"Retha, kamu ke mana saja? Aku mencari ke mana-mana tapi tidak bisa menemukan kamu." Ringgo langsung memeluk istrinya, melepaskan kerinduan yang membuncah di dadanya.
Aretha hanya mematung di tempatnya. Membiarkan suaminya memeluk erat. Hanya setetes air yang mewakili isi hatinya saat itu. "Aku kerja, Mas."
"Kalian duduklah dulu!" suruh Sadewa yang hanya bisa diam dan membiarkan pasangan suami-istri itu saling melepaskan kerinduannya, "aku ke luar dulu."
Aretha dan Ringgo pun saling melepaskan diri, mendengar apa yang Sadewa katakan. Wanita cantik itu langsung mencegah Sadewa yang hendak beranjak dari tempat duduknya. "Jangan, Bang! Biar Abang menjadi penengah di antara aku dan Mas Ringgo."
"Maksud kamu apa, Retha?" tanya Ringgo seraya mengerutkan keningnya. Dia di Aretha duduk di tempat yang tadi mereka duduki.
Aretha menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum dia menjawab pertanyaan dari Ringgo. "Mas, apa Mas sudah membaca suratku? Bukankah aku sudah menandatangani surat perceraian kita."
"Sudah tapi aku tidak akan pernah menceraikan kamu. Mas akan berpisah dengan Anita setelah anak itu lahir."
Aretha hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban dari Ringgo. "Mas, aku minta, tolong lepaskan aku! Seorang anak akan membutuhkan keluarga yang utuh. Kalau Mas berpisah dengan Mbak Anita, sama saja dengan Mas menyakiti anak Mas sendiri."
"Tapi Retha, Mas tidak mau berpisah dengan kamu. Mas sangat mencintai kamu."
"Ringgo, cobalah kamu memposisikan diri sebagai Aretha. Dia selalu mendapatkan tekanan dari ibumu tapi kamu sedikit pun tidak pernah membelanya. Apa kamu ingin membunuh istrimu secara perlahan? Mungkin iya kamu melihat Aretha seperti baik-baik saja, tapi apa kamu tahu seberapa banyak luka hatinya karena keluarga kamu yang selalu memperlakukan dia seperti babu? Sebagai seorang suami sekaligus seorang anak, seharusnya kamu bisa bersikap adil pada ibu dan istrimu."
"Kamu tahu apa Dewa? Ini rumah tangga aku dengan Retha. Apa kamu sengaja mempengaruhi Aretha untuk bercerai denganku? Aku tahu, kamu masih menyimpan perasaan pada istriku. Jadi kamu ingin mengambil kesempatan untuk merebut Aretha dariku? Kamu tidak akan bisa karena aku tidak akan membiarkan kamu untuk memiliki istriku," tuduh Ringgo dengan mata yang menyala saat menatap Sadewa.
"Mas, ini tidak ada hubungannya dengan Bang Dewa. Aku bertemu Bang Dewa setelah aku yakin untuk berpisah dengan Mas. Aku sudah tidak tahan lagi menghadapi sikap ibu. Aku kuat menghadapi semua sikapnya tapi aku capek, Mas. Badan dan hatiku selalu disakiti oleh ibu." Aretha menghapus air mata di kedua sudut matanya secara bergantian.
"Selama ini aku selalu diam dan mengalah karena ada Mas yang menjadi pengobat semua rasa sakit hatiku. Tapi saat Mas menyetujui keinginan ibu untuk menikah, dari situ aku berpikir, aku tidak mungkin sanggup menahan semuanya. Apalagi harus melihat Mas bersama wanita lain. Saat ragaku yang terluka terus menerus, aku masih bisa bertahan tapi saat hati aku yang terluka terus menerus, aku tidak mungkin bisa bertahan, Mas."
"Tapi Retha, kita bisa pergi jauh dari Ibu."
"Terlambat, Mas! Bukankah aku sudah sering mengajak Mas untuk kembali ke kota saat aku mendapatkan panggilan kerja. Tapi Mas selalu saja menolak. Bukankah Mas selalu merasa berat untuk meninggalkan ibu?"
"Retha, kita bisa memulai semuanya dari awal."
"Bagaimana caranya? Dengan mengorbankan anak yang tidak berdosa? Mas lebih baik menerima keputusan aku! Bukankah Mas sudah mencintai Mbak Anita? Aku sudah melihat Mas bahagia bersama dengan Mbak Anita."
"Retha, sudah! Biar aku yang bantu kamu untuk menggugat cerai pada suamimu. Sekarang kamu tinggal pilih Ringgo, mau bercerai baik-baik atau mau aku bawa ke jalur hukum semua perbuatan ibu kamu pada Retha?";
"Kamu jangan ikut campur Dewa. Ini masalah rumah tangga aku dengan Retha."
