langsung pergi melanjutkan pekerjaannya.
Sementara Aretha hanya menggelengkan kepala melihat satu kantong makanan di meja kerjanya. Sudah bukan hal yang aneh, jika setiap hari dia pasti dikirim makanan oleh Sadewa. Meskipun orangnya tidak ada di sana, tetapi kirimannya tidak pernah terlewatkan sehari pun.
Bang Dewa, pasti saja kirim makanan. Padahal sudah hampir sebulan dia tidak ke datang ke kantor. Menurut gosip yang beredar, Bang Dewa sedang ada masalah. Tapi aku tanya ke orangnya, dia sedang menyelesaikan pekerjaan di kantor pusat. Entahlah mana yang benar, semoga saja dia baik-baik saja, batin Aretha.
Aretha pun menyimpan makanan di laci meja. Dia tidak enak hati dengan karyawan lain yang terkadang memberikan sindiran pedas kepadanya. Hingga saat jam makan siang sudah tiba, Sadewa melakukan panggilan padanya.
"Halo, Bang! Apa kabar?" tanya Aretha saat sudah tersambung.
"Abang baik, kamu apa kabar, Retha?" Sadewa bertanya balik.
"Alhamdulillah baik. Abang baik-baik saja, 'kan? Kata anak-anak sini, Abang sedang ada masalah. Apa benar, Bang?"
"Ck! Kenapa mereka menggosipkan Abang? Jangan dengarkan mereka, Abang gak apa-apa kho! Hanya saja sedang banyak pekerjaan di sini. Andrea minta Abang membantunya. Apa kamu merindukan Abang?"
"Apaan sih, Bang?"
"Yah ... sepertinya Abang belum ada yang merindukan. Tadinya mau mulai ngantor ke sana lagi besok. Tapi sayang Abang tidak ada yang merindukan. Kamu sudah makan belum?"
"Baru mau makan, Bang."
"Ganti video call ya! Abang mau lihat kalau kamu menghabiskan makanan yang Abang kirim."
"Memang Abang tidak makan?"
"Sebentar lagi, Abang ada meeting dengan klien di jam makan siang. Jadinya nanggung kalau makan sekarang." Sadewa segera mengganti mode panggilan teleponnya ke panggilan video. Kini terlihat jelas wajah cantik Aretha di layar kacanya. "Retha, Abang kangen banget sama kamu. Tapi pekerjaan Abang belum beres di sini. Mau tidak main ke Jakarta?"
"Aku tidak berani, Bang."
"Ya sudah, nanti Abang saja main ke kontrakan kamu. Hari libur tidak ke mana-mana 'kan?"
"Aku paling beres-beres kontrakan dan istirahat."
"Ya sudah, Minggu besok Abang main. Boleh, 'kan?"
"Kalau siang boleh, Bang."
Keduanya pun larut dalam obrolan dengan Aretha yang sesekali memakan makanannya. Sementara Sadewa hanya melihat dari layar ponselnya, wanita yang dicintainya kini wajahnya kembali berseri. Tidak seperti saat pertama kali mereka bertemu kembali.
Aretha, aku benar-benar tidak bisa berpaling dari pesonamu. Semakin hari hatiku semakin menginginkanmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
auliasiamatir
halalim aja bang dewa
2023-07-15
1
Musniwati Elikibasmahulette
semoga saja ,kamu ga punya istri atau tunangan hingga ga ada masalah buat aretha
2023-07-02
0
Sri Sulis
putus sudah Ringgo Retha
2023-06-19
1