"Sekarang ini jadi masalah aku karena kamu dan keluarga kamu sudah semena-mena sama dia. Dulu aku tidak berusaha merebut Retha dari kamu, karena aku yakin dia akan bahagia bersama kamu. Tapi saat aku tahu kalau dia dijadikan romusha oleh ibumu, maka aku tidak akan tinggal diam. Dengar Ringgo! Aku tidak pernah menghasut Aretha untuk berpisah dengan kamu. Aku hanya mau membantu dia untuk mewujudkan keinginannya."
Ringgo ingin membalas lagi ucapan Sadewa. Namun, seorang pelayan datang dengan membawa pesanan mereka.
"Permisi, Tuan, Nyonya, ini pesanannya," ucap pelayan itu seraya menghidangkannya di atas meja.
Ketiga orang dewasa itu hanya diam membisu. Mereka hanya menganggukkan sedikit kepala untuk mengiyakan. Hingga pelayan itu selesai menghidangkan makanan, barulah dia berbicara kembali.
"Silakan, Tuan, Nyonya, makanannya dinikmati!" Pelayan itu membungkukkan sedikit badannya sebelum dia pergi dari sana.
"Terima kasih, Mbak!" sahut Aretha seraya memaksakan tersenyum.
"Ayo Retha makan dulu. Kamu harus banyak makan agar badanmu jadi berisi kembali. Apa kamu tidak sadar, Ringgo? Badan Aretha jadi kurus begitu? Apa kamu tahu karena apa? Karena dia merasa tertekan tapi tidak bisa mengadu pada siapa pun. Suaminya pun hanya bisa menyuruh dia untuk mengalah dari ibunya yang semena-mena."
Aretha hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Sadewa. Sebenarnya dari tadi dia merasa heran pada laki-laki itu. Tanpa dia bercerita pada Sadewa mengenai masalah rumah tangganya dengan Ringgo, laki-laki itu bisa tahu semua yang terjadi padanya saat dia masih bersama dengan Ringgo dan mertuanya.
"Makanlah, Retha! Biar Mas yang suapi kamu," ucap Ringgo. Dia mengambil piring Aretha dan menyuapi istrinya tanpa memperdulikan Sadewa yang diam saja dan berpura-pura tidak melihat semuanya.
Sementara Aretha hanya bisa pasrah dan memakan suapan demi suapan dari Ringgo. Hingga akhirnya dia merasa tidak enak hati pada Sadewa. "Mas, biar aku makan sendiri saja. Mas Ringgo juga makan, jangan hanya menyuapi aku saja."
"Bagaimana aku bisa makan, jika aku dipaksa untuk membuat keputusan yang tidak pernah aku inginkan." Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Ringgo. Sedari tadi dia terus mencerna ucapan Sadewa dan orang-orang kampung yang mengadu pada dia mengenai perbuatan ibunya terhadap Aretha.
"Mas, maafkan aku! Mungkin jodoh kita hanya sampai di sini saja." Tak urung Aretha pun ikut meneteskan air matanya. Laki-laki yang sangat dia cintai dan yang menjadi tumpuan harapannya selama ini, terpaksa harus dia tinggalkan karena dia tidak ingin luka hatinya akan bertambah semakin dalam.
"Aku sudah selesai makannya. Kalian lanjutkan saja. Retha, Abang tunggu di mobil." Sadewa langsung bangun dari duduknya. Dia lebih baik pergi untuk memberi ruang pada mereka mengucapkan salam perpisahan. Selain itu, hatinya terasa berasap melihat sepasang suami istri itu akan saling melepaskan perasaannya.
"Iya, Bang!" sahut Aretha dengan wajah masih menunduk.
Selepas kepergian Sadewa, Ringgo pun menatap dalam istrinya. Tangan besarnya menangkup wajah Aretha yang terlihat tirus. Sangat berbeda dengan dulu, saat pertama kali mereka bertemu dan pertama kali mereka membina rumah tangga.
"Aretha, maafkan Mas! Jika selama kita menikah, Mas tidak bisa membahagiakan kamu. Mas akan mengikuti keinginan kamu untuk kita berpisah. Tapi sebelum itu, Mas minta hak Mas sebagai seorang suami untuk salam perpisahan kita. Bisakah malam ini kita tidur bersama? Besok baru kita urus perceraian kita."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
MASIH SEMPAT2NYA MINTA JATAH NGENT****OT.....
2023-12-27
1
auliasiamatir
ya ammpiuuunn najis kau Ringgo
2023-07-15
1
auliasiamatir
sabar dong bang dewa🤣
2023-07-15
